"Tumben Mas mau ke rumah Ibu? Biasanya nggak mau karena takut merepotkan," tanyaku sambil melirik Gilang yang duduk di sebelahku.
Aku dan Gilang sedang bersiap akan tidur, tadi sore Gilang menjemputku bersama Pak Darman. Siang tadi Ibu mengirim chat kalau Gilang main ke rumah, dia bersama Ayah bermain catur dan mengobrol sampai sore.
"Nggak papa, bosan juga di rumah aja. Sekali-sekali ngobrol sama Ayah. Udah lama juga nggak dengar suara kokokan Keiko." Aku tertawa mendengar sahutan Gilang. Sepertinya Gilang sudah tertular Putra dan Ayah yang kerap memperhatikan si Keiko.
Gilang mengambil posisi tidur, dia sepertinya lelah. Kondisi Gilang memang masih tidak begitu baik. Dia masih butuh istirahat yang cukup.
Aku melirik jam dinding, baru jam sembilan malam. Masih sempat untukku nonton drama satu atau dua episode. Aku sedang tertular Mbak Mayang, dia mencekokiku dengan drama asal China. Katanya koko-koko tidak kalah tampan dengan para oppa.
Aku memilih menonton drama china yang direkomendasikan Mbak Mayang. Katanya bercerita tentang game gitu. Pemainnya ganteng pakai banget, dilhat-lihat mirip Putra sih.
"Mau nonton drama?" tanya Gilang yang melihatku mengambil posisi, sementara layar tv sudah mulai menampilkan drama love 020.
"Mas kalau mau tidur duluan nggak papa," ucapku yang kini berbaring. Lampu kamar sudah dimatikan, hanya cahaya dari televisi yang berpendar.
Gilang, semenjak tangannya patah kini memilih tidur di sebelah kananku. Katanya agar bisa tetap memelukku dengan tangan kirinya. Aku sih fine-fine saja, selama dipeluk Gilang.
"Mas temani," tutur Gilang membuatku tersenyum tipis. Lima menit drama berjalan, Gilang akan langsung tertidur lelap.
Aku berbaring di sebelah Gilang, memeluk Gilang dan kepalaku berbantalkan tangannya sebelah kiri. Aku mendongak sejenak mengcup dagu Gilang yang sedikit kasar karena belum bercukur.
"Besok aku cukurin ya," kataku yang dijawab Gilang dengan gumaman.
Aku menarik senyum saat melihat Gilang yang matanya sudah mulai mengantuk. Dalam hati aku berhitung, saat hitungan ke sepuluh Gilang benar-benar menutup matanya. Aku tertawa tanpa suara, takut mengganggu Gilang.
Dengan Gilang yang tertidur, aku melanjutkan menonton drama. Memperhatikan wajah pemainnya yang tampan dan cantik. Jalan ceritanya juga ringan, tidak membuatku stres dalam menontonnya. Lumayan untuk selingan sehari-hari.
Tiba-tiba aku jadi ingin makan bubur ayam. Random sekali memang, padahal di drama tidak ada adegan makan-makan. Aku melihat Gilang yang tidur dengan pulas. Saat mengecek jam, sekarang sudah hampir setengah sepuluh malam.
Malam-malam seperti ini, dimana aku bisa mendapat bubur ayam? Minta buatkan Nayla saja apa ya? Tapi, setahuku di kulkas tidak ada ayam. Kalau tidak pakai ayam, bukan bubur ayam nanti jadinya.
"Mas ..."
Aku menepuk pelan pipi Gilang. Dia bergumam pelan saja.
"Mas ... Aku pengen makan bubur ayam," tuturku lagi.
Mata Gilang pelrahan terbuka, dia memang seperti itu. Tidurnya tidak begitu lelap semenjak sakit. Mudah sekali dibangunkan, sepertinya dalam tidur pun Gilang banyak pikiran.
"Bubur ayam?" Dahi Gilang mengernyit dan aku menganggukkan kepala. "Besok pagi saja ya, Mas nggak bisa carikan. Pak Darman juga sudah pulang," kata Gilang membuatku mencebikkan bibir.
Entah kenapa sedih saja mendengar ucapan Gilang. Aku menggeleng pelan, tidak mau menunggu besok pagi. Bayangan bubur ayam yang menggugah selera sudah terbayang-bayang olehku.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Reason of Love (Selesai)
Literatura Feminina(Spin Off Cinta Over Time, Bisa dibaca Terpisah) Wenny Kharisma, punya pengalaman pahit mengenai jatuh cinta. Sosok Wenny berubah, dari perempuan manja menjadi seorang yang pendiam dan terkesan dingin. Keluarga Wenny khawatir dengan kondisi Wenny sa...