03 : Wenny Kharisma

99.5K 11.3K 610
                                    

"Ganteng ya Wen." Mbak Mayang menyenggol lenganku. Kami sedang mengikuti kegiatan seminar bersama pelaku usaha kecil menengah. Gilang Singgih, pria itu sedang menjelaskan materi tentang strategi pemasaran. Dia juga memberikan beberapa contoh product dengan kemasan yang layak dan menarik.

Mbak Mayang menjawili tanganku, membuatku melihatnya dengan dahi mengernyit. Gerakan mata Mbak Mayang membuat kode ke arah Gilang. Aku hanya diam saja dan kembali memperhatikan penjelasan Gilang.

"Sudah mau selesai Mbak," bisikku pada Mbak Mayang. Aku berdiri dan berjalan sambil menunduk. Aku ingin ke mobil, mengambil beberapa kotak kue yang tersisa untuk diberikan ke aparat kelurahan sini.

"Kamu saja yang tungguin Pak Dosen Ganteng. Urusan kue kotak Mbak saja." Mbak Mayang mencegat tanganku, dia menarikku agar duduk kembali.

Aku mendelik pada Mbak Mayang yang justru cengengesan. Dia berdiri dan berjalan keluar dari aula kelurahan. Aku hanya bisa menggeleng pelan dan menikmati acara tanya jawab sesi terakhir.

Gilang Singgih, namanya terus teringat olehku semenjak kejadian beberapa minggu lalu. Saat itu aku sedang terlibat cekcok dengan Mas Febri. Aku saat itu pergi ke minimarket ingin membeli pembalut, justru bertemu dengan Mas Febri. Gilang lah yang membantuku untuk bisa lepas dari Mas Febri.

Aku bangkit dari duduk saat pembawa acara menutup sesi seminar. Aku langsung berjalan menuju ke depan, sedangkan peserta seminar berbondong keluar aula kelurahan. Ada pula yang menyapa Gilang dan mengucapkan terima kasih.

"Pak Dosen sudah punya Istri?" Seorang ibu peserta seminar bertanya, ada dua orang temannya yang bergabung mendengarkan.

Entah kenapa aku justru menatap Gilang yang tersenyum mendengar pertanyaan si ibu. Aku juga penasaran sebenarnya, bagaimana sosok seorang Gilang. Jika sudah punya istri bagaimana istrinya, pasti sangat cantik.

Gilang tidak menjawab pertanyaan si ibu, dia benar-benar hanya tersenyum dan justru membungkuk sedikit. "Saya pamit dulu ibu-ibu, ada jadwal ngajar lagi soalnya," tuturnya.

Aku langsung membungkuk berpamitan pada para ibu-ibu, menepuk pelan pundak Aldi untuk dia membereskan peralatan kami. Kini aku mengikuti Gilang dari belakang, langkah kaki Gilang cukup lebar sehingga membuatku sulit mengejarnya.

"Pak Dosen," panggilku sedikit keras, aku meringis pelan saat melihat beberapa orang di sekitar koridor aula melihat ke arah kami.

Gilang berhenti berjalan, dia berbalik melihatku. Alisnya naik sebelah saat melihatku berhenti di depannya. Seolah-olah bertanya 'ada apa' tanpa suara.

Aku berdeham pelan. "Mau minta dokumentasi foto terakhir bersama panitia, Pak," jelasku.

Gilang menganggukkan kepalanya. Akhirnya kami kembali masuk ke dalam aula, sudah ada Aldi, Mbak Mayang dan beberapa panitia lainnya. Kami meminta bantuan salah seroang aparat kelurahan yang kebetulan membantu untuk memfoto kami semua di bawah spanduk seminar.

Setelah berfoto, Gilang langsung pamitan untuk pergi. Mbak Mayang kembali menjawili lenganku. "Di jarinya nggak ada cincin Wen. Pepet deh pepet," bisik Mbak Mayang.

Aku tersenyum tipis dan berkata, "Aku sudah dijodohkan Mbak."

"What? Sama siapa Wen? Ganteng? Orang mana?" tanya Mbak Mayang beruntun membuatku menggodanya dengan menaik turunkan alisku. Aku tidak menjawab apa pun pertanyaan Mbak Mayang dan lebih memilih membantu Aldi membereskan aula kelurahan.

∞∞∞

Aku sampai di rumah saat Ibu sedang menonton televisi, sedangkan Ayah ada di taman belakang. Beliau sepertinya sedang bermain dengan Keiko –Ayam Jepang peliharaan Ayah.

My Reason of Love (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang