15

4 0 0
                                    


              Special part for Ayana and Ali. ❤️





















Ayana dan Jelita sedang duduk dan menikmati makanan yang ia pesan di kantin sekola. Sebuah hal yang jarang Ayana lakukan, mengingat biasanya ia bergabung dengan Anto dan teman temannya di warung si mbok, tapi sejak kejadian beberapa hari lalu, Ayana sudah tidak pernah bertegur sapa dengan Anto. Ratusan Kali Ayana mencoba menghubungi Anto, Satya, Izal, atau Roni, tapi tak kunjung dibalas. Hari harinya kian terasa sepi, tak ada lagi guyonan dari teman temannya. Ayana merindukan para sahabatnya.

‘’Ya?’’

Ayana tak bergeming saat Lita menyapanya, ia masih setia melamun sambil memegang cup jusnya.

‘’Ayana pramudya konings.’’ Tegur Lita lebih keras sambil memekul keras pundak Ayana.

Ayana meringis memegang pundaknya yang berenyut nyeri, matanya menatap Lita tak suka, ‘’lo gila?’’

‘’keknya lo deh yang hampir gila mikirin dedemit lo itu,”

“mereka bukan dedemit Lit, mulut lo Ya,’’

‘’ya terus apa? Menurut gue nih, mereka tuh kekanak kanakan. Harusnya mereka dengerin penjelasan lo dulu, lo nutupin semuanya demi kebaikan bersama kan?’’

"Emang gue yang salah, gak ngomong dari awal mereka berhak marah atau bahkan benci gue, gue tau." Ujarnya dengan nada suara yang melemah.

Lita menghembuskan nafasnya kasar, menghentikan tangannya yang sedang mengaduk bakso miliknya. "Gak usah segitunya, Ya. Teman yang baik akan selalu memaafkan sebesar apapun salah yang pernah kita buat,"

Ayana terdiam, kembali melamun dan merenungkan apa yang dikatakan Lita barusan, hingga kursi dismping Ayana ditarik oleh seseorang. Ayana memalingkan wajahnya, melihat orang yang duduk disampingnya. Ali. Itu Ali.

‘’lo kenpa sih Ya? Dari tadi kok gue liat lo melamun terus?’’

Ayana hanya diam tak menjawab apa apa, moodnya nya benar benar buruk untuk saat ini.

Ali menghembuskan nafasnya kasar. Matanya menatap Lita seolah bertanya lewat tatapan mata, ‘’ada apa dengan Ayana?'’ yang dibalas gelengan kepala oleh Lita.

Ali menghembuskan nafasnya kasar, ali berdiri dengan mata yang menatap Lita dan Ayana bergantian. Tangan Ali menarik pergelangan Ayana, ‘’ikut gue,’’ ujarnya tanpa aba aba membawa atau lebih tepatnya menyeret paksa Ayana.

Ayana berontak dan menarik paksa tangannya yang digenggam Ali, ’’apaan sih, lo gila ya, gimana kalau tangan gue putus karna lo tarik tarik gimana?’’ ujar Ayana dengan nada dan eksprsi wajah kesalnya.

‘’ya kalau putus tinggal balikan. Kan masih sayang,’’  ujar Ali dengan santainya.

Ucapan Ali membuat Ayana terdiam dengan wajah bertanya tanya, Ali mencubit kedua pipi Ayana, Ali tak tahan melihat wajah menggemaskan Ayana. Ali tertawa kecil menampilkan deretan giginya yang rapi dan putih, ‘’becanda Ayana, mukanya biasa aja dong gak usah di imut imutin gitu kan jadi gemes,’’

Ayana meringis dan memukul tangan Ali agar melepaskan cubitan dipipinya, ‘’Sakit Ali rayyan dumakhis.’’ Ujar Ayana judes.

‘’cie yang udah hapal nama asli calon pacarnya, bagus deh tapi lebih bagus lagi kalau manggil sayang,"

‘’idih apaan sih ngawur.’’ Ayana memalingkan wajahnya sambil melipat tangannya didepan dada. Jantung Ayana berdegub kencang, sepertinya ia harus check up organ dalam, takut jika jantungnya akan berpindah posisi jika terus terusan seperti ini.

‘’cie malu malu,’’ goda Ali dengan senyum jahilnya yang sayangnya begitu manis hingga menimbulkan lesung pipinya.

‘’enggak. Siapa yang malu coba,’’ ujar Ayana mencoba bersikap biasa saja dengan wajah angkuhnya.

‘’terus itu pipinya merah kenapa?’’ tangan jail Ali mencolek pipi kiri Ayana.

‘’ ini--------- ini karna-------- karna cuacanya panas,.’’ Ujar Ayana dengan nada terbata bata.

Ayana berpura pura kepanasan dengan cara mengibaskan tangannya didepan wajahnya, sambil berkata, ‘’duh panas ya disini, Li.’’ Ujarnya.

Ali menatap Ayana dengan wajah kebingungan, ‘’bukannya hujan baru reda, ya? Terus itu di atas lo ada kipas angin masih panas juga?’’ jari telunjuknya menunjuk kearah atas

Skak. Ayana terdiam dengan wajah yang semakin memerah karna malu. Ayana melirik keatas, ternyata memang ada kipas angin yang menyala. Wajah kikuknya pasti sudah terlihat konyol. Andai Ayana punya mantra menghilang, Ayana ingin menghilang sekarang juga.

Ali tertawa kecil sambil mengacak acak rambut Ayana gemas, Ayana memasang wajah kesalna, ‘’udah dong Li ketawanya, gue malu nih,’’ Ayana mencubit perut bidang Ali yang sama sekali tak ada pengaruhnya mengingat perut Ali yang berotot.

Ali tampak mengatur nafasnya yang terengah engah, ‘’oke oke gue berhenti.’’ Ujarnya dengan jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf V.

‘’sebernya lo mau apa sih Li?,” ujar Ayana dengan sebelah alis nya yang naik.

‘’ gue mau ajak lo ke suatu tempat, supaya lo gak sedih lagi,’’

Kening Ayna berkedut, ‘’kemana?”

‘’rahasia dong,’’ ujar Ali dengan alisnya yang naik turun. Tangannya menarik Ayana ke parkiran sekolah dimana motornya di parkirkan.

Ayana menarik tangannya dari genggaman Ali, ‘’ini masih jam sekolah Li, gue sih udah biasa kabur dari sekolah, tapi lo gimana?’'

‘’sekali kali bolos gak apa apa Ya, biar hidup gak selamanya datar,’’

‘’lo yakin? Lo kan anak baik, gak kayak gue yang nak.........’’

Belum sempat Ayana menyelesaikan omongannya, Ali terlebih dahulu menaruh telunjuknya dimulut Ayana, ‘’gak ada manusia yang benar benar baik di dunia ini Ayana, gak usah ngerendahin diri lo seakan akan lo orang yang paling buruk,’’

Ayana tersenyum manis hingga menambahkan kecantikannya.

“fabiayyi aalaa i rabbikuma tukadzdibaan,’’ujar Ali menggelengkan kepalanya takjub.

Ayana memasang wajah bengongnya, ‘’artinya apa?”

‘’maka nikmat tuhan mana yang engkau dustakan,’’

Ayana tersenyum malu malu, meskipun ia jarang beribadah, atau bahkan tak pernah selama beberapa bulan ini, tapi ia pernah mendengar arti dari kalimat tadi. Tangan nakalnya mencubit gemas Ali, ‘’udah ih, lo gak liat pipi  gue udah kayak kepiting rebus gini,’’ ujar Ayana sembari menujuk pipinya yang memerah.

Tangan Ali menepuk pundak Ayana sembari mengelusnya pelan, “lo cantik Ya, jangan menyia-nyiakan hidup lo dengan kesedihan, gue percaya semua akan kembali seperti semula,’’

AYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang