"Dan pelakunya adalah kau, Yazawa Nico."
"Tunggu! Aku tidak membunuhnya!" Kataku protes. "Dan untuk apa aku membunuh gadis itu? Ia adalah juniorku yang jenius dan merupakan anak emas di lab. Tak mungkin juga ada yang mau membunuhnya!"
"Jujur saja. Kau iri bukan? Kau iri dengan Kahua hingga berniat membunuhnya!!"
Penyakit Ibu-ibu jaman sekarang, suka asal nuduh. Tolong jangan suka menyebar berita hoax, Bu!
"Kau membuat GTT dan berusaha menghancurkannya!"
"Bukan aku!"
"Jangan bohong!. Di malam itu kau mengaktifkan GTT dan sengaja mendorongnya hingga ia ter-'reset' dari dunia! GTT hanya bisa diaktifkan oleh orang-orang yang memiliki aset tertentu. Dan ilmuwan terakhir setelah Kahua yang tinggal di laboratorium Toori dan bisa mengaktifkan GTT adalah Yazawa Nico, si ketua umum. Itu berarti kaulah satu-satunya yang bisa membunuhnya!"
"Tapi sungguh, bukan aku yang membunuhnya!"
"Cepat mengaku sebelum kuhabisi kau!"
Dasar keras kepala!
"Sudah kubilang bukan aku yang membunuhnya! Lagipula orang terakhir yang tinggal di labiratorium Toori itu-"
"Hei, Nico-chan."
"Ada apa?" Aku berbalik kebelakang.
"Boleh aku tinggal sebentar lagi disini?"
Aku menatapnya heran. "Untuk apa? Laboratoriumnya sudah mau ditutup."
"Aku ingin mempersiapkan diri lagi untuk besok. Aku takut ada yang kurang nantinya. Lagipula masih ada Kahua kan di dalam?"
Aku menatapnya dengan sedikit ragu. Namun akhirnya kuberikan juga kartu aksesnya. "Itu kartu berharga yang bisa mengakses ruangan dan mesin apa saja. Untuk sekali ini saja kupinjamkan. Berhati-hatilah dalam menggunakannya. Besok jangan lupa dikembalikan."
Dia menatap sebentar kartu itu, lalu mengambilnya dari tanganku. "Oke, terima kasih."
"Jangan lama-lama ya, Maki!" Aku melambaikan tangan.
"Ya, aku mengerti."
Maki. Makilah yang terakhir berada di laboratorium itu bersama Kahua.
T-tunggu.
Aku melirik Maki di belakang. Tidak mungkin Maki yang..
Tapi Maki memiliki kartu aksesnya.
"Bodoh! Bodoh! Bodoh!" Kupukul kepala sendiri. Bu Teku dan Maki melihatku bingung.
Maki tidak mungkin membunuh Kahua!
"Akui saja. Itu pasti kau." Bu Teku mulai bicara lagi.
"Aku tidak tahu siapa pelakunya, yang jelas tolong singkirkan benda itu."
Bu Teku melirik pistolnya, kemudian tersenyum. "Maaf, sepertinya aku tak bisa."
Dor!
Satu tembakan meluncur. Aku dan Maki cepat menghindar.
"Maki, berlindunglah di balik tembok besar itu." Bisikku di tengah-tengah ketegangan.
"Lalu bagaimana denganmu?"
"Ada yang harus kubereskan disini."
Maki tampak tak setuju, hendak membalas tapi Bu Teku cepat menembak lagi, membuat kami terpaksa berpisah. Maki segera berlindung, seperti kataku. Sepertinya Bu Teku juga tak peduli dimana Maki. Ia kelihatan sangat mengincarku.
KAMU SEDANG MEMBACA
NicoMaki: Again
Fanfiction"Kalau begitu biar aku saja." Kata itu, harusnya kutahan. Kata yang langsung membuatku senang dalam satu detik, namun juga membuatku menyesal setelahnya. Benar. Ini semua salahku. Akulah yang menciptakannya. Karena akulah, ia hilang, dan tak pernah...