16. Ne?! (네)

86 30 4
                                    

Acara makan siang So Hyun berantakan, berganti dengan Jimin yang membawanya keluar dari gedung universitas.

Kini mereka duduk di bawah pohon rindang pinggir lapangan universitas, tempat biasanya So Hyun menggambar.

Jimin mendudukkan So Hyun, lalu berjongkok tepat di depannya untuk merapikan anak rambutnya yang basah karena keringat.
Miris, jika Jimin melihat So Hyun menangis karena ada yang menghina latar belakangnya.
Apalagi memanggil dengan sebutan 'anak panti asuhan'.
Bukankah So Hyun memiliki nama?

Ini membuatnya teringat
Jeon Jungkook yang juga tinggal
di panti asuhan.

So Hyun belum angkat bicara, sedari tadi, kepalanya hanya menunduk dan meremat sweater yang ia pakai. Bahunya gemetar naik turun karena menangis.

Jimin menghela napas kasar. Ia mulai membersihkan luka So Hyun dengan tisu yang ia basahi dengan air mineral, kemudian mengelap bagian luka dengan tisu agar kering.

Jimin lupa tidak mampir ke UKS untuk mengambil obat merah.

"Tahan sedikit, tidak akan perih." Jimin menempelkan tisu yang basah itu pada luka So Hyun, dan menekannya agar aliran darahnya terhenti.

"Ishhh ...." rintih So Hyun.

Jimin meniupnya luka itu pelan, juga mengipasinya dengan tangan.

"Ah, chamkanman." Jimin membuka resleting tasnya dan mengambil sesuatu.

Jimin hampit lupa, jika ia mempunyai plester luka yang waktu itu diberi oleh Jeon Jungkook kesayangannya.

"Masih sakit?"

So Hyun menggeleng sembari mengelap air matanya. Dengan ragu, Jimin mengulurkan tangannya untuk mengelap air mata So Hyun. "Uljimayo."

So Hyun menarik napas panjang. "Kau tidak marah padaku?" tanyanya dengan nada masih sesenggukan.

"Kenapa?"

"Waktu itu meninggalkanmu, lalu sekarang kau malah menolongku."

Jimin mendecih. "Aku ... harus pergi." Jimin menggendong tasnya lalu berdiri.

"Apa kau tahu artikel yang tersebar hari ini?"

Jimin mengurungkan niat untuk melangkahkan kakinya.
Ia memilih tidak menjawab, dan hanya tersenyum, lalu kembali duduk di samping So Hyun.

"Sejujurnya aku terganggu."

"Jika kau ingin memarahiku-"

"Itu hanya keisengan mahasiswi yang cemburu padamu. Jangan merasa terganggu, aku akan mengurusnya."

"M-mianhaeyo, merepotkanmu ... lagi."

Jimin menyunggingkan salah satu sudut bibirnya. Sepertinya hobi
So Hyun bukan menggambar, tetapi meminta maaf.

"Kau akhir-akhir ini menjauhiku, kenapa?"

So Hyun menahan napas sebentar. Ia takut, apa ia harus mengatakan pada Jimin, jika Jungkook menceritakan semua hal tentang keluarganya.
Tapi sepertinya ini terlalu privasi.

"Ada yang mencintaimu."

"Eung? A-aniyo, tidak ada-"

"Aku bukan bertanya,
aku memberitahumu."

So Hyun mengerjapkan matanya beberapa kali, lalu perlahan menunjuk Jimin. "Kau ... kau ...."

Jimin melirik ke arah So Hyun. "Bukan aku!!"

Jimin lalu menghembuskan napas sembari menatap langit-langit.
"Jika dia menyatakan perasaannya, jangan tolak, aku mohon."

Jantung So Hyun berdebar kencang.
"Mwoyaa ~~ itu hak-ku untuk memilih, bukan kau."

Come Back HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang