Calon Makmumku

711 56 2
                                    

Setelah berbincang-bincang dan berbagi cerita di rumah Fatimah dengan yang lain, gue memulangkan diri ke rumah sekitar pukul 4 sore. Gue yakin kepulangan gue kali ini bakal disambut dengan siraman kalbu dari Mama yang kata bokap udah sampai di Jakarta setelah kepergian gue tadi pagi.

Gue meneguk ludah dengan susah payah saat melihat nyokap lagi berdiri di depan rumah dengan mata yang melotot ke arah gue. Pelototan yang secara gratis nyokap kasih ke gue, tanpa perlu diminta.

Setelah memarkir rapi si oranye di garasi, gue melangkah dengan beratnya menuju teras rumah dan berdiri di hadapan nyokap, "A-Assalamualaaikum," ucapan salam gue hanya disahut oleh Mama dengan sebuah gumaman berupa salam yang hanya bisa gue dengar seorang diri.

Fix, gue bakalan mati di tempat kalau kayak gini mah.

"Mama udah--"

"Kamu dari mana aja sih, Ray?! Seharian kamu keluyuran gak kasih kabar ke Mama atau Papa. Ditelpon gak nyahut. Mama khawatir kamu kenapa-napa, Rayhan!" Tanpa diduga Mama menangis tersedu hingga beliau jatuh ke lantai. Ada rasa senang sekaligus sedih menjalar di hati gue.

Senangnya, gue akhirnya bisa merasakan rasa khawatir dari Mama dan mendapatkan omelan yang selama ini sangat pengen gue rasakan. Gue memang aneh, disaat anak-anak yang lain gak mau mendengar omelan dari emaknya, gue malah mendambakan omelan itu dari beberapa tahun yang lalu.

Dan sedihnya, dengan rasa khawatir yang dimiliki Mama kepada gue, Mama jadi nangis kayak sekarang.

Gue merengkuh Mama untuk membawa ke pelukan gue, "Maafin, Ray, Ma. Maafin Ray udah bikin Mama khawatir. Ray gak bermaksud buat Mama khawatir kayak gitu."

"Lain kali harus kabarin Mama ya kalau mau pergi ke suatu tempat." Mama meraup kedua pipi gue dengan sorot mata memohon. Tentu saja hal itu gue angguki dengan antusias.

Gue bangkit bersamaan dengan Mama lalu berjalan masuk ke dalam rumah yang ternyata sudah terdapat Papa yang kwlihatannya sedang menunggu kami di ruang tamu.

"Kamu dari mana, Ray?" Tanya Papa dengan wajah acuh tak acuh. Lagaknya kayak cewek yang lagi cuek sama doinya, padahal dalam hati bokap gue ini khawatir juha, wkwk.

"Ke rumah calon makmum." Sahut gue tanpa beban lalu mendaratkan bokong gue di sofa empuk berwarna krim yang terdapat di ruang tamu.

Namun, ada yang menjanggal ketika gue sudah duduk dengan sempurna di sofa. Gue merasa tengah diperhatikan oleh nyokap dan bokap gue sendiri. Benar aja, ketika gue mendongak untuk memastikan, Papa dan Mama lagi menatap gue dengan tatapan tak percaya. Gue jadi takut sendiri, emang ada yang salah ya dari gue?

"Ma, Pa, kenapa si ngeliatan Rayhan kayak ngeliat hantu kayak gitu?"

Mama dan Papa mengerjapkan mata secara bersamaan. Gue jadi parno sendiri, muka gue sekarang emang kayak arwah atau gimana sih sampai nyokap bokap gue kayak gini?

"Kamu bilang apa tadi?" Mama angkat bicara.

"Apa? Rayhan bilang apa?"

"Kamu tadi bilang ke rumah siapa?"

Gue memasang wajah cengo beberapa detik. Setelah itu, gue ber-oh ria lalu tertawa kencang. Akhirnya setelah loading yang cukup lama, gue mengerti kenapa Mama dan Papa gue tampak kebingungan kayak gini.

"Jadi gara-gara ucapan Ray tadi Mama sama Papa kebingungan kayak gini?" Gue mengusap pelan bahu Mama guna menenangkan beliau, "Ma, sebenarnya Ray udah mau bilang sama Mama dari lama. Ini juga jadi salah satu alasan kenapa Ray selalu merasa gak cocok sama cewek-cewek yang Mama kenalin ke Ray." Kedua tangan gue kini memegang bahu Mama lalu memutar badan beliau sedikit ke samping.

Sang Calon Makmum [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang