14 | pluvios

224 38 4
                                    

Setelah kejadian kemarin ke psikiater, mereka jadi tidak terlalu banyak mengobrol lagi, Siyeon yang biasanya iseng pada Jeno juga sekarang masih murung sesekali.

Namun keinginan Siyeon sebelumnya yang menginginkan perhatian Jeno meski hanya sedikit pun sekarang terpenuhi. Kalau biasanya Siyeon yang curi-curi pandang, sekarang Jeno yang sering diam-diam memperhatikan gadis ini.

Bukannya apa, karena sangat kelihatan bahwa Siyeon masih kepikiran dengan kenangan buruk mereka.

Tapi memang sepertinya semesta lebih suka yang seperti ini. Lebih suka ketika mereka saling memperhatikan tanpa mereka ketahui, lebih suka ketika saat satunya sedih maka satu yang lain menguatkan.

Semesta dan isinya selalu suka pemandangan seperti ini, iya kan?

Jeno melihat Gowon dan Siyeon seolah bertukar kebiasaan. Gowon menjadi lebih leluasa menunjukkan ekspresinya, sedangkan Siyeon sekarang menahan kuat-kuat.

Jeno jadi khawatir, bagaimana kalau gadis itu jatuh sakit?

Itulah yang membuat Jeno sangat tidak ingin membahas kejadian tiga tahun silam dengannya. Karena ini bukan hanya tentang Jeno yang kehilangan Mamanya, bukan hanya Jeno yang memiliki trauma, tapi Siyeon juga dapat merasakan sakitnya, seperti sekarang.

Padahal Jeno sudah memaklumi semua alasan yang mungkin dimiliki Tuhan untuk melakukan hal itu pada mereka bertiga. 

Maka dari itulah, Jeno tidak akan pernah mau jika ingatannya dihapus sebagian hanya untuk kebahagiaannya. Ia harus mengingat setiap bagian kejadian itu agar ia paham mengapa dirinya hanya hidup berdua dengan Papa.

Siyeon tidak salah apapun, dari sisi manapun tidak akan ada yang dapat menemukan kesalahan Siyeon saat itu. Siapa yang tidak trauma dengan kejadian seperti itu? Apalagi mereka masih kecil. Siyeon juga terbangun dengan kegelapan dalam penglihatannya, siapa orang yang tega melihat histerisnya anak kecil saat itu?

Pilihan untuk menyembunyikan ingatan itu sementara adalah pilihan yang tepat, bisa kok dimunculkan lagi jika pemilik tubuh sudah siap. Seperti sekarang, meskipun jadi membuat gadis itu sedih.

Awalnya Jeno malah berpikiran yang tidak-tidak, karena itu ia menjemput Renjun. Ia takut kalau Siyeon tiba-tiba pusing lalu muntah atau kejang-kejang, ia juga tidak tahu kenapa pikirannya mengarah kesana, hanya khawatir saja.

Haechan dan Jaemin protes karena tidak diajak juga padahal mereka berdua ada jadwal les malam kemarin, lagipula untuk apa ramai-ramai ke psikiater, nanti dikira ajang demo.

___

Kondisi keduanya masih sama seperti itu hingga ujian berakhir dan di hari Minggu Jeno berinisiatif pergi ke rumah Siyeon.

Ia meraih ponsel dan menelepon gadis itu,

"Halo Yeon, lagi di rumah gak?"

"Iya, kenapa Jen?" jawab gadis itu dari seberang sana

"Sibuk?" 

"Nggak, disuruh jaga rumah sama Papa"

"Papa kamu kemana emangnya?"

"Gak tau, nanya mulu deh kenapa? Mau kerumah?" 

Jeno terkekeh

"Iya hehe, aku kesana ya"

Sambungan telepon dimatikan, Jeno langsung melaju ke rumah gadis itu.

Sesampainya disana ternyata sudah ditunggu Siyeon yang duduk di ruang tamu. Jeno melihat gadis itu masih menggunakan piyama tapi wangi sabun sudah tercium, berarti ia sudah mandi.

Pluvios [2]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang