Play now : Bidadari Surga (cover) Syakir Daulay ft Adiba Khanza🎶
Setelah kejadian malam itu, esok harinya gue beserta nyokap dan bokap melamar Fatimah secara resmi dan hanya mengundang keluarga besar dari pihak gue dan Fatimah serta teman-teman terdekat.Mencapai di titik ini dulunya hanyalah sebagai angan belaka bagi gue. Mengingat Fatimah adalah salah satu perempuan yang patuh akan hukum agama, sedangkan gue hanya seorang laki-laki biasa yang jauh dari kata baik. Bisa dikatakan gue adalah seorang pendosa.
Sebelum gue mengenal Fatimah, gue gak pernah lagi melakukan sholat semenjak kerenggangan yang terjadi antara Mama dan Papa. Setiap hari mereka bertengkar, maka setiap hari juga gue selalu menyalahkan Tuhan. Ya, gue memang bodoh kala itu. Seperti yang gue bilang, gue jauh dari kata laki-laki baik.
Namun, semenjak gue mengenal Fatimah, hati gue berdesir untuk melakukan sebuah perubahan. Gue tahu itu salah. Segala sesuatu itu harus diniati karena Allah Ta'ala, bukan karena makhluk-Nya. Tapi karena kurangnya pengetahuan gue tentang agama kala itu, gue jadi tak terpikirkan hal itu.
Hingga hari demi hari terus berjalan. Gue menjalani keseharian gue dengan bahagia dengan kehadiran Fatimah di hidup gue. Semakin gue sering berinteraksi, keingin tahuan gue tentang Islam semakin membara hingga sedikit demi sedikit gue mencari-cari hal-hal yang gue pertanyakan di internet.
Dan akhirnya, gue tahu kalau segala sesuatu kalau kita niatkan karena Allah tanpa mengharap imbalan apapun dari-Nya, Insya Allah semuanya akan berjalan lancar dan keikhlasan itu akan muncul dengan sendirinya.
Jadi, gak ada alasan gue untuk tidak menempatkan sebutan calon makmum untuknya. Memang terdengar berlebihan, tetapi sekali gue memberi sebuah sebutan kepada orang, maka akan gue pertanggung jawabkan.
Setelah acara lamaran kemarin, gue baru tahu jika selama ini Fatimah juga merasakan hal yang sama dengan gue. Hari itu gue baru tersadar dengan pernyataan Furqan waktu itu. Ternyata laki-laki yang Fatimah tunggu adalah gue.
Selama ini dia menunggu pembuktian gue akan meminta restu dari Abinya. Ah, maafkan aku, Fatimah. Kala itu aku benar-benar dipenuhi rasa bimbang hingga aku tak bisa berfikir jernih.
Tepat seminggu setelah acara lamaran dilakukan, acara pernikahan antara gue dan Fatimah akan dilaksanakan. Dan itu bertepatan dengan hari ini!
Ya Allah, jangan tanya lagi seberap gugupnya gue kali ini. Bahkan kalimat ijab qabul yang udah gue hafalin beberapa hari ini seketika jadi sedikit buyar karena saking gugupnya.
"Gimana sih lo sampai lupa kalimat ijab qabulnya? Dibawa rilex aja, bro. Jangan terlalu gugup kayak gini." Zainal menepuk bahu gue dengan keras hingga keluar sebuah ringisan dari mulut gue.
Enak banget itu mulut ngomong kayak gitu. Dia belum aja ngerasain gimana gugupnya saat dia mau ngucap ijab qabul nanti. Kalau sampai Zainal kayak gini nanti, gue bakal jadi orang pertama yang ketawanya kenceng.
"Entar kalau lo mau nikah sama Adeera, lo bakal rasain gimana gugupnya elo sebelum proses ijab qabul berlangsung."
Gara yang saat ini berdiri tepat disebelah gue langsung membungkam mulut gue dengan selembar kertas yang sudah dihiasi dengan kalimat ijab qabul menggunakan tinta hitam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sang Calon Makmum [SELESAI]
Teen Fiction"Ini tasbih buat kamu biar sehabis sholat kamu nggak ngelupain dzikirannya." Fatimah memberikan sebuah tasbih kecil berwarna kecoklatan yang gue terima dengan keterkejutan. Itulah salah satu kenangan yang diberikan oleh Fatimah, perempuan berhijab y...