12• 🌔

70 18 26
                                    

Partnya panjang banget, bikin jari kalian sampe berbusa 🤧

**

Hari ini kedai cukup ramai. Menjadi satu-satunya toko roti di kota memang menguntungkan sekaligus melelahkan. Sebetulnya gandum tidak banyak ditemukan di kota, Rebecca membelinya dari Casthopian-- karena itu kota yang paling dekat.

Aku dapat menghempaskan tubuhku setelah pelanggan terakhir meninggalkan kedai. Rebecca melepas celemeknya dan memutar tanda 'open' menjadi 'close'. Aku tidak menduga kami akan tutup secepat ini.

Wanita itu ikut duduk di sampingku, menyerahkan amplop cokelat kepadaku. Aku menatapnya ingin tahu, namun ia memintaku untuk membukanya.

Saat aku membuka amplop itu, aku menutup mulutku-- tidak percaya dengan apa yang kulihat.

"Kau sudah berusaha semampumu, jadi aku harus membayarmu karena sudah bekerja untukku." Rebecca melipat tangannya di meja.

"Tapi bibi, kau tahu kan, aku sering tidak menemanimu di kedai dan memilih untuk jalan-jalan sesukaku. Bukankah ini terlalu berlebihan?"

Rebecca tertawa, senyumnya sangat manis meskipun rambut keriting besarnya tidak diikat. Ah, aku jadi teringat film Brave yang pernah kutonton.

"Usaha sekecil apapun akan selalu kuhargai Eli, dan juga, aku membayarmu karena kau memilih untuk tinggal bersamaku." Rebecca menunjukkan senyum tipisnya, ia pasti teringat paman Jace yang entah bagaimana keadaannya sekarang bersama dua iblis kecil itu.

"Bibi, aku benar-benar tidak tahu harus mengatakan apa tapi ...," aku langsung melingkarkan tanganku di sekitar bahunya, "terimakasih," lanjutku dan memeluknya semakin erat.

Rebecca menepuk punggungku pelan, "kau harus mentraktir Leo dan Eric untuk ini, mereka pasti senang."

Aku mengangguk di bahunya, lalu menjauh dirinya. Rebecca pun berdiri, tangannya terangkat untuk menyentuh bahuku. "Bersenang-senanglah, aku akan membersihkan kedai ini sebelum pulang."

Aku berdiri dan mendorong kursi, menempatkannya pada posisi semula. "Tidak. Aku akan membantumu membersihkan tempat ini."

"Baiklah," ujar Rebecca, ia tersenyum.

**

Untuk mengisi waktuku, aku menyusuri jalan-jalan yang belum pernah kulalui. Tapi sekali lagi, kakiku membuatku berakhir di sini, di Green Garden. Sebetulnya, aku ingin masuk untuk mengetahui apa yang dikerjakan Leo saat ini. Entahlah, aku benar-benar kesepian.

Posisi Green Garden sebenarnya bukan di ujung jalan, jika aku melanjutkan langkahku mengikuti jalur itu, aku akan menemukan pacuan kuda. Begitu kalau orang-orang bercerita.

Aku mengambil ponselku dari kantong celana, mengusap layarnya dan mencari nomor Leo. Begitu menemukannya, aku meneleponnya. Rupanya tak membutuhkan waktu lama baginya untuk menerima panggilanku.

"Aku sibuk."

"Padahal aku belum mengatakan apapun."

"Cepat katakan ada apa?"

"Aku ada di pacuan kuda kalau kau mau bergabung."

"Kau meninggalkan Rebecca di kedai?"

"Kami sudah tutup sedari tadi."

"Oh."

"Kau mau bergabung tidak?"

One Long Line (Removed To Return)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang