Sepucuk Surat dari Fatimah

460 54 9
                                    

Mungkin sepekan setelah acara perpisahan dilaksanakan, pengumuman akan kelulusan pun dikeluarkan. Alhamdulillah, seluruh siswa-siswi kelas 12 di angkatan tahun ini lulus secara menyeluruh.

Pengumuman kelulusan bisa diakses melalui website sekolah atau langsung menyambangi sekolah. Kebanyakan dari kami memilih untuk langsung menyambangi sekolah untuk memastikan apakah benar nama mereka ada di list lulus. Berbeda dengan gue yang memilih untuk melihatnya di website sekolah.

Sebenarnya Zainal sama Gara udah ngajak gue buat langsung ke sekolah aja, tapi berhubung hari ini kebentrok sama keberangkatan gue ke Bandung, makanya gue memilih untuk tetap stay di rumah dan melihat nama gue terpampang di list kelulusan website sekolah.

Bukannya sekarang gue udah sombong karena gak mau kumpul sama temen-temen gue lagi. Gue malah mau banget, tapi keadaan yang gak memungkinkan kayak sekarang menjadi penghalang.

Mobil milik Mama yang bertugas mengantar gue ke Bandung udah siap dari beberapa menit yang lalu. Bahkan saking antusiasnya Mama dengan keberangkatan gue ke Bandung, beliau rela bermalam disini demi menunggu pergantian hari kemarin ke hari ini.

"Gimana, Ray?" Mama masuk ke dalam kamar gue dengan wajah penasarannya lalu menempatkan diri di samping gue yang kebetulan lagi duduk di pinggir ranjang.

Gue tersenyum semanis mungkin ke arah Mama menandakan bahwa gue resmi lulus dari jenjang SMA dengan nilai yang cukup memuaskan, "Alhamdulillah, lulus, Ma."

Mama langsung meluk gue sambil mengusap pelan kepala gue. Selama Mama kembali setelah memutuskan cerai sama bokap beberapa waktu Yang lalu, gue mendapatkan apa yang gue dambakan selama hampir 11 tahun belakangan.

Mulai dari kasih sayang, usapan kepala, pelukan hangat khas ibu, dan banyak lagi yang gak bisa gue ungkapin dengan kata-kata.

Hubungan Papa sama Mama pun membaik walaupun keduanya tidak memilih jalan rujuk, tetapi dengan keduanya tak bertengkar seperti dahulu pun sudah bikin gue bahagia.

Disela pelukan yang tercipta antara gue dan Mama, Papa tiba-tiba datang ke kamar gue dengan langkah tergesa, "Ray, gimana hasilnya?"

Gue melepas pelukan Mama lalu menarik bibir dan mencetak senyum disana, "Anak Papa yang ter-gans seantero Jakarta ini udah lulus SMA!" Ucap gue menggebu-gebu sambil menambahkan embel-embel gans ditengah-tengah kalimat. Emang ya, tingkat kepedean gue itu gak ada yang bisa ngalahin.

Masih di ambang pintu kamar gue dengan wajah cengonya, Papa cuma memberi respon 'oh' setelah mendengar pernyataan yang gue berikan lalu turun kembali ke lantai bawah.

Untung bokap, kalau itu Zainal atau Gara, mungkin dari tadi cuma kata-kata umpatan yang keluar dari mulut gue.

Mama yang melihat kelakuan Papa barusan cuma bisa geleng kepala sambil menepuk pelan punggung gue, "Papamu emang gitu. Diluarnya aja sok biasa aja, padahal dalam hati seneng luar biasa."

"Pantesan Mama gak betah sama Papa, wong gak bisa ngekspresiin sesuatu yang bahagia gitu, kok." Celetuk gue ngasal yang langsung dapat toyoran free dari Mama.

"Kamu ini, gitu-gitu juga Papa kamu masih ngisi hati Mama--"

"Mama masih suka sama Papa?!" Seru gue yang langsung bikin Mama ngacir keluar dari kamar karena udah tercyduk masih nyimpan rasa sama Papa.

Ah, bener-bener punya nyokap bokap kelakuannya kayak orang yang dilanda kasmaran aja.

Berhubung bokap nyokap udah di lantai bawah, gue langsung nyusul mereka buat siap-siap berangkat ke Bandung dan pamitan sama Papa. Tapi, pas gue sampai lantai bawah, tiba-tiba. . .

Sang Calon Makmum [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang