Buram, segalanya tampak sangat mengabur, kilasan ingatan mulai datang mengelilinginya begitu ia membuka mata. Sekejap ada secercah ketakutan yang merangkap naik pada benaknya, ia ingin memosisikan diri untuk duduk, hanya saja raganya terlalu lemah melakukan ini. Pria itu menggigit bibir bawahnya sendiri, mengapa ini terasa sangat menyakitkan?
Krist tak tahu, ia berkali-kali sering mengalami rasa sakit, tetapi untuk kali ini dirinya tak bisa menahanya, seolah jiwa rapuhnya sudah ada pada ujung batas, sebenarnya Krist tahu jika kondisinya tak seperti dulu, ia paham memilih mempertahankan itu berarti harus rela mengorbankan.
Tak berselang lama, ada sesosok pria yang menghampirinya, menatapnya dengan pandangan khawatir, seolah sewaktu-waktu bisa kehilangannya. Raut wajah pria tersebut tampak muram, jangan tanya siapa memangnya berapa banyak orang di dunia ini yang peduli padanya?
"Jangan terlalu banyak bergerak, aku akan memanggil Saint, tunggu di sini."
Krist menggelengkan kepalanya, "Phi bagaimana dengan anakku?"
Ada rasa takut yang membebaninya hingga kini suaranya sedikit bergetar, Krist bahkan tak percaya jika ia adalah pria yang mengatakan hal tersebut. Bagaimana bisa ia terlihat menyedihkan seperti ini?
Hal ini membuatnya merasa keangkuhannya di masa lalu itu memudar seketika, ia selalu berusaha terlihat baik-baik saja, Krist tak mempedulikannya semua orang, ia hidup dengan caranya sendiri, karena percuma meskipun ia mengikuti apa yang orang lain inginkan, takkan pernah ada yang memandangnya dengan baik. Namun, kini ia terasa seperti seorang pria aneh yang kehilangan pijakannya.
Semua rasa benci yang dirinya terima itu membuatnya semakin lama, merasa tak nyaman, ini mencekiknya secara perlahan. Semua kejadian yang menimpanya ibaratkan bayangan kelam, sesuatu yang ingin dirinya lepaskan serta singkirkan dengan mudahnya.
"Kau sempat mengalami pendarahan tadi."
"Lalu?"
"Semuanya baik-baik saja, Saint datang tepat waktu ke sini."
"Di mana dia?"
"Sedang memeriksa semua tempat, tadi saat dia datang rumahmu terlihat berantakan, dia panik lalu meneleponku itu sebabnya aku ada di sini," Embusan napas berat keluar dari Zee, "jadi Krist bisakah kau mengatakan apa yang terjadi padamu sebelumnya? Apa ada orang yang melakukan sesuatu padamu? Katakan padaku."
Krist terlihat ragu, sebelum ia akhirnya memandang pria di hadapannya dengan seksama, "Aku bertengkar dengan phi Sing."
"Dia yang membuatmu seperti ini?"
Pada saat ini Krist melihat kilatan amarah dari sepupunya, hingga ia menggelengkan kepalanya, "Tidak. Ada orang lain. Phi aku takut."
Zee langsung mendudukkan dirinya tepat di samping pria yang kini mencoba untuk duduk lalu merengkuhnya ke dalam pelukannya, "Katakan padaku, ada apa?"
Dengan ragu Krist menceritakan apa yang tadi terjadi padanya, ia terlalu takut untuk menanggungnya sendiri. Krist membutuhkan tempat untuk berbagi, ia ingin bercerita pada seseorang, tetapi tak ada yang mau mendengarkan apa yang dirinya katakan, meskipun itu Singto sekalipun.
Setelah mendengarkan apa yang Krist katakan tangan pria itu mengepal dengan sempurna, seolah tengah menahan amarah yang sudah sampai pada batasnya. Tidak ini sudah terlalu keterlaluan. Zee diam karena mencoba percaya pada apa yang Krist jalani, ia mempercayai pria itu tetapi nyatanya segalanya justru berbalik padanya seperti ini.
"Apakah dia bodoh? Pasangannya hampir di lecehkan dan dia justru berpikir kau berselingkuh?"
"Ini bukan salahnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast [ Krist x Singto ]
FanfictionPernahkah kau tetap tersenyum dan menyembunyikan luka? memasang topeng baik-baik saja, hanya untuk bersama seseorang yang kau cintai? Bagi Krist mungkin ini karena salahnya, ini berawal darinya yang terlalu memaksa dan terobsesi pada seseorang, berh...