Trouble : : 06

3K 332 260
                                    

Happy reading... Enjoy

____________________________

"Andre!" panggil Hendra langsung.

Dian semakin terpegun, melihat baju seragam milik Andre yang hampir penuh dengan darah. Tubuhnya bergemetar seketika, begitu juga dengan jantungnya yang berdetak dengan irama yang tak menentu. Air mata Dian semakin jatuh, ia memegang Andre dengan kuat.

"Devin mana?!" Dian menggoyangkan tubuh Andre. "Dia baik-baik aja, kan?! Jawab Andre!! Devin mana?!"

Andre menunduk, ia tak tahu kata-kata apa yang cocok untuk diucapkan kepada kakak iparnya. "Fiera sama antek-anteknya, udah aku tangkap."

"AKU NGGAK NANYA TENTANG FIERA!!" teriak Dian. "Aku nanya tentang Devin. Gimana dia?! Dia baik-baik aja, kan?"

"Permisi, ini dengan keluarga pasien bernama Devin?" tanya seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang IGD.

Hendra mengangguk cepat, "I... Iya dok, ada apa dengan anak saya? Dia baik-baik aja, kan? Nggak ada yang gawat kan, dok?"

"Tunggu, anak saya masih hidup, kan?" Dian menyela sembari meneteskan air mata. Perempuan paruh baya itu mencakupkan kedua tangannya, "Saya mohon, bilang kalau anak saya masih hidup, dok. Saya mohon..." Dian terisak.

Dokter itu menghela napas lalu mengangguk, "Iya... Anak Ibu masih hidup. Tapi Devin benar-benar belum stabil. Dia kehabisan banyak darah dan sekarang sudah mendapatkan transfusi yang cocok. Kita tunggu saja keadaannya membaik. Tapi..." Dokter itu menggantungkan kalimatnya.

Tubuh Devan bergetar ketakutan, "Tapi apa, dok?"

"Saya melihat banyak sekali luka di tubuhnya. Seperti luka bekas cambukan di mana-mana, memar, lebam akibat pukulan dan lain-lain. Apa dia anak korban kekerasan?" tanya dokter itu.

Mereka semua tertegun. Dian langsung menutup mulutnya kaget. Benarkah putranya telah disiksa keras sampai seperti itu? Jantung Dian seakan berhenti berdenyut bersamaan dengan rasa sakit yang langsung menerjang dadanya.

Devan meneteskan air matanya, "Sebanyak apa lukanya, dok?"

"Banyak sekali. Benar-benar banyak." Guratan kepedihan tampak di wajah dokter itu. "Hampir seluruh tubuhnya memiliki luka. Anak itu... Bagaimana dia bisa kuat menahan semua luka-lukanya? Bahkan orang dewasa sekalipun mungkin tidak akan bisa tahan jika mendapat tindak kekerasan sebanyak itu."

"Akh..." Jantung Dian berdenyut sakit. Ia terisak dalam dekapan suaminya.

"Tak hanya itu, terdapat banyak sayatan pada tangannya. Devin positif self injury yang harus segera ditangani. Biasanya jika orang tersebut sedang sedih dan tertekan, dia nggak bakal segan-segan buat ngelukain dirinya. Jika dilihat dari luka-luka yang ada, sepertinya dia sangat rutin menyakiti dirinya sendiri. Menurut asumsi saya, mungkin saja dia tertekan karena tindak kekerasan yang orang lain berikan kepadanya sehingga ia memilih untuk melukai dirinya sendiri sebagai pelampiasan."

Dokter itu menghela napas gusar, "Mungkin saja dia terkekang, tidak bisa memberontak, dan harus menerima semua tindak keterlaluan orang lain tanpa bisa melawan. Jadi dia memendamnya sendiri, kemudian mengalihkan rasa sakit sekaligus melampiaskan emosinya dengan cara melukai diri."

Hendra mengepal tangannya erat, memperlihatkan buku-buku jari dengan sangat jelas. Sedangkan Dian hanya menangis tak bersuara. Dunia mereka langsung runtuh seketika, selama delapan tahun mereka tidak pernah mengetahui kabar tentang putra mereka itu, dan sekarang Devin ditemukan dalam kondisi menyedihkan seperti ini.

Dokter itu menelan salivanya, "Devin..." Jeda sejenak, "Dia terluka secara fisik dan mental."

Tangisan Dian pecah, bagai ada belati tajam menusuk jantungnya sekarang juga. Ia terisak dalam pelukan suaminya.

TROUBLE [TELAH TERBIT] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang