14. Awaw

15 4 0
                                    


Perlahan senja mulai menghilang berganti malam
Tenggelam dalam bayangan yang masih diharapkan
Indah memang,
Namun berlalu dengan cepat
Terjerat dalam waktu yang tak henti berjalan
Berlalu dengan kenangan yang sulit dilupakan
Tersimpan dalam ingatan memori yang tajam
Seribu satu malam dilalui
Bersama penantian
Entah, akankah angan itu datang disaat semua harapan telah tumbang

***

Riki termenung diatas kasur dengan seprei bernuansa putihnya. Ia merebahkan tubuhnya dengan kedua tangan yang dijadikan sandaran diatas bantal sambil memikirkan apa yang sudah terjadi padanya hari ini.

Mulai dari ajakan men to men dari Nata yang menurutnya adalah gadis aneh sampai dengan kejadian  Zaza yang terbaring di rumah sakit hingga sekarang yang ia tidak tahu siapa yang berbuat ulah. Sungguh, ia tidak habis fikir mengapa kejadian semacam ini bisa terjadi di hari yang sama.

Tapi sejujurnya, itu bukan penyebab utama mengapa dirinya bisa sesedih ini. Ia hanya mengalihkan pikirannya untuk hal yang pantas untuk ia pikirkan, meskipun perasaannya sulit untuk di bohongi.

Masih dengan posisi kedua tangan yang tetap dijadikan sandaran ia membaringkan badannya dengan satu kaki yang menyilang. Tiba-tiba terdengar suara pintu terbuka dari sebelah kamarnya. Ia mulai berfikir sejenak apakah keputusan yang ia buat sudah tepat sehingga hatinya tidak terus-terusan merasakan galau yang melanda setiap malam. Ya, seperti sekarang ini.

Riki memutuskan keluar dari kamarnya dan menemui siapa pelaku yang sudah membuka pintu di sebelah kamarnya tadi. Dengan kecepatannya ia menuruni tangga yang berada di rumah nya dan mendapati sosok yang ia cari. "Bang, lo mau kemana?

Riko yang sudah bersiap dengan jaket denim nya membuka pintu utama untuk segera pergi kemudian membalikkan badanya ketika mendengar ada suara yang memanggilnya. "Mau jenguk Zaza. Lo kayaknya gausa ikut dulu. Soalnya Zozo sendirian di rumah"

"Tapi ada yang mau gue omongin sama lo. Penting!"-jelas Riki

Riko sedikit memincingkan matanya "Penting?"

"Lebih tepat nya gue mau kasih tau keputusan gue sama lo" -ujar Riki yang tetap berada di tempatnya

Riko sedikit memikirkan sesuatu kemudian ia beralih membuka pintu kamar Zozo yang berada di bawah, dekat dengan ruang keluarga. Berbeda dengan kamar Riko Riki yang berada di lantai dua. "Dek, lo mau ikut gak?"

Zozo yang sedang menggambar di atas meja belajar bercat kayu miliknya dibuat terkejut dengan kehadiran abangnya yang langsung membuka pintu kamarnya tanpa mengetok pintu terlebuh dahulu. Sebenarnya ia sudah berulang kali mengingatkan abangnya untuk lebih sopan ketika memasuki kamar orang. Tapi sepertinya itu hanya masuk telinga kanan namun terpental entah kemana. "Kebiasaan ish gak ketok pintu dulu" -sahut Zozo sewot.

"Kalo mau ikut cepetan. Soalnya bang Riki sama bang Riko mau jengukin Zaza. Bunda sama Ayah juga ada di sana. Jadi kalo kamu ga ikut di rumah cuma ada bik Mumun sama Mang Ucup" -jelas Riko pada adiknya dengan penuh kesabaran 95%.

"Naik apa?"-tanya Zozo yang belum bangkit dari duduknya

"Ya kalo kamu ikut di boceng sama bang Riki"

"Kenapa gak sama Bang Riko aja?"

"Gak mau, lo cerewet. Bye." -Riko menutup pintu kamar Zozo dan berlalu menemui Riki di ruang tamu yang sudah siap.

MEMORABLETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang