15| In Hot Water

4.1K 402 34
                                    

Ingar bingar musik yang di putar dengan sangat kencang pada ambang batas kewajaran tersebut menghiasi tempat remang-remang itu, cahaya asing yang berpendar kini menyatu dengan segalanya, menyisakan sosok pria yang sekarang hanya diam menikmati malamnya sendiri. Ekpresinya tampak muram, ia hanya menyesap gelas beningnya tanpa memperdulikan apa yang terjadi di sekitarnya.

Singto tak tahu, mengapa hanya karena seorang pria pikirannya mendadak menjadi kacau, segalanya tampak asing untuknya, seolah ini bukan dirinya sendiri, seolah ada sesuatu yang mengendalikan pikirannya. Singto terlalu malas untuk pergi ke tempat seperti ini sebelumnya, akan tetapi ia butuh pelarian, hal yang tak bisa dirinya lakukan di rumah kedua orang tuanya.

Pria tersebut hanya berharap Krist enyah dari pikirannya sekarang juga, berhenti mengganggu hidupnya, ia tak ingin melihat pria itu lagi, Singto tak menginginkannya, tetapi mengapa untuk memikirkan tentang ini batin Singto menolak untuk bekerja sama? Seolah tak ingin pria tersebut menjauh darinya, tidak mengharapkan kepergian sosok itu.

Bukankah harusnya Singto marah? Bukankah hal yang dirinya lalukan itu benar, hanya tak tahu mengapa Singto sama sekali tidak bahagia begitu ia melakukannya. Singto merasa kesal dengan tingkah laku pria tersebut, ia benci Krist yang menatapnya dengan pandangan seperti kemarin, bersikap seolah Singto yang bersalah, meskipun sebenarnya bukan itu yang membuat Singto kesal. Ia membenci dirinya sendiri ketika masih menyimpan rasa khawatir untuk Krist padahal harusnya dirinya marah.

Bagaimana bisa pria itu memiliki orang lain? Bukankah Krist mengatakan pada Singto, jika dia menyukainya? Lalu apa maksud kejadian waktu itu? Krist mengatakan padanya salah paham, tetapi logikanya bagaimana cara pria asing itu masuk, kalau Krist memang benar Krist tak mengenalinya? Segalanya justru memperumit pikirannya jika Singto memikirkan itu, hingga akhirnya ia lebih memilih untuk menenggak lebih banyak minuman di hadapannya.

Ini rumit, meskipun tak serumit pikirannya sendiri. Segalanya buram serta tidak jelas, apa yang ia inginkan, apa yang coba dirinya lakukan? Semuanya itu bertentangan satu sama lain, seolah tak selaras sama sekali.

Singto ingin menghubungi pria itu, menanyakan kabarnya, tetapi keraguan jelas itu tampak dari sorot matanya, sebagian dari dirinya ingin melakukan hal tersebut, sedangkan sebagian lagi menolaknya, berpikir jika hal ini tak ada gunanya. Untuk apa ia mengatakan hal yang tidak penting seperti itu, mengapa Singto masih ingin tahu keadaan sosok tersebut. Kemarin saat terakhir kali keduanya bertemu, Krist terlihat tak baik. Ia sendirian dirumah, bukan? Meskipun tidak ada jaminan untuk ini, siapa tahu pria tersebut mengundang orang lain? Singto tak ingin tahu dan tidak mau mencari tahu, karena dengan memikirkannya saja hatinya panas tanpa sebab.

Embusan napas beratnya meluncur keluar tanpa sengaja, ia menunggu beberapa temannya yang berkata jika mereka akan datang menyusul nantinya, meskipun sampai sekarang belum ada tanda-tanda kehadirannya. Ini tentu saja membuat suasana hatinya semakin suram, ia tak bisa menggantungkan harapan pada siapapun sekarang. Singto tahu harusnya ia tak terlalu percaya pada manusia, karena mereka adalah makhluk yang tak pernah luput dari kesalahan, sama seperti dirinya.

Bertepatan pada saat itu ada seseorang yang datang, ia tersenyum lembut padanya, hingga raut wajah Singto kini lebih keruh dari sebelumnya, rasanya ia semakin tidak nyaman di sini.

"Kebetulan sekali kita bertemu di sini."

"Heummm."

"Kau sendiri?"

"Bukankah kau bisa melihatnya sendiri? Kenapa kau bisa ada di sini?"

"Bukankah ini tempat umum? Apa ada larangan untuk aku masuk ke sini? Aku ada janji dengan Fah."

"Dia juga mengajakmu?"

Baitoei mengganggukkan kepalanya, sembari mendudukkan dirinya tepat di samping Singto, "Apa kau juga di ajak Fah? Kemana dia? Kenapa kau hanya sendiri?"

Eccedentesiast [ Krist x Singto ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang