12. Singularity

102 30 5
                                    

"S-So Hyun? Hi-hidungmu?!"

"Hi-hidungku? Waeyo?"

"Berdarah!" Jimin panik.

"Astaga!" So Hyun segera mendongak agar darah dari hidungnya tidak keluar terlalu banyak.

Jimin menariknya agar duduk di kursi depan minimarket ini.

"Ap-apa kau punya tisu?!"

"Di tas, palliwa, jebalyo," keduanya sama-sama panik.

Jimin segera menggeledah tas So Hyun dan mengambil tisu tersebut.

"Kau kenapa bandel, ha? Lihat, kau mimisan, jangan berlagak kuat," ujar Jimin khawatir.

So Hyun sibuk menghentikan aliran darah yang keluar melalui hidungnya, lumayan banyak, hingga blazer yang ia kenakan pun terkena darah.
So Hyun lalu meminum air mineral yang selalu ia siapkan di tasnya, berharap rasa pusingnya menghilang.

"Aku ... hanya kelelahan,
jangan khawatir, gomawoyo."

Jimin membulatkan matanya malas sembari mengembuskan napas.

"Aku pesankan taksi, jangan naik bus."

"Hajima, aku ... nanti-"

"Aku yang membayar." Jimin berdiri menyampirkan tas So Hyun di pundaknya, lalu mengulurkan tangannya pada So Hyun.

"Ne?"

Jimin menurunkan tangannya, karena So Hyun tidak segera meraih. Kenapa daya tangkap So Hyun sangat rendah.

"Apa kau bisa berjalan sendiri?"

"Eung, tentu saja."

So Hyun berjalan sempoyongan menuju pinggir jalan raya untuk menunggu taksi, diikuti Jimin di belakangnya.

Drttt.... Drttt....

Ponsel Jimin berbunyi.

"Yeoboseyo?"

"Jimin sayang, kenapa belum pulang, hm?"

Jimin membulatkan matanya malas, siapa lagi jika bukan Park Jisung yang sudah pasti mengadunya.

"Eomma, aku sedang menemani temanku."

"Teman? Atau kekasih? Kau punya teman?"

Dalam hati, Jimin mengumpat. Pasti Jisung yang memberitahukan hal ini, kenyataan jika dia sedang bersama perempuan.

"Ne, teman baru, eomma. Dia sedang sakit, tidak mungkin aku meninggalkannya sendirian."

"Ah seperti itu ... geurae pastikan dia baik-baik saja. Kau belum makan, kan? Nanti langsung pulang saja, sudah larut."

"Ne, eomma."

Klik....

"Sepertinya seru, ya, bisa punya eomma yang perhatian seperti itu?"
So Hyun menoleh ke belakang tersenyum iri.

Jimin hanya bisa mengangguk saja.
Tiba-tiba, So Hyun menghentikan jalannya lalu memegang keningnya yang terasa pusing.

"Waeyo? Pusing?" tanya Jimin.

Brukk!!

So Hyun terduduk di tanah.

"So Hyun? W-waeyo?"

"Jimin aku-"

Belum juga menyelesaikan kalimatnya, So Hyun pingsan dalam pelukan Jimin.

"So Hyun? So Hyun irona." Jimin menepuk-nepuk pipi So Hyun dengan pelan.

Come Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang