13. Problematika

923 74 16
                                    

" lo putus sama iqbaal "

Salsha mengangkat kepalanya dari atas meja, menatap steffi dengan tatapan sendu, ia menggeleng pelan.

" tapi iqbaal ngakunya putus tadi pagi "

Duaaarrrr.....

Puluhan belati seperti menancap secara bersamaan di dalam relung hati terdalamnya. Sebegitu mudahnya kah iqbaal melepas nya begitu saja, padahal ia hanya meminta untuk menjaga jarak saja. Tapi kenapa justru pria itu menganggap bahwa hubungannya benar benar berakhir.

' apa selama ini, kehadirannya memang tidak dianggap penting oleh iqbaal. Apa ia hanya dianggap mainan oleh iqbaal '

Begitu banyak pertanyaan yang tiba tiba saja bermunculan dari dalam otaknya, namun yang bisa ia lakukan saat ini adalah, menangisi iqbaal. Menangisi setiap detik waktu yang pernah ia habiskan bersama iqbaal, namun tidak dianggap penting oleh iqbaal.

' apa memang iqbaal sudah sejak lama menginginkan hubungannya berakhir, hingga saat ia meminta untuk menjaga jarak bersama pria itu, pria itu justru menganggap nya lain. Jika memang benar, salah nya dimana '

Salsha menggelengkan kepalanya pelan, membiarkan wajah cantiknya kembali di basahi oleh air matanya yang belum mengering sempurna. Terlalu banyak kejutan yang terjadi hari ini. Padahal ia ingat, dua hari lalu hubungannya dengan iqbaal masih baik baik saja.

Steffi merentangkan kedua tangannya, memeluk salsha erat, " gue udah bilang, iqbaal gak pantes buat lo tangisin. Kalo memang mau nya dia untuk putus, ya udah berarti memang benar tebakan gue kalo dia gak bener bener sayang sama lo. Dia gak berjuang buat hubungannya sama lo. Banyak kok cowok yang lebih baik dari iqbaal. Lo tinggal pilih aja mau model yang kayak apa " ujar steffi, tepat di telinga sahabatnya.

Salsha tidak terlalu menghiraukan steffi, pikirannya saat ini hanya tertuju pada iqbaal. Dan apa yang iqbaal pikirkan.

***

Iqbaal berjalan melewati lorong demi lorong ruang kelas di penjuru sekolah. Entah apa yang akan di lakukannya. Pandangan matanya terhenti saat mendapati salsha tengah berjalan beriringan bersama steffi, sahabatnya dari arah yang berlawanan.

" iqbaal " ujar salsha lirih, gadis itu menghentikan langkahnya saat telah benar benar berada dekat dengan iqbaal. Pria itu menatap salsha lekat lekat, namun tidak bereaksi apa apa.

" sorry gue ada urusan " ujar iqbaal, pria itu melangkahkan kakinya melewati salsha juga steffi begitu saja. Gadis itu menatap sendu kepergian iqbaal.

Steffi menarik pergelangan tangan salsha, membawa gadis itu untuk segera pergi dari tempat nya berdiri agar sahabatnya itu tidak terlalu memikirkan pria tidak berakhlak seperti iqbaal.

" jangan nangis disini " ujar steffi, di tengah perjalanannya menuju perpustakaan.

***

Bel tanda berakhirnya kegiatan belajar mengajar telah berdentang lebih dari 10 menit yang lalu. Caitlin berdiri di hadapan ruang kelas IPS. Tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menemui karel dan mengajaknya pulang bersama.

Lebih dari beberapa hari terakhir, hubungannya dengan karel semakin intens. Keduanya bahkan sering menghabiskan waktu bersama. Bahkan banyak yang mengira jika keduanya berpacaran.

" hai sal " sapa caitlin saat gadis yang ia panggil dengan sebutan salsha itu keluar dari dalam ruang kelas di temani steffi, yang senantiasa berdiri di seberangnya.

Salsha menghentikan langkahnya tepat di hadapan caitlin, wajahnya masih terlihat sendu seperti tadi. Gadis itu menyunggingkan senyumnya, terlihat sinis " gak usah sok care sama gue, lo seneng kan liat hubungan gue sama iqbaal berantakan kayak gini " ujar salsha, sedikit membentak.

Hello, Dear | Iqbaal Ramadhan ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang