Bab 6 - tanda-tanda

401 44 5
                                    

Jodha memasang wajah kesal dan tidak suka ke Jallal yang masih saja diam terpaku di depan Jodha.

"Jamal ... jangan bilang kalau ini bener! Kalau sebenarnya ... kamu itu Jallaludin bukan Jamalludin!"

"Jo ... aku bisa jelasin semuanya, Jo ... aku—"

"Nggak ada yang perlu dijelaskan! Semuanya sudah jelas! Kamu bohong kan selama ini ke aku? Iya kan? Jawab!" Suara Jodha melengking tinggi, membuat semua pekerja bangunan yang ada di sana menoleh ke arah mereka berdua.

"Apa kalian lihat-lihat? Kerja! Ini bukan drakor!"

Para pekerja bangunan itu kaget dan bergegas melanjutkan pekerjaan mereka ketika Jodha membentak dengan suara lantang, saat para pekerja bangunan itu menghentikan pekerjaannya dan memperhatikan mereka berdua.

"Jo, please ... dengarkan dulu penjelasanku, please ..." pinta Jallal penuh harap.

"Nggak ada yang perlu dijelasin! Yang jelas aku sudah tahu kalau kamu selama ini bohong sama aku! Kamu sudah mempermainkan perasaanku! Kamu bener-bener tega ya ... berbuat seperti ini ke aku! Aku nggak nyangka kalau kamu sejahat ini!" tukas Jodha penuh penekanan dengan nada marah.

"Jo, aku nggak bermaksud seperti itu! Aku nggak bermaksud jahat sama kamu! Ini semua aku lakukan karena aku nggak mau kamu menilai aku dari sudut pandang orang lain! Aku ingin kamu menilai aku dari pendapat kamu sendiri! Aku nggak mau kamu menilai aku sebagai Jallaludin Akbar, anak Pak Humayun tapi aku mau kamu menilai aku sebagai Jallaludin Akbar saja!"

"Tapi nggak gini caranya! Ini nggak lucu! Dengan cara seperti ini, kamu telah mempermainkan perasaanku! Kamu tega ..."

"Itu semua aku lakukan karena aku jatuh cinta sama kamu, Jo! Sejak pertama kali ketemu sama kamu, aku sudah suka dan cinta sama kamu. Love at the first sight!"

"Bohong! Nggak usah pake alasan gitu deh! Basi tau! Aku nggak percaya! Yang jelas kamu sudah bohong sama aku dengan berpura-pura sebagai Jamalludin! Jadi mulai sekarang, nggak usah deketin aku lagi! Dan nggak usah ngikutin aku! Aku nggak suka!" Jodha bergegas pergi meninggalkan Jallal yang terbengong sesaat.

"Jo-- !"

Belum juga Jallal meneruskan ucapannya, Jodha sudah balik lagi dengan wajah kesal, menahan amarah.

"Dan satu lagi! Kalau ada meeting itu dateng! Jangan nyuruh orang untuk nyelesein pekerjaan kamu!" Jodha lalu berbalik lagi dan pergi begitu saja meninggalkan Jallal yang hanya bisa termangu menatapnya

♥♥♥♥♥♥♥

"Jo, ada kiriman bunga lagi nih! Biasa ... dari JA!" teriak Suryaban sambil membawa sebuket bunga warna-warni ditangannya dan berjalan menuju ke meja kerja Jodha.

Selama seminggu ini, sejak insiden di Bali, Jallal mencoba meminta maaf ke Jodha melalui bunga-bunga yang dikirimnya setiap hari ke kantor Jodha, dengan harapan Jodha mau memaafkannya.

Namun, hasilnya tetap saja nihil. Selain WA yang nggak pernah dibales, telfon juga nggak diangkat, permintaan maaf melalui bunga pun juga tidak meluluhkan hati Jodha untuk mau memaafkannya.

Setibanya di meja kerja Jodha, Suryaban lalu menyerahkan buket bunga itu ke Jodha. "Nih!"

"Thanks ya!" sahut Jodha sambil menerima buket bunga itu lalu membuangnya begitu saja ke tong sampah yang berada di bawah meja kerja.

"Iiiih ... Jodha jahat! Kenapa dibuang sih bunganya? Kasihan tahu!" jerit Nina sambil mengambil buket bunga itu dari tong sampah. "Kan aku udah bilang sama kamu, kalau nggak suka sama bunganya kasih aja ke aku! Jangan main buang gitu aja! Eman-eman bunganya! Mana bunganya bagus lagi!" celoteh Nina sambil membaui aroma bunga yang dikirim oleh Jallal untuk Jodha sebagai permintaan maafnya.

RENJANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang