28• 🌔

96 19 128
                                    

Part terpanjang dri sebelum2nya, siapkan helm dan seatbelt

Beberapa hari kemudian, aku banyak menghabiskan waktu membantu Rebecca di kedai. Eric masih sering berlatih, sesekali mengunjungi kedai untuk memberitahu perkembangannya.

Selama beberapa hari pula, hujan mengguyur kota ini, dan entah kenapa, aku merasa jauh lebih dekat dengan Eric. Dia sering berkunjung ke rumahku, aku pun sering mengunjungi rumahnya. Sekadar melihatnya berlatih, membantu ibunya memasak dan makan malam di rumahnya.

Sejak terakhir aku membisukan panggilan Leo, beberapa kali dalam sehari, dia menjadi sering mengirimiku pesan. Bertanya seputar apakah aku sudah makan, apa aku baik-baik saja, apa sesuatu yang aneh terjadi di sekitarku?

Maksudku, apa masalahnya? Kenapa dia melakukannya padaku? Kenapa dia lagi-lagi bersikap baik dan membuatku lagi-lagi berharap padanya? Apa sebenarnya yang dia mau?

Aku mengabaikan semua pesannya, aku tidak membaca atau membalasnya. Dia pikir aku ini apa. Perasaanku bukan sesuatu yang bisa dia tarik ulur. Jika perlakuannya begini, aku bisa gagal untuk berhenti menyukainya.

Saat ini, aku masih dalam tahap menyukai Eric. Meski begitu, rasanya sulit sekali untuk melakukannya. Aku sudah terlanjur menyukainya sebagai sahabatku. Bagaimana bisa aku menyukainya dan melihatnya sebagai laki-laki? Sial, Leo memang senang bercanda denganku.

Aku sedang memandang keluar, mengamati tetesan hujan yang mengalir di jendela hingga Eric masuk ke dalam kedai. Dia menutup payungnya dan memasukkannya ke dalam kotak payung dan mengusap rambutnya.

Ketika matanya bertemu denganku, dia menghela napas. Dia duduk di hadapanku lalu mengeluarkan ponselnya. Dia menunjukkan kepadaku kotak obrolannya dengan Leo.

"Apa yang terjadi kepada kalian berdua?" Dia terlihat malas ketika menggulirkan layar ponselnya.

Aku memalingkan wajah, berusaha normal, "tidak ada yang terjadi. Kami baik-baik saja."

Eric melipat tangannya di depan dada, lalu mencondongkan wajahnya padaku, "hei, tidak biasanya Leo mengirimiku pesan sebanyak ini hanya untuk bertanya tentangmu. Katanya kau tidak membalas pesannya. Ada apa? Biasanya kau paling bersemangat jika berkaitan dengan Leo."

Aku mengernyit padanya, sebenarnya aku setuju untuk kalimat yang terakhir, tapi mana mungkin aku menunjukkannya. "Kau gila ya, aku tidak seperti itu," aku mengelak.

"Kita sudah berteman berapa lama Eli, aku sangat tahu kebiasaanmu. Kau selalu bertanya soal Leo meskipun aku tak pernah menyinggungnya. Sekarang kau tiba-tiba diam, aku penasaran apakah terjadi sesuatu?"

Aku tetap memalingkan wajahku, menopang tangan di meja. Ah, Eric lagi-lagi membuatku teringat kejadian memalukan itu.

"Kau menyukainya, itu terlihat sekali," dia berujar sembari melirikku. Aku menoleh padanya dan langsung memasang ekspresi 'tidak. Kau salah besar'.

"Aku sudah tahu sejak awal, kau sangat mudah terbaca," dia tersenyum padaku. Aku menghindari tatapannya.

Eric bermain dengan jarinya, memandangnya satu persatu. "Aku bertanya-tanya mungkinkah kau ... Tidak. Sepertinya itu sangat jelas. Aku tak perlu memberitahumu."

Ekspresinya mengatakan bahwa dia cukup ragu untuk melanjutkan perkataannya. Dia sedikit gelisah jadi aku menaikkan sebelah alisku.

"Apa?"

"Aku menyukaimu, Eli. Kau pasti sudah menduganya," ujarnya cepat. Kini kedua alisku terangkat, sedikit shock karena dia berani mengatakannya padaku secara langsung. Eric melirikku lagi, ingin melihat reaksiku.

One Long Line (Removed To Return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang