"Reno kenapa bisa keluar?"
"Gue takut lo nyasar, jadi gue ngikutin."
"Emangnya bunda nggak ngelarang?"
Reno menoleh ke arah Jesi yang kini sedang memakan eskrimnya belepotan. "Tadinya ngelarang, tahu gue ngikutin lo ya dibolehin."
Jesi mengangguk saja sebegai jawaban, ia kembali fokus dengan eskrim traktiran Reno, ya, sekarang mereka berada di kantin rumah sakit, namun eskrimnya dibeli di luar rumah sakit.
"Reno, Jesi mau tanya."
"Hm."
Jesi melahap habis eskrimnya, lalu menatap Reno mantap. "Reno nggak ada yang suka ya di Gradisa?"
Pertanyaan bodoh, Reno bahkan melotot mendengarnya. Reno menelan salivanya yang tadi hampir saja tercekat saat mendengar pertanyaan dari Jesi, jika kedua sahabatnya ada disini, mereka akan membantu Reno menjawab pertanyaan Jesi yang absurd tersebut.
"Menurut lo?"
Jesi menggeleng, "kayaknya nggak, soalnya Jesi sering baca cerita ya tentang badboy sekolah gitu di wattpad, disana yang badboy pasti banyak yang nge-fans. Apalagi Reno kan ganteng ya?"
Reno mengusap wajahnya gusar, kenapa Jesi terlalu polos seperti ini? Mengatakan terang-terangan kepada Reno jika ia mengakui ketampanan Reno. "Jes, nggak semuanya selalu sama kayak buku. Bener sih badboy itu pasti banyak yang tertarik, tapi disini gue terlalu cuek di sekolah, gue juga jarang masuk, gue nggak peduli sama mereka yang suka gue."
"Emangnya nggak ada gitu yang fanatic?"
Reno mendengus, "ada, Laura itu fanatic ke gue, dia gila popularitas. Dia itu gila, gue pernah marah-marah ke dia, otaknya aja yang nggak ada masih ngejar-ngejar gue, itu kelas satu, kelas dua dia nggak deketin lagi, malah deketin si ketua FSI itu, nggak tahu dapat hidayah dari mana."
"Kak Laura?"
Reno mengangguk, "ada satu lagi, namanya Cinta, lo aja yang nggak ngeh kalau sampai detik ini dia masih ngejar-ngejar gue, sayangnya dia nggak se fanatic Laura, jadi dia nggak nekat-nekat banget."
Jesi melongo mendengarnya, ia kira tidak ada yang menyukai Reno, tapi tunggu, Laura? Wanita yang kemarin memarahinya karena dekat-dekat dengan Ardi itu ternyata menyukai Reno?
"Sekarang lo tahu kan kenapa nggak ada yang fanatic ke gue? Laura aja yang cantik, kaya, punya segalanya gue kacangin apalagi mereka yang nggak ada apa-apa di banding Laura."
Benar juga, Jesi ingin sekali rasanya bertepuk tangan, namun yang dilakukannya sekarang adalah tersenyum kepada Reno. "Lo kenapa nyengir?"
"Jesi bangga punya sahabat kayak Reno."
Reno memukul jidatnua sendiri, "kenapa lo cuma nganggap gue itu, Jes? Gue ingin lebih."
***
Tidak mengerti lagi Reno dengan jalan pikiran Jesi, sudah dikode bahkan dibilang secara langsung namun gadis itu hanya menganggap ucapan Reno sebagai gurauan.
Kini Reno telah berada di rumahnya, ia memaksa dokter agar membolehkan dirinya untuk pulang, Reno tidak betah di rumah sakit apalagi dirinya telah sehat.
Reno jadi teringat kejadian yang sempat di lihat oleh Jesi tadi, sekarang Jesi pasti tahu betapa kacaunya diri Reno. Reno menggeleng, ia tak tahu lagi.
Ting
Adinda
Ren, gue udah nyampe Jakarta, jemput dongReno membelalakkan matanya, ia langsung saja menelepon orang yang diberinya nama Dinda di kontak cowok tersebut.
"Hallo, Din. Lo dimana?"
"Nih, di rumah Oma Cinta, lo jemput kesini ya?"
"Cinta nya ada di rumah?"
"Nggak, cepetan."
Tut tut tut
Reno mendengus keras, Adinda adalah sepupunya, lebih tepatnya adalah keponakan Erika. Reno segera mingkin mengambil kunci mobil dan melajui mobilnya ke rumah Oma Cinta, ya, nenek dari Cinta, cewek yang menyukai Reno. Bukannya apa-apa Reno ingin cepat-cepat, ia hanya tidak mau bertemu dengan gadis cheers tersebu.
Sesampainya di rumah Cinta, Reno hanya mengelakson tidak mau turun dari mobilnya, beberapa saat kemudian Adinda datang dan masuk ke dalam mobil setelah memasukkan terlebih dahulu kopernya ke dalam bagasi mobil.
"Lo kenapa nggak mau bukain bagasi sih? Gue susah nggak ngerti banget sih."
Mendengar omelan Adinda, Reno menjadi kesal, bukankah Dinda tahu jika Reno tidak rela menginjakkan kakinya di atas rumah Cinta, jangankan itu, di halaman nya saja Renk tidak mau.
"Kenapa harus ke rumah Cinta dulu?"
Adinda memutar bola mata memelas, "pacar gue kan abangnya Cinta, bego. Gue nganterin oleh oleh buat Oma Cinta."
"Kenapa nggak pulang dulu? Baru mampir kesana?"
"Ya Allah Reno, lo kenapa sih sensi banget sama Cinta? Cinta itu kan manis anaknya, sopan, cantik, badannya juga bagus gitu."
Reno tidak bisa membayangkannya, ia sangat jijik dengan Cinta, selain menjadi piala bergilir di sekolahnya, Cinta juga bukan wanita baik-baik. Sering Reno lihat di diskotik dibawa oleh teman sekelasnya atau kakka kelas.
Tapi itu wajar bagi masyarakat kota Jakarta, yang membuat Reno begitu sangat tidak suka dengan Cinta adalah, gadis itu pernah menjebak Reno di sebuah hotel, sebrengsek-brengsek dan sekotor-kotornya pikirannya ia sangat tidak suka cewek murahan. Apalagi modelan Cinta begitu, gadis itu hampir saja bugil jika Reno tidak cepat membuang selimut hotel ke wajahnya lalu berlari kabur.
Sebagai laki-laki mungkin Reno akan merasa enak, tapi Reno benar benci dengan perempuan murahan, resikonya besar. Jika saja dia hamil, lalu dia mengatakan jika Reno penyebabnya padahal dia sangat-sangat sering tidur dengan lelaki lain. Reno tidak mau.
Membayangkan masa lalunya, Reno bergidik ngeri. "Lo udah pernah gue ceritain, gue nggak mau lagi, lo ngerti!"
Mendengar pernyataan tegas dari sepupunya akhirnya Adinda merubah topik, "tadi kata Cinta—"
"Gue nggak mau denger, Adin."
"Adin cuma mau bilang ini Reno, Adin kepo, please."
Melihat betapa memelasnya Adinda, akhirnya Reno mengalah, cowok itu mengangkat satu alisnya sembari berkata, "mau bilang apa?"
"Reno beneran jatuh cinta sama hijabers?"
Reno tersenyum, itu telah menjawab pertanyaan Adinda, "iya, cantik. Baik, polos, enak dilihat."
"Dirasain?"
Reno menatap Adinda kesal, "dia anak baik-baik, nggak kayak lo atau Cinta."
"Asal ya mulut lo, gue ini anak baik-baik."
"Baik-baik tapi sering gue lihat ciuman sama Ikal." Ikal adalah pacar dari Adinda yang berarti adalah kakak kandung Cinta.
"Enak." Katanya cengengesan. "Tapi, Ren. Lo nggak main-main kan? Lo tahu kan resikonya sama hijabers, lo harus lebih bisa dari dia, lo harus pinter ngaji dari dia, lo harus bisa ngebimbing dia, kalau nggak ya percuma, keluarganya gabakalan ngijinin anaknya sama brengsek kayak lo."
"Mulut lo!" Ujar Reno melihat Adinda kesal. "Gue udah berusaha berubah kok, lo nggak inget kalau gue juara terus ngaji."
"Sekarang beda sama dulu, ngaji itu kalau nggak di ulang-ulang ya lupa."
"Tumben lo pinter?"
"Iyalah, gini-gini gue punya temen akhlak baik semua."
Reno menggeleng, "cuma lo yang cabe-cabean kan?"
Adinda menjitak kepala Reno, tak urung gadis itu tersenyum, "itu lo tahu." Jawabnya bangga.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
HIJAB GIRL IS MY FAV (End)
Jugendliteratur"Bunda, dia cantik, definisi Aisyah istri nabi." "Kapan-kapan abang bawa kesini ya?" Reno mengangguk semangat, lampu hijau dari bunda adalah sebuah semangatnya. Namun, Reno kembali teringat akan January, abangnya Jesi, sudah sangat lama Reno tidak b...