Bab 3 - marshmello

452 42 4
                                    

"Bibi ... gimana ini? Masa kita biarin Jallal begitu aja deket sama Jodha? Ini nggak fair kan, Bi?"

Gerutu Rukayah, begitu keluar dari ruangan professor Yunus sambil berjalan beriringan di sisi Bibi Maham Anga, sementara Bu Hamidah dan Jodha berjalan agak jauh di belakang mereka.

"Sudah diam saja, Rukky ... kita lihat saja bagaimana nanti, setelah itu kita baru membuat rencana baru. Kamu tenang aja."

"Bagaimana aku bisa tenang, Bi ... Jallal itu sudah jadi milikku sekarang, aku nggak mau gitu aja ngasih Jallal ke perempuan itu! Dia itu sudah bukan istrinya lagi!"

"Iyaa ... iyaaa ... aku tahu itu, tapi ngomongmu itu nggak usah keras-keras!"

"Aku nggak bisa gini, Bibi!" Tiba-tiba Rukayah menghentikan langkahnya lalu berbalik dan menghadang Jodha dan Bu Hamida yang berjalan di belakang mereka. "Tante Hamida, Jodha ... kita harus bicara!"

"Yaa ... kita memang harus bicara, Rukayah! Tapi jangan di sini, lebih baik kita cari tempat untuk ngobrol berempat, bukan begitu, Ibu?"

Jodha akhirnya buka suara, setelah dari tadi hanya terdiam dan berfikir bagaimana caranya melewati semua kejadian ini? Bagaimana caranya menjelaskan ke Jallal tentang status hubungan mereka yang sebenarnya. Andai saja dulu Jallal tidak menalak satu dirinya, hal seperti ini tidak menjadi masalah, semuanya aman-aman saja. Namun, kali ini kondisinya berbeda, apalagi kali ini ada Rukayah dan Bibi Maham Anga yang mulai mendominasi dan merasa lebih berhak memiliki Jallal.

"Nah, silahkan ... apa yang ingin kamu bicarakan, Rukayah?" tanya Jodha ketika mereka sudah berada di sebuah ruang meeting yang disediakan rumah sakit. Jodha memang sengaja meminta bantuan ke pihak rumah sakit, untuk meminjam ruangan mereka agar mereka berempat bisa ngobrol lebih nyaman, sebelum ketemu sama Jallal.

"Aku cuma mau menegaskan saja, terutama sama kamu, Jodha! Agar kamu jangan mengambil kesempitan dalam kesempatan dalam kasus Jallal ini!" Suara Rukayah kembali meninggi.

"Aku tidak mungkin melakukan itu, Rukayah! Aku ini masih waras! Jujur ... dari tadi aku mikir, bagaimana caranya kita bisa melalui semua ini? Agar tetap terlihat wajar dan biasa-biasa saja di mata Jallal? Sementara kalian semua tahu sendiri kan bagaimana statusku saat ini?" Jodha tidak terima dengan tudingan Rukayah yang tiba-tiba saja mengklaim dirinya akan berbuat curang.

"Sudah ... sudah, tenang ... tenang! Yang bisa kita lakukan saat ini sama seperti yang dikatakan oleh Professor Yunus tadi, kalau kita tetap bersikap biasa-biasa saja sambil pelan-pelan mengingatkan Jallal. Ibu tahu, Jodha ... apa yang menjadi keresahanmu saat ini. Kamu merasa sudah bukan istri Jallal lagi kan? Karena dia telah menalak dirimu. Tapi kalian kan baru talak satu."

"Tapi nggak bisa gitu, kak! Talak satu Jallal sudah melewati masa iddah Jodha!" Bibi Maham Anga yang sedari tadi diam, mulai ikutan buka suara. "Itu artinya kalau masa iddah Jodha sudah berakhir dan belum ada kata rujuk diantara mereka, maka Jodha sudah tidak halal lagi untuk Jallal dan mereka harus nikah lagi!"

"Nah, benar itu! Itu artinya statusku dan Jodha itu sama, Tante! Kami sama-sama belum halal untuk Jallal, jadi Jodha bukan lagi istrinya Jallal! Itu yang harus disadari sama Jodha!"

"Okee, okee ... baik ... baik ... aku bisa mengerti kekhawatiran kalian. Tapi kasus yang kita hadapi kali ini adalah kasus darurat, urgent! Dan kita nggak bisa memaksakan diri dengan menjelaskan hal ini ke Jallal."

"Tapi, nggak bisa gitu juga, Tante!" Lagi-lagi Rukayah menyela ucapan Bu Hamida.

"Okee, fine! Kamu ingin mengatakan yang sebenarnya kan ke Jallal? Kalau dia itu lupa ingatan, kalau Jodha itu bukan istrinya lagi, iya kan? Silahkan ... silahkan kamu lakukan! Tapi jangan harap setelah itu Jallal akan sembuh dari sakitnya, malah mungkin bisa lebih parah!" Suara Bu Hamida terdengar menggelar di ruangan meeting yang kedap suara itu sambil berdiri dan menahan amarah. Geram rasanya ngobrol sama orang yang tidak mau mengerti kondisi Jallal yang sebenarnya.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang