Ini hampir dua minggu setelah kejadian itu, Singtonya tak tahu sudah berapa lama mereka bersitegang selama ini, tetapi kini keduanya benar-benar tak berinteraksi satu sama lainnya lagi, bahkan Krist tak sama sekali mencoba untuk menelepon serta mengiriminya pesan. Hanya saja beberapa kali pria tersebut datang, lebih tepatnya menghampiri Singto ke kantornya, meskipun tak mencoba untuk menemui Singto padahal ia sudah tak melarang Krist untuk menginjakkan kakinya pada tempat ini lagi. Namun, Krist justru menitipkan makanan buatannya pada sekretaris Singto, perbedaannya di sini sekarang adalah tak ada notes di dalamnya atau pesan apapun dari sosok itu, seolah tak ingin mengganggu Singto dengan berbagai macam pikirannya. Hanya saja entah mengapa Singto justru merasa kehilangan, seperti ia merindukan pertanyaan dan perhatian Krist untuknya.
Kenapa Singto ingin Krist mengiriminya pesan? Bagaimana bisa ia berharap Krist mencoba untuk meneleponnya? Ia rindu suara pria tersebut, tidak ada rasa kesal yang beberapa waktu lalu sempat dirinya rasakan untuk Krist. Apa sebenarnya Singto memang tidak benar-benar marah pada Krist? Lalu apa arti dari emosinya memuncak hari itu? Mengapa ia begitu marah? Padahal Singto pernah melakukan hal yang sama, tetapi sewaktu mendapati Krist melakukan hal tersebut tepat di depan matanya, ia tak bisa menerimanya, seolah tak ingin ada yang merenggut sosok itu dari sisinya.
Hingga kini Singto hanya bisa duduk termenung tanpa semangat, ia menyingkirkan beberapa berkas yang mengganggu matanya dengan ekspresi muram. Apa Krist mulai tidak peduli padanya kini? Hingga ia berhenti memperhatikannya lagi?
"Berhenti memikirkannya." Singto bermonolog sembari melipat kedua tanganya tepat di dadanya.
Bertepatan dengan saat itu ponselnya berdering, Singto memandang ke arah benda persegi tersebut, kedua sudut bibir pria tadi terangkat ke atas secara perlahan, tetapi tak mencoba untuk mengangkatnya dengan terburu-buru, Singto menunggu beberapa deringan lagi baru ia mengangkat panggilan telepon dari sosok tersebut.
"Apa? Untuk apa kau meneleponku?"
Pria itu mengeluarkan nada tidak suka, padahal sudah lama ia menunggu, tetapi saat mendapat apa yang dirinya harapkan Singto justru menunjukkan respon yang berbeda.
"Bisakah kita bertemu nanti sore?"
"Aku sibuk."
"Tidak bisakah meluangkan sedikit waktu untukku?"
"Bagaimana saat jam makan siang? Aku ada sesuatu waktu luang nanti. Aku akan menjemputmu."
"Tidak perlu, aku akan pergi ke tempatmu kebetulan aku berada di dekat kantormu sekarang."
Kedua alis Singto bertautan, seolah ada yang salah dari ucapan Krist padanya, hingga kini ia akhirnya bertanya dengan nada yang tidak bersahabat, "Kau ada di mana sekarang?"
"Aku ada di rumah sakit."
"Kau sakit?"
"Tidak. Aku hanya memeriksa kandungan. Baiklah, aku akan ke sana sebelum jam makan siang dan aku berjanji hanya akan menggunakan waktumu sebentar saja. Tunggu aku."
Beberapa saat setelah Krist menyelesaikan ucapannya, maka tepat pada saat itu panggilan telepon mereka terputus. Singto hanya berdecak kesal meskipun pada akhirnya ia menatap ke arah jam yang terpasang manis di dinding, beberapa saat lagi Krist akan datang, hingga akhirnya Singto memutuskan untuk menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat.
Sementara di tempat lain, sosok pria yang kini tengah mendudukkan dirinya pada taman rumah sakit itu tampak bisa memasang wajah tenangnya, ia kira Singto akan menolaknya, ternyata pria itu menyetujui agar keduanya bertemu. Krist merasakan tangan seseorang yang menyentuh permukaan bahunya, sembari menyodorkan minuman dingin ke arah Krist, itu Saint.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast [ Krist x Singto ]
FanfictionPernahkah kau tetap tersenyum dan menyembunyikan luka? memasang topeng baik-baik saja, hanya untuk bersama seseorang yang kau cintai? Bagi Krist mungkin ini karena salahnya, ini berawal darinya yang terlalu memaksa dan terobsesi pada seseorang, berh...