Sepi. Hanya kekosongan yang menghiasi tempat ini, Krist menggerakkan tubuhnya secara tidak tenang. Embusan napas berat meluncur keluar dari kedua sudut bibirnya begitu saja tanpa permisi, belum tepat satu hari. Ya. Belum sampai 24jam Singto pergi meninggalkannya, akan tetapi Krist sudah merasa kesepian di sini.
Bagaimana tidak?
Krist sendirian sekarang sementara ia tinggal di tempat yang sangat luas untuk di tinggali hanya satu orang pria saja. Tak ada yang menemani Krist, ia merasa bosan, kesal, muak dan juga malas. Semua hal itu bercampur menjadi satu, menjadi perasaan aneh yang tak bisa Krist cegah dan kini berakhir membuatnya tak bisa memejamkan kedua kelopak matanya. Pria tersebut terjaga padahal hari sudah sangat larut.
Sebenarnya tadi Krist berniat untuk menelepon Singto terlebih dulu, daripada menunggu Singto meneleponnya itu menjadi hal yang cukup mustahil kini. Hanya saja apakah Singto akan dengan baik hati menerima panggilan teleponnya?
Hari sudah terlalu larut, Krist takut mengganggu waktu istirahat sosok tersebut, ia tahu jika Singto bekerja dari pagi hingga larut malam, entah apa yang pria itu kerjakan, Krist tidak tahu sebab Singto selalu tidak mau menjawabnya untuk hal-hal semacam ini. Pria itu menatap ponselnya dalam diam, sebelum menyimpan benda persegi tersebut lagi. Tak ingin mengganggu Singto, meskipun sebenarnya ia rindu, hanya saja Krist tak mungkin mengakuinya, 'kan?
Krist tak mau jadi orang yang mengakuinya terlebih dulu, meskipun dari awal ia mengejar Singto tanpa tahu malu, tetapi sekarang Krist tidak mau bertindak bodoh semacam itu lagi. Setidaknya mulai saat ini Krist ingin bertindak benar, tak mau harga dirinya di injak sosok tersebut, karena Krist mengemis padanya.
Singto sama sekali tidak peka pada hal seperti itu, meskipun Krist mengatakannya dengan secara tak langsung dan memberikan beberapa umpan padanya untuk paham apa yang dirinya inginkan. Sungguh hal ini yang terlalu malas untuk Krist ungkit, pria itu tengah berada jauh darinya sekarang, jadi tidak mungkin ia justru merasa kesal padanya, bukankah harusnya Krist merindukan Singto?
Entah ini kebetulan atau apa, tiba-tiba saja keajaiban datang menghampirinya, ketika bunyi notifikasi panggilan telepon tiba-tiba tertangkap oleh pendengaranya, Krist melihat pada layar benda persegi itu kini muncul nama seseorang tercetak jelas di sana. Kedua sudut bibir Krist langsung terangkat ke atas membentuk sebuah senyuman dan tanpa ragu langsung mengangkatnya.
Untuk apa ia berlama-lama untuk mengangkat telepon dari seseorang, jika nyatanya Krist memang menunggunya?
"Phi Sing, kenapa kau meneleponku tengah malam seperti ini?"
"Untuk mengecekmu apa kau masih bernapas di sana?" Singto berdehem pelan dari seberang sana, " dan ternyata kau belum tidur, cepat tidur ini sudah larut malam! Aku tidak mau mendengarmu sakit, itu akan menyusahkan saja."
"...." Raut wajah Krist yang tadinya senang langsung berubah menjadi datar Singto benar-benar mengacaukan suasana hatinya, "aku tidak bisa tidur."
"Kenapa lagi kali ini? Kau sudah makan malam?"
"Sudah."
"Makan apa? Sebutkan satu persatu secara terperinci dengan jumlahnya, aku ingin tahu kau makan dengan benar atau tidak."
"...."
"Hei, kau masih di sana? Kenapa kau hanya diam? Kau mendadak bisu atau tuli?"
"Phi Sing, jika kau meneleponku hanya untuk menanyakan hal-hal tidak penting lebih baik tidak perlu menelepon."
Suasana hati Krist memburuk, ia mematikan sambungan telepon dari Singto secara sepihak, kesal pada setiap pertanyaan yang Singto utarakan padanya, tetapi ternyata sosok itu belum menyerah bahkan kini mencoba untuk kembali meneleponnya, hingga meskipun Krist malas ia tetap menjawabnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast [ Krist x Singto ]
ФанфикPernahkah kau tetap tersenyum dan menyembunyikan luka? memasang topeng baik-baik saja, hanya untuk bersama seseorang yang kau cintai? Bagi Krist mungkin ini karena salahnya, ini berawal darinya yang terlalu memaksa dan terobsesi pada seseorang, berh...