Tahun 2024 di Tokyo, MoonBucks Cafe
"APA?!"
"K-kau serius?" Eli tampak ragu.
"Tentu saja! Kau anggap kata-kataku ini gurauan?" Jawabku kesal.
Mata Honoka berbinar-binar. "Nico-chan, itu hebat! Aku juga ingin! Anu, kalau boleh tolong kirimkan aku ke masa SMA dulu agar aku dapat memperbaiki nilai-nil-"
BUGH!
"Uwaa!! Umi-chan, sakiit!" lalu mengelus kepalanya yang benjol.
"Bukan itu yang harus dibahas," terang Umi.
"Nico." Umi menoleh padaku. "Apa teman-teman di labmu tahu?"
Aku meneguk ludah, tak menyangka Umi akan bertanya sampai situ. Hanya menggeleng pelan.
Tatapannya menajam. "Kalau begitu kau jelas tahu ini sangat beresiko dan melanggar peraturan."
Sial. Aku lupa anak ini juga seorang ilmuwan sama sepertiku.
"Apa yang membuatmu ingin kembali ke masa lalu, Nico-chan?" tanya Kotori.
"Benar-benar! Rin juga ingin tahu nyaa!"
Semua diam, menunggu jawabanku.
Aku menundukkan kepala. "Aku.." meremas rok. "Ingin bertemu dan mengembalikan Maki." sambil memalingkan wajah. Tak ada pilihan lain selain jujur.
Beberapa detik, hening.
"Maki... -chan?" suara Hanayo bergetar pelan.
Begitu menoleh kembali dan melihat wajah mereka, aku baru sadar kalau ucapanku berakibat besar.
"Nico-chi.. kau masih memikirkannya?"
"Nico-chan..."
Eli menghela nafas. "Kami mengerti, tapi.. kurasa sudah saatnya kau merelakannya."
Merelakannya? Bagaimana mungkin? "Tapi aku harus mengembalikannya, karena.." terdiam sebentar, menatap lantai keramik ruangan. Teringat beberapa kejadian lalu.
"Karena?" tanya Rin.
"Aku yang harus bertanggung jawab," sambungku. Tangisan orangtua dan keluarganya juga yang lain, itu adalah karena perbuatanku. Jika merelakannya, seolah aku tak menganggap serius hal tersebut.
"Berapa kali kukatakan, ini bukan salahmu, Nico-chi." ucapan Nozomi membuyarkan lamunan. "Jangan berpikir kalau kaulah penyebab-"
Aku bangkit dari duduk, menggertak meja. "Kalau bukan aku lantas siapa? Uji coba dan mesin itu semuanya adalah hasil dari pemikiran dan tanganku. Mesin yang telah merenggutnya.. itu milikku. Karena aku, Maki jadi.." tak dapat kulanjutkan lagi kata-katanya.
Eli berusaha menahanku. "Nico, kurasa perasaan kita sama. Kami sama kehilangannya sepertimu. Tentu saja tanpa kehadiran Maki, terasa ada yang kurang. Sosoknya begitu penting, dan membuat kita semua merindukannya." suaranya melembut. "Jika kau memang sangat sayang padanya, tidak perlu melakukan hal seperti ini. Cukup yakin, bahwa ia masih hidup di dalam sini." Menunjuk dadanya, letak hati berada.
"Sama?"
"Ni-Nico.."
Emosiku melonjak, "Kalian.. mana mungkin mengerti?! Rasa yang kualami sekarang berbeda. Perasaan bersalah yang terus mengantui.. apa kalian juga merasakannya? Tidak kan?! Aku.. aku.." berusaha menahan tangis.
"Kembalikan putriku!! Maki! Kumohon.. maafkan Papa..."
"Telah membunuh seseorang."
Semuanya terkejut, Nozomi ikut bangkit dari duduk. "Nico-chi, kau-"
Secepat mungkin aku mengambil tas, bersiap pulang. "Aku.. akan tetap melakukannya!" ini menyebalkan. Aku datang untuk mendapat dukungan, tapi mereka malah memojokkan dan menentangku.
Greb!
Tanganku ditahan, oleh Nozomi. "Dengarkan aku, Nico-chi. Satu hal yang perlu kau ingat baik-baik. Ini bukan salahmu." kemudian ia melepasnya.
Di Rumah, lima jam setelahnya
Aku melangkah pelan menuju lantai bawah, memasuki kamar khusus penelitianku. Berganti baju, mengatur beberapa alat dan memastikan semua aman. Kemudian tinggal duduk di kursi khusus dan memasang alat pengendali pikiran di kepala.
Ini merupakan percobaan pertama sekaligus terakhirku. Sekali memasang alat ini, maka hidupku akan bergantung padanya, hidup atau mati.
Sebelum memasangnya, aku sedikit murung dan gugup. Tapi sesuai kata Ayah, tetaplah tersenyum!
Hmmph.. baiklah. Apapun yang terjadi, aku akan tetap tersenyum, karena sesungguhnya.. perjalanan ini baru saja dimulai. Perjalanan panjang mantan idol dan ilmuwan nomor satu di dunia, Yazawa Nico!
Fyuuh.. kuharap semua berjalan lancar. Meski sebenarnya akulah yang egois, tapi jika berhasil mengembalikan Maki, ini akan benar-benar melegakan.
Kumohon, berikan aku kesempatan, satu kali lagi. Untuk melihat wajah dan senyumannya. Satu kali.. saja.
Oke, tunggu aku, Maki!
KAMU SEDANG MEMBACA
NicoMaki: Again
Fanfiction"Kalau begitu biar aku saja." Kata itu, harusnya kutahan. Kata yang langsung membuatku senang dalam satu detik, namun juga membuatku menyesal setelahnya. Benar. Ini semua salahku. Akulah yang menciptakannya. Karena akulah, ia hilang, dan tak pernah...