10-FAKTOR

6 1 0
                                    

Pria bertubuh jangkung itu memasuki perkarangan rumahnya sehabis dari warber, hari ini memang sangatlah melelahkan baginya. Raka memarkirkan kendaraan bermotornya tepat di garasi. Melihat ada mobil di garasinya membuat dahinya berkerut bingung, Seperti kenal dengan mobil itu. Raka tidak mau mengambil pusing lantas memasuki dengan seragam yang acak acakan. Baju di keluarkan dasi yang sudah tidak di pakai dan rambut yang sama seperti bajunya kusut.

Ketika sudah masuk dia melihat abangnya alda yang sedang duduk di depan tv sambil memegang laptopnya. Raka berjalan menuju tangga, ketika baru beberapa langkah Raka mendengar suara yang tidak asing lagi.

"Dari mana aja kamu Raka?" tanya ayahnya.

"Warber," jawabnya singkat dan melanjutkan jalanannya.

"Raka kamu gak kangen sama mama?"

Deg

Jantungnya langsung berhenti Seketika, ketika mamanya memanggil ada rasa tidak suka. Mengingat mamanya datang kembali ke rumahnya. Mengapa harus sekarang ketika mood nya sedang baik. Raka benar benar murka di rumah yang sudah bertahun tahun di tinggalkan di pijakan kembali oleh mamanya. Raka tidak mau mengambil pusing dan tidak mau juga berdebat lebih baik dia tidak menyahuti dan pergi.

"Raka kamu tidak sopan, seharusnya kamu menyahuti mama kamu!" titah ayahnya yang kesal. Mengingat Raka yang enggan menyahuti.

"Dia bukan mama Raka,"

Ayahnya menggeram kesal. "Jaga ucapan kamu Raka!"

mamanya tampak menenangkan suaminya. Bisa di lihat dari ekor mata Raka, alda yang kini sedang mengerjakan skirpsinya lun terganggu atas perdebatan keluarganya. Mau tidak mau dia harus harus tidak ikut campur kalo tidak mau di damprat ayahnya. Hanya bisa memenangkan kalo semisal ada apa apa.

"Sudah, kalo Raka tidak ingin melihat aku. Bisa lain kali," jawab mamanya.

Raka yang menghiraukan percakapan itu lantas ke atas ke kamarnya dia benar benar badmood . moodnya kali ini buruk, Raka segera membersihkan diri lalu berjalan ke arah balkon untuk merokok untuk menghilangkan rasa penatnya menatap matahari yang begitu terik hingga bentar lagi terlihat senja yang menengelangkam.

Pintu terbuka menampakan abangnya alda yang ikut nimbrun di balkon. Ada rasa tidak enak mengingat dirinya yang jarang sekali mengobrol bersama abangnya karna kesibukan masing masing.

"Masih ngerokok? Berapa batang?" tanyanya yang sembari duduk di sampingnya.

"Dua,"

terdengar helaan napasnya setiap melihat tingkah Raka yang begitu acuh. "Mau sampe kapan? gue tau lo capek, gue pun gitu."

"Ngapain mama ke sini?" tanya Raka yang menghisap rokoknya lalu mengeluarkannya.

"Ada acara, lo besok malem ikut ke pesta keluarga kakek ngundang kita."

"Gue gaikut,"

"Lo boleh marah sana mama, enggak sama kakek. Dia berusaha buat keluarga kita kumpul, kali ini turutin perintahnya buang ego lo jauh jauh,"

"Lo aja bang, gue gaminat. Nanti gue bilang sama kakek sendiri." jawab Raka yang mematikan rokoknya.

"Ka, lo gaboleh egois. Pentingin keluarga kita, belum tentu umur kakek bisa panjang." sahut alda tetap bersabar.

Raka menghela napasnya pelan lalu berjalan menuju pagar batasan balkon dengan kedua tangannya yang di tumpu ke atas pagar sembari mengusap usap mukanya dengan kasar. Raka bingung di lain sisi dia juga tidak mau membuat kakeknya kecewa. Di sisi lain dia tidak mau bertemu dengan mamanya.

ROAR √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang