5

29 23 0
                                        

"gue mau lo bawa dia ke hadapan gue secepatnya. Tanpa ada bantahan apapun Li." Ujar seorang laki laki yang sedang menyandarkan kepalanya ketembok.

Li atau yang bernama lengkap Ali Rayyan Dumakhis menatap sengit laki laki yang berumur 3 tahun lebih tua dihadapannya. "Kenapa harus gue sih, bang? Kenapa gak lo aja sendiri, gak usah bawa bawa gue." Ujarnya sarkatis.

Bugh. Ali tersungkur ketembok saat lengan laki laki yang menjadi lawan bicaranya mendorong dan menahannya ditembok. "Kalau gue bisa, gue gak akan nyuruh lo, bego! Untuk kali ini saja lo bantuin gue sebagai abang lo."

Ali meringis bukan karena sakit akibat didorong abang tirinya, tapi karna bau yang keluar dari mulutnya. Bau minuman yang sangat Ali benci, alkohol.

Ali mendorong tubuh abangnya, berusaha menjauh darinya. "Okay, as you wish!" Ujar Ali dengan nada penuh penekanan. Tersirat nada tak suka keluar dari bibirnya.

"Bagus." Ujarnya sambil menepuk nepuk pundak Ali. Senyum licik nya terukir jelas dibibirnya. "Gue mau secepatnya. Gue gak peduli gimanapun caranya, kalau perlu lo bisa pindah sekolah." Setelah mengucapkan itu, laki laki yang setengah mabok itu berjalan sempoyongan keluar rumah.

Ali menggeram kesal. Tangannya sudah sedari tadi terkepal kuat. Jika Ali tidak ingat jasa yang sudah diberikan oleh Papa tirinya, tentu saja Ali tidak mau repot repot membantu kakak tiri yang selalu merepotkannya. Ali menghembuskan nafasya kasar, mengacak rambutnya frustasi. Kepalanya dibiarkan bersandar ditembok. Matanya terpejam bersamaan dengan deru nafasnya yang mulai teratur.

Tugas baru menantimu Ali.

***
"Gimana, Ya? Mau pindah sekolah ke sekolah gue gak? Pindah ya biar gue ada temennya, ya ya?" Lita memasang puppy eyes nya, raut wajahnya penuh permohonan.

"Gak bisa sekarang sekarang Lit, gue lagi banyak tugas," Ayana menyuruput jus dihadapannya dengan santai.

"Kenapa, Ya? Lo ada masalah?"

"Bukan ada tapi banyak," Ayana menyandarkan kepalanya di sandaran kursi cafe.

"What's wrong?" Lita menggeser kursinya mendekat ke samping Ayana. Matanya menyempit menatap Ayana.

"Bokap berulah lagi, ada penghianat yang udah ngambil duit perusahaan 500 juta, dan Parto minta gue kirim dia keluar negeri buat nyari nyokap" ujar Ayana dengan suara lemah.

Mata hitam Lita melotot kaget. "Seriously? Kok bisa, terus sekarang gimana?"

Ayana mengangkat bahunya, ia bahkan tak tau harus berbuat apalagi. Hidupnya terlalu rumit untuk dimengerti.

Lita mengusap punggung Ayana, menyalurkan kekuatan yang dimilikinya. "Gue gak tau harus apa, Ya. Gue cuma bisa berdoa yang terbaik buat lo,"

Lama mereka terdiam, hingga terdengar suara dering ponsel miliknya. Ayana menekan tombol hijau dengan malas tanpa melihat siapa yang menelponnya.

"LO DIMANA YANA? KABUR GAK AJAK AJAK. LO GAK SOLID BANGET JADI TEMEN, KITA TUH NUNGGUIN LO DI WAR.........." dan banyak lagi omongan tidak berfaedah yang keluar dari mulut Anto

Ayana terkesiap kaget. Suara Anto membuat telinganya sakit.

"Siapa, Ya?" Lita khawatir melihat Ayana yang mengelus elus telinganya dengan ekspresi wajah yang shock.

"Anto,"

Mendengar jawaban Ayana, Lita merampas hp Ayana dengan kasar. Ayana hanya diam saat Lita dan Anto beradu argument. Mulut Lita komat kamit meledek Anto. Ekspresi wajahnya membuat Ayana terkekeh kecil. Anto dan Lita memang sudah saling kenal, mereka pernah bertemu beberapa kali. Tapi ya seperti sekarang ini, jika mereka bertemu akan terjadi perang dunia. Mereka itu seperti tom and jerry, gak bisa akur.

AYANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang