Mobil Ayana terparkir ditengah tengah parkiran sekolahnya. Ayana membuka sealbeatnya. Sebelum pergi, Ayana memeluk boneka panda besar yang ada dikursi kemudi disampingnya. Ayana memeluknya erat dan sesekali menghirup aroma khas boneka pada umumnya. Ayana melepasnya kemudian tersenyum simpul, tangannya mengelusi lembut boneka sambik berkata lirih, "Yara baik baik ya disini, sama seperti mama yang entah berada dimana, semoga baik baik aja, aku sekolah dulu ya Ma, Ra,"
Ayana membuka pintu mobil, kakinya melangkah anggun dengan sepatu brand ternama yang dipakainya. Ayana memasang wajah tembok kala melihat mereka yang menatapnya dengan tatapan tajam. Ayana sudah terbiasa dengan tatapan sinis mereka. Entah apa yang membuatnya begitu dibenci para siswa disekolahnya. Ayana hanya berspekulasi mungkin mereka membencinya karna dia selalu berbuat ulah disekolah. Menjadi satu satunya wanita yang sering nongkrong bersama grombolan siswa nakal disekolahnya. Menjadi satu satunya siswa yang jarang masuk kelas dan langganan masuk bp/bk.
"YANA WOI!" Teriakan yang begitu Ayana kenal membuat langkahnya terhenti. Ayana mengambil nafas panjang, dia tau siapa yang memanggil namanya dengan sebutan 'Yana'.
"Woi lu budeg ya? Gue panggil panggil ga nyaut." Gerutu laki laki yang baru saja menepuk pundak kiri Ayana. Nafas laki laki tersebut tersenggal senggal, mungkin efek mengejar Ayana.
"Udah berapa kali gue bilang sama lo Antonio Anggara jangan panggil gue Yana! Paham gak sih lo?" Ayana menggerutu dengan nada kesalnya. Wajahnya tiba tiba berubah badmood bila berhadapan dengan mahluk seperti Anto yang sayangnya adalah sahabatnya sendiri.
"Udah berapa kali gue bilang sama lo Ayana Pramudya Konings jangan larang gue panggil lo Yana! Paham gak sih lo?" Anto berujar menirukan nada dan ekspresi Ayana.
Ayana dibuat geram dengan tingkah laku Anto yang sayangnya adalah sahabatnya sejak masih MOS. Ayana menghembuskan nafasnya kasar, "semerdeka lo aja, To." Ayana berjalan meninggalkan Anto.
"Yan, tunggu!" Teriak Anto tak tau malu. Anto membenarkan posisi tas gendongnya, dan berlari mengejar Ayana.
Anto berusaha mensejajarkan langkahnya dengan Ayana. Alis Anto naik turun dengan senyuman khasnya yang membuat Ayana jijik. Ayana mendelik dan memilih memperhatikan kedepan. "Ngapain sih lo ngikutin gue? Kita kan beda kelas." Ujar Ayana tanpa memandang Anto sedikitpun.
"Nongki yuk? Udah lama nih gak nongki, kangen batagor buatan mbok Wati," Ajak Anto dengan nada riang dan wajah yang dibuat buat.
"Gak. Gue mau belajar."
"Ayo dong, Yan. Kalau lo gak ikut, entar siapa yang bayarin gue?" Anto memasang wajah mengemisnya dengan bola mata yang berkaca kaca bak anak kecil yang minta permen kepada ibunya.
Ayana menaikan sebelah alisnya, kemudian berjalan meninggalkan Anto. Ayana sudah tidak mempan dengan tipu muslihat Anto. "Modal dong dasar kere!" ujar Ayana sedikit berteriak.
"WOI YANA GUE SUMPAHIN DUIT LO ABIS TAK TERSISA! DASAR PELIT" Anto berteriak prustasi. Raut wajahnya ditekuk dengan tangan yang ia masukan ke dalam saku. "Eh tapi jangan deh, kalau si Yana bangkrut, gue juga ikutan bangkrut dong? Nanti siapa yang bayarin jus jeruk gue? Ya Allah gak jadi deh, jangan bikin Ayana bangkrut ya Allah," ujar Anto pelan dengan raut wajah menyesalnya. Anto mengangkat tangan berdoa semoga sumpahnya tidak terjadi. Bisa gawat kalau Ayana beneran bangkrut.
Murid murid yang melewat dan melihat tingkah Anto berbidik ngeri. "Saraf lo, To? Ngomong sendiri gitu, ih amit amit." ujar salah seorang murid cowok yang kebutulan melihat Anto berbicara dengan mata terpejam.
Anto membuka matanya, dan melihat pada orang orang yang melihatnya dengan raut wajah berbeda beda. "apa lo semua ngeliatin gue!? Ganteng? Iya emang. Udah sana bubar bubar, gantengnya gue gak buat dibagi bagi kaya sembako, sana sana." Mereka pun bubar dengan saling berbisik bisik. Bahkan ada yang bilang kalau Anto sudah benar benar gila dan butuh ke psikiater.
KAMU SEDANG MEMBACA
AYANA
Ficção AdolescenteKarna kekayaan bukan sumber kebahagiaan. Kadang obrolan kecil bersama orang tersayang adalah kebahagian yang sesungguhnya.