Reno tidak tahu kenapa Jesi memilih untuk diam sedari tadi, berawal dari pertanyaannya tentang tangan Reno yang tak dijawab malah diberikan godaan dari Reno.
"Jes?"
"Iya?"
"Lo marah?"
Jesi menggeleng, bahkan gadis itu sendiripun bingung kenapa moodnya menjadi rusak begini? "Jesi cuma lagi menikmati makanan."
Kenapa jawaban Jesi selalu saja membuat gelak tawa Reno? Seolah Reno melupakan beban masalahnya jika berada di sebelah Jesi.
Jesi melihat huru-hara jalanan di depannya, sekarang mereka tengah makan nasi goreng tepi jalan, awalnya Jesi kira orang seperti Reno tidak mau makan dijalanan melihat cowok itu yang terlalu kaya, tetapi semakin mengenal Reno ia jadi tahu jika Renk itu hidup sederhana.
"Lo inget kan? Cowok yang ada di foto figura rumah gue."
Jesi belas menatap Reno, ia mengangguk. "Ada dua orang cowok yang aku lihat tapi gapernah ketemu."
"Yang lebih tuaan itu ayah gue, tapi yang mau gue ceritain ini tentang abang gue, Ilham."
Jesi menegakkan tubuhnya, ia melihat wajah Reno seksama tidak mau melewatkan satupun cerita, entah kenapa Jesi ingin tahu tentang Reno sedalam itu.
"Bang Ilham itu, orang yang sering banget berantem sama gue, september kemarin dia meninggal karena ikut demo, sebelum dia ikut demo malamnya itu gue berantem besar sama dia karena gue cemburu dia terlalu dekat sama Ayah, tapi denger dari temennya Bang Ilham, Kak Putri namanya, dia bilang Bang Ilham ikut demo, gue langsung nyamperin, gue pengen banget hajar abang gue sendiri, apa yang dia lakuin itu bego dan bodoh, meski iya dia membela rakyat, tapi gue nggak suka."
"Gue nggak ketemu Bang Ilham di lautan manusia itu, disana gue masih pake seragam SMA, gue beneran nyari abang gue sambil emosi, gue nggak peduli sama orang-orang yang larang gue ikut kesana, tapi, waktu itu gue salah, waktu abang gue dalam keadaan genting gue malah nolongin mahasiswa lain yang juga genting, mahasiswa yang gue tolong itu hampir aja kepalanya kena lemparan batu besar, sekarang gue pikir semua yang gue lakuin salah, karena bersamaan sama gue nolong mahasiswa itu abang gue ditabrak mobil tepat di belakang gue, Bang Ilham... meninggal."
Raut sedih itu bisa Jesi tangkap, bahkan mata Reno berlinang air mata. Jesi tidak mau berbicara sedikitpun, gadis itu malah menyodorkan minumannya kehadapan Reno, Reno melihat sekilas gelas tersebut lalu mengambil dan menyeduhnya, anak dari Erika itu menghapus jejak air matanya yang keluar.
Semua memang telah berlalu, namun penyesalan itu masih tersimpan di benak Reno, itu juga yang membuatnya tidak mau memperlihatkan kebenciannya kepada Bimo-ayahnya, karena ia tidak mau menyesal lagi nanti jika keluarganya menjadi pecah.
"Bang Ilham dibawa ke rumah sakit, gue disana nggak hentinya nangis tapi tetep diem, nggak mau teriak-teriak atau mukul abang gue, sampe di rumah sakit dia dinyatain dokter udah meninggal, gue nyesel banget, gue belum pernah minta maaf sama abang gue sendiri, gue belom sempat bilang kalau gue sayang banget sama dia, gue juga belom baikan sama dia."
Jesi ikut menangis menyaksikan Reno menangis, itu mampu mengundang perhatian Reno, saat hendak ingin menghapus air mata Jesi, Reno mengepalkan tangannya, Reno tahu batasan, Jesi tidak akan suka jika ia menyentuh Jesi.
"Lo kenapa nangis?"
Jesi mendongak lalu tersenyum, gadis itu menghapus jejak air matanya, "Dari awal Jesi ketemu Gio, Jesi nggak pernah berpikiran buruk tentang Gio, Jesi yakin dibalik orang yang nakal pasti ada pengalaman sedihnya, dan Jesi suka temenan sama Gio, Jesi nggak tahu ini bener apa nggak, yang Jesi mau bilang Jesi beneran nggak suka Reno sedih. Reno janji ya, Reno nggak bakalan sedih lagi?"
Reno mengangguk, selama ini ia memang kelihatan sangat baik di depan orang-orang, siapa yang mengira ada kisah lebih pahit di balik seorang Reno.
Jesi benar, setiap anak yang nakal pasti ada kisahnya sendiri, setiap orang yang tahu Reno akan menganggap Reno baik-baik saja, mereka tidak tahu bagaimana yang sebenarnya terjadi, mereka bilang keluarga Reno sangat romantis dan harmonis, tapi Reno sangat benci dengan drama keluarganya.
"Reno." Panggil Jesi lagi, Reno hanya mengguman sebagai jawaban. "Jesi berharap disetiap kisah orang yang Jesi kenal Jesi itu protagonisnya, Jesi nggak mau jadi antagonis di setiap kisah orang."
"Kok lo kepikiran sampe sana?"
"Iya, Jesi mau di kisah Reno Jesi menjadi protagonisnya."
"Terus gue tokoh utamanya?"
"Setiap orang akan jadi tokoh utama dalam cerita hidupnya masing-masing Ren, karena itu Jesi berharap banget kalau disetiap cerita orang-orang Jesi jadi protagonis aja."
Reno terdiam, ia menatap nasi goreng yang telah habis di hadapannya yang menyisakan sayur-sayuran beserta pasangan garpu dan sendok. "Tapi, gue berharap di kisah gue, bukan cuma gue yang jadi tokoh utamanya."
"Maksud Reno?"
Reno mengangguk, "iya, gue mau di kisah gue, lo dan gue yang jadi tokoh utamanya."
Jesi membolalakkan matanya, ia terkejut dan bingung, ya, bingung harus apa, apakah ia harus menutup wajahnya yang kini telah memerah ini?
***
Jesi masih terngiang ucapan jayus Reno tadi, bahkan mengingat itu saja ia mampu terkekeh, bukan terkekeh, tepatnya tertawa. Ia merasa itu semua bukan gombalan namun sebuah lelucon.
Mungkin, semua orang akan bingung dengan Jesi, karena jika perempuan lain yang berada di posisi gadis itu pasti ia akan merasa baper, sedahulunya Jesi memang polos ya mau gimana lagi, orang buta saja tahu jika Reno itu ingin mendekati Jesi.
"Jes? Kok senyum-senyum?"
Jesi tersadar, ia menoleh ke arah abangnya itu, "nggak bang, Jesi cuma keinget hal lucu aja."
January mengangguk, ia ikut duduk di sebelah Jesi menikmati film bioskop yang ditayangkan di layar kaca, itu adalah film action yang melibatkan banyak aktor luar yang sangat-sangat berbakat.
"Abang kemarin ketemu sama anak SMA yang nolong abang waktu demo itu, tapi dia bilang nggak kenal sama abang."
Jesi menegakkan tubuhnya menghadap ke January sepenuhnya. "Terus dia dari sekolah mana bang?"
"Abang nggak tahu, dia nggak pake baju seragam soalnya, terus dia pergi gitu aja."
Jesi berpikir mungkin pemuda yang menolong abangnya itu tidak ingat dengan kejadian itu, mungkin saja ia juga tidak mau jika January membalas budinya.
"Baik banget sih yang nolong abang." Tiba-tiba gadis itu mengungkapkan perasaannya, ya, Jesi menjadi tambah penasaran dengan orang yang telah menolong January, pasti ia memiliki hati yang tulus.
"Iya, tapi abang pasti bakal nyari dia terus, kemarin karena ada meeting jadi abang nggak bisa ngejar dia."
Jesi mengangguk, "abang jangan menyerah, Jesi masuk dulu ya? Udah malem banget, ngantuk."
January mengangguk lalu mengambil remote di dekat televisi, sedangkan Jesi berjalan ke dalam kamarnya. Rumah mereka hanya rumah sederhana tidak bertingkat pula, yang penting bisa ditempati Jesi telah bahagia.
Jesi membuka ponselnya yang berdering notifikasi whatsapp, nomer baru muncul pada pop-up, gadis itu membukanya.
+628xxxxxxx
Nomer baru gue, save Jes
RenoOke
(Send)Ternyata Reno, kenapa lelaki itu ganti nomer? Ah sudahlah bukan urusan Jesi juga.
***
Ayooo baca juga cerita Laura sama Ardi di lapak FujiAsiyyah
KAMU SEDANG MEMBACA
HIJAB GIRL IS MY FAV (End)
Genç Kurgu"Bunda, dia cantik, definisi Aisyah istri nabi." "Kapan-kapan abang bawa kesini ya?" Reno mengangguk semangat, lampu hijau dari bunda adalah sebuah semangatnya. Namun, Reno kembali teringat akan January, abangnya Jesi, sudah sangat lama Reno tidak b...