Bukan salah Jesi? Kenapa Dila bilang begitu? Jika benar bukan salah Jesi kenapa Reno tidak mau berbicara dengan Jesi? Apakah Reno memiliki masalah sendiri?
Jesi masih memikirkan perkataan demi perkataan yang tadi terlontar dari mulut sahabatnya. Bahkan, sekarang Jesi memilih memisah dari mereka, ia duduk di taman sekolah setelah shalat zuhur dan setelah perkumpulan FSI.
Tiba-tiba saja tiga orang muncul dihadapannya, Jesi tentu terkejut tapi tetap menampilkan senyumannya.
"Lo kemarin di anter Ardi pulang?"
Jesi mengerutkan jidatnya, namun gadis itu mengangguk. Tampak senyuman ala setan di wajah yang bertanya kepadanya, Jesi berusaha mengingat karena dulu Dila, Nia dan Eja pernah bilang siapa nama ketiga gadis populer ini. Ya, mereka bertiga adalah kakak kelas, yaitu Laura, Mega dan Vio.
"Besok-besok kalau gue lihat lo masih deket-deket sama Ardi," Laura tersenyum devil, sangat mengancam bahkan jantung Jesi terasa berdegup kencang. "Gue bunuh lo."
Ketiganya pergi meninggalkan sebuah ketakutan bagi Jesi, lagian kemarin Jesi telah menolak dan Ardi yang ngotot, dimana salah Jesi?
"Mereka bilang apa?"
Belum selesai dengan satu ketakutan, keterkejutan lainnya datang, Jesi menoleh kesamping ternyata Ardi lah yang bertanya padanya dengan gaya cueknya.
Jesi menggeleng lalu gadis itu pergi saja dari hadapan Ardi, ia takut dengan Laura, ia tahu ia sedang dalam masalah jika berdekatan dengan Ardi.
***
Jikra dan Tommy kini berjalan ke belakang sekolah setelah mendengar ucapan Jesi, selama mereka berteman mereka tahu jika Reno tidak akan mau pergi sendiri kesana, ia sangat jijik dengan lukisan tersebut.
Tommy melirik Jikra yang memandang pondok belakang sekolah itu dengan pandangan yang tak bisa diartikan, sekarang mereka harus apa? Jikra mengangguk mengisyaratkan mereka harus masuk.
Tommy dan Jikra masuk, mereka perlahan melirik kiri dan kanan, mungkin pasangan yang dibilang Jesi tadi tengah ciuman telah pergi karena yang mereka lihat hanya gerombolan laki-laki yang asyik merokok.
"Bang Jik, tumben nih kesini." Sapa salah satu adik kelas Jikra.
Jikra tersenyum ramah, "iya nih, udah lama banget gue ngga kesini, lo udah lama disini?"
"Lumayan lah bang, dari jam delapan." Balas adik kelas itu dengan kekehan.
"Itu sih namanya bukan lama lagi, tapi udah lumutan." Balas Jikra yang diiringi tawa oleh adik kelasnya dan kekehan dari Tommy.
"Lo lihat ada anak kelas tiga nggak kesini tadi? Sekitar waktu orang istirahat pertama deh?"
Adik kelas itu tampak berpikir, lalu mengangguk. "Bang Reno? Lo nyari Bang Reno bang?"
Keduanya mengangguk, kini Tommy yang maju, "sekarang dia kemana?"
"Tadi sih dia kesini cuma ngasihin apaan sih ke Bang Jo? Nggak ngerti juga gue, pokoknya kertas gitu, terus dia pergi."
Jikra dan Tommy menghela nafas lega, mereka mengangguk kepada adik kelasnya itu. "Oke, makasih ya Ger, gue balik dulu ke kelas."
Adik kelas itu mengangguk. Mungkin banyak yang bertanya kenapa Jikra dan Tommy menjadi lega? Jawabannya hanya satu yaitu karena orang yang main di pondok itu hanya orang-orang yang telah rusak mentalnya, bahkan banyak yang menggunakan obat terlarang disana, itu pula yang membuat Reno dkk tidak mau menyentuh pondok itu jika tidak bertiga, mereka takut kebablasan.
Kini tugas Jikra dan Tommy adalah mencari keberadaan Reno, hanya satu yaitu kantin. Ternyata benar, Reno tengah menyeruput minumannya di meja paling ujung, keduanya mendekat lalu duduk disana.
"Bos?"
"Hm." Balas Reno tidak acuh masih menyeruput minumannya sambil memainkan game online di ponselnya.
"Tadi Jesi ngikutin lo."
Reno menoleh, ia membiarkan saja game-nya bahkan biasanya ia tidak akan peduli dengan ucapan Tommy maupun Jikra.
"Lo becanda?"
"Nggak bos, bener kata Tommy." Balas Jikra.
Reno tidak berbicara lagi, ia mengunci ponselnya lalu berlarian keluar kantin meninggalkan Jikra dan Tommy.
Jikra dan Tommy tersenyum, mereka tahu jika Reno tidak akan bisa karena Reno juga telah meletakkan hatinya kepada Jesi.
Dibalik itu kini Reno tengah melihat Jesi yang berbincang dengan Ardi, hanya sebentar lalu Jesi pergi meninggalkan Ardi sendirian.
Reno mengejar Jesi lalu menyejajarkan jalannya dengan Jesi. Jesi merasakan kehadiran Reno yang mendadak jadi terkejut, ia juga bingung harus apa.
Mereka tetap berjalan, Reno senyum ke hadapan Jesi membuat gadis itu risih sendiri.
Jesi berhenti, berdiri di hadapan Reno menatap cowok itu penuh tanda tanya, "Reno kenapa senyam-senyum sih ke Jesi?"
"Abisnya cantik lo nggak habis-habis sih."
Jangan salahkan wajah Jesi yang memerah, jangan salahkan hati Jesi yang menjadi senang, dan jantungnya yang dag dig dug.
"Jes, muka lo kayak kepiting rebus." Lagi, Jesi menjadi tambah malu, ia menutup wajahnya lalu pergi saja meninggalkan Reno. Reno terkekeh, Jesi menjadi tambah imut saja.
"Jes, gue mau bicara loh sama lo." Ujar Reno sambil mengejar Jesi yang terus berjalan.
Jesi tetap berjalan. "Jesi nggak mau digoda Reno terus."
"Nggak deh, maaf."
"Nggak mau."
"Dosa loh Jes."
"Reno sih."
"Jadi lo ngapain nyariin gue tadi?"
Jesi berhenti, lagi ia menatap wajah Reno dengan gelagapan, ia jadi teringat tempat itu lagi. "Reno tahu?"
"Awalnya nggak, tapi sekarang tahu."
"Heuh, Pondok belakang itu tempat apa sih Ren? Jesi nggak suka."
"Gue juga." Balas Reno malas-malasan, "ya gimana lagi, gue kan mau ngasih proposal futsal yang disuruh temen gue ke orangnya."
Jesi kembali melirik Reno, "Reno nggak bohong?"
Reno menggeleng, "nggak Jes."
"Terus, kenapa Reno jauhin Jesi terus?"
"Lo kesepian tanpa gue?"
Jesi menggeleng, "kan kita sahabatan, kalau Jesi ada salah Reno bilang aja."
Reno menutup wajahnya dengan telapak tangan, "kenapa sih cuma gue yang suka sama lo?!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
HIJAB GIRL IS MY FAV (End)
Teen Fiction"Bunda, dia cantik, definisi Aisyah istri nabi." "Kapan-kapan abang bawa kesini ya?" Reno mengangguk semangat, lampu hijau dari bunda adalah sebuah semangatnya. Namun, Reno kembali teringat akan January, abangnya Jesi, sudah sangat lama Reno tidak b...