Krist hanya bisa diam dan melirik sosok pria yang kini tengah memasuki kamarnya dengan membawa beberapa barang dalam genggaman tangannya. Hari masih terlalu pagi dan ia melihat siluet punggung Singto berjalan ke arah sudut ruangan dan meletakkan beberapa barang di atas meja. Pria itu juga membuka lemari pakaian dan terlihat menyusun sesuatu di sana. Krist yang menyadari hal itu langsung memosisikan dirinya sendiri untuk duduk, sembari mengucek matanya perlahan. Apa ia tengah bermimpi hari ini?
Kenapa bisa-bisanya Singto berada di sini?
"Untuk apa kau kemari?"
"Apa aku membangunkanmu?"
"Tidak juga, hanya..." Krist menggantungkan ucapannya, sembari menatap Singto yang terfokus dengan beberapa barangnya.
"Aku akan tidur di sini mulai hari ini." Pria itu mengatakannya dengan tak acuh.
Hingga raut wajah Krist menampilkan ekspresi tidak percaya pada apa yang dirinya dengar, ia menepuk-nepuk pipinya pelan, berharap bisa terbangun dari mimpi mengerikan ini, sangat mengerikan baginya ketika merasa Singto bersikap aneh, padahal kenyatanya tidak seperti ini. Krist terlalu lelah untuk menghadapi kenyataan yang sangat berbanding terbalik dengan khayalannya.
"Kenapa kau menatapku seperti itu? Ini kamarku, jika kau tidak suka aku di sini, silahkan pergi."
Singto menunjuk ke arah ambang pintu, sebelum mengalihkan perhatiannya pada hal lain, masih sibuk untuk merapikan beberapa barang yang dulu sempat dirinya pindahkan ke ruangan lain.
"Ck, tidak mau. Terserah saja kau mau tidur di di mana, aku suka di sini dan tidak mau pergi dari sini."
Pria itu membaringkan tubuhnya lagi, bahkan menarik selimut untuk menutupi sebagian tubuhnya, ingin melanjutkan lagi apa yang tadisempat tertunda karena kehadiran Singto, akan tetapi tepukan seseorang pada permukaan pundaknya itu membuat Krist melirikan ekor matanya pada sosok Singto dengan penuh tanda tanya. Pria itu tidak berniat mengusirnya dari sini, 'kan?
"Aku lapar."
"Kau pikir aku Ibumu, kenapa kau lapar harus melapor padaku."
"Buatkan aku sarapan."
Alis Krist bertautan seraya mengeluarkan senyuman menggoda ke arah pria itu, "Kau tidak takut memangnya aku akan memberikan obat perangsang ke dalam makananmu lagi?"
"Jika kau tidak tahu malu, maka lakukan saja."
Setelah mengatakan hal itu Singto melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkannya, hingga Krist mengangkat kedua bahunya tak acuh, meskipun ia tetap bangkit dari sana dan turun ke lantai bawah untuk membuat sarapan.
Meskipun Krist bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mengapa sikap Singto belakangan ini menjadi aneh, ini bukan halusinasi atau khayalan Krist. Ia merasa pria itu beberapa hari belakangan terlihat sering memperhatikannya dalam diam, Krist tahu tetapi ia mencoba untuk mengabaikannya saja.
Saat Krist sibuk mengambil bahan makanan dari dalam lemari pendingin, sebelum bersiap-siap untuk memasak, Krist mendengar derap langkah seseorang yang kini semakin mendekat ke arahnya. Begitu Krist mendongakkan kepalanya, ia melihat Singto tengah duduk pada mini bar sembari memainkan ponselnya. Krist tak mempedulikannya, bersikap seolah tidak menyadari tatapan seseorang yang tertuju padanya sekarang. Seolah ingin mengintai apapun yang dirinya lalukan.
Sedangkan dari tempatnya berada, Singto duduk sembari mengamati ponselnya serta sosok yang tengah berdiri beberapa jarak darinya secara bergantian. Singto hanya bisa memandangnya dalam diam, sebelum embusan napas meluncur dari kedua sudut bibirnya, untuk apa dirinya seperti ini sekarang?
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast [ Krist x Singto ]
FanfictionPernahkah kau tetap tersenyum dan menyembunyikan luka? memasang topeng baik-baik saja, hanya untuk bersama seseorang yang kau cintai? Bagi Krist mungkin ini karena salahnya, ini berawal darinya yang terlalu memaksa dan terobsesi pada seseorang, berh...