20| Someone Like You

5K 397 18
                                    

Detakan jam dinding kini menghiasi ruangan itu, Singto duduk seorang diri, ia memandang pria yang sekarang tengah memejamkan mata, beberapa saat lalu ia terbangun dan ternyata Krist sudah tertidur, Singto hanya bisa mengamatinya tanpa ingin mengganggu sosok tersebut.

Setiap kali ia memandang Krist tak hanya satu atau dua kata yang ia ucapkan, ketika ia melihat sosok itu ada rasa syukur yang tak bisa dirinya gambarkan, serta rasa penyesalan yang tak bisa dirinya hindari. Singto berpikir, jika saja ia lebih memperhatikan pria itu, kalau ia lebih menjaganya dan tidak mengabaikan Krist kemungkinan dia takkan berakhir seperti ini. Meskipun ia tahu hal tadi tidak akan pernah mengubah apapun, penyesalannya takkan bisa memperbaiki keadaan.

Singto melangkahkan kakinya untuk keluar, untuk menyegarkan pikirannya, segalanya masih berkabut. Beberapa bulan ini segalanya terasa aneh baginya, tak mempercayai jika ia bisa mengalami hal seperti ini, Singto merasa tak memiliki harapan dalam waktu yang cukup lama, jadi saat ia memiliki harapan sekalipun, dirinya masih belum bisa mempercayai ini dengan mudah.

Dari jarak lumayan jauh Krist memperhatikan Singto, pria itu tengah sibuk membantunya untuk berkemas, sementara Krist kini justru duduk di atas kursi roda sembari menatap lurus keluar jendela, cuaca sangat cerah hari ini, ia tak sabar untuk pulang...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari jarak lumayan jauh Krist memperhatikan Singto, pria itu tengah sibuk membantunya untuk berkemas, sementara Krist kini justru duduk di atas kursi roda sembari menatap lurus keluar jendela, cuaca sangat cerah hari ini, ia tak sabar untuk pulang, karena ada seseorang yang ingin dirinya temui, sangat ingin Krist lihat. Namun, ia menyembunyikan ekpresinya, menunjukkan sikap jika ia bisa menunggu Singto selesai berkemas.

"Sudah selesai."

"Sungguh?"

"Heumm, kita akan pulang sekarang tapi berjanjilah padaku jika kau merasa sakit sedikit saja, ingat walau cuma sedikit beritahu aku."

Krist mengganggukkan kepalanya, tak mau membantah Singto untuk kali ini, "Aku akan melakukannya."

Singto mengulum senyumnya, ia membawa tas Krist sembari menghampiri pria tersebut lalu ingin mendorong kursi roda pasangannya tersebut, akan tetapi sewaktu ia ingin melangkah pintu bercat putih di depan mereka terbuka, Krist hanya terdiam melihat siapa yang datang, sesosok wanita dengan satu buket bunga dalam genggaman tangannya itu menampilkan wajah bahagianya pada Krist, hal itu membuat Singto menyipitkan matanya, seolah tak menginginkan kehadiran Baitoei di antara mereka.

"Kenapa kau ke sini?"

"Aku ingin mengantar Adikku pulang, memang apalagi? Aku dengar dari Paman kau akan pulang jadi aku meluangkan waktu untuk datang."

Mendengar hal itu Singto tersenyum simpul, "Lebih baik lagi jika kau datang sebelum hari ini, aku tahu kau kakak yang baik, sampai tidak pernah menjenguk Adikmu sendiri dan baru datang ketika dia ingin pulang."

Baitoei melirik Singto dengan tidak percaya, sejak kapan pria itu menjadi seperti ini, sebelumnya ia tak pernah sekalipun menyinggungnya sama sekali, tetapi kali ini ia membicarakan hal tadi dengan santai di depan Krist.

"Aku sibuk, kau tau itukan?"

Namun, kali ini Singto tak menanggapinya, ia justru mendorong kursi roda Krist menjauh, hanya saja Baitoei menghalangi dan mengatakan jika ia yang akan mendorong kursi roda Krist, akhirnya Singto membiarkannya, akan tetapi ia berjalan di belakang mereka mengamati gerak-gerik kakak beradik itu dari jarak yang cukup dekat.

Eccedentesiast [ Krist x Singto ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang