Oh iya, dari chapter ini sampai chapter depan, memerlukan tisu...
Satu lagi, chapter ini sedikit 'sadis' daripada biasanya :v
Happy reading... Enjoy!
_______________________________
Devin masih bergulung di balik selimut. Walaupun mentari sudah mulai memunculkan diri, tapi kasur dan selimut itu terlalu hangat untuk Devin bisa beranjak dari tempat tidurnya.
Devan masuk ke kamar Devin lalu menarik selimut itu, "Woy, tukang tidur! Bangun!" Devan memukul Devin menggunakan bantal guling di tangannya.
Devin tak menggubris hal itu, ia hanya membenarkan posisi tidurnya lalu terlelap kembali. Ayolah, ada apa dengan saudara kembarnya itu? Kenapa Devin harus dibangunkan saat dirinya sedang nikmat-nikmatnya berada di dunia mimpi?
"Vin... Bangun... Anterin gue," ujar Devan langsung.
"Van, lo ganggu amat. Sana pergi lo!" suruh Devin. Cowok itu kembali meraih selimutnya hingga seluruh tubuh tertutupi.
Devan berdengus, "Lo nggak pengap apa tidur sambil ngumpet di balik selimut kayak gini?" Ia keheranan. "Bisa napas lo emang?"
"Kalau gue nggak napas, artinya gue mati, Van...," balas Devin dengan suara serak setengah sadar. "Sana sekolah! Gue masih pengen bobo! Ganggu aja lo!"
Devan dengan cepat menarik selimut itu, "Ini hari libur, wahai cucunya Albert Einstein."
"Van... Selimut gue..." Devin terbangun lalu meraih selimutnya. Ia kembali bersembunyi di bawah selimut, lalu tertidur sambil merasakan sensasi hangat dan nyaman dari selimut tebalnya.
"Ya elah, bangun cuman buat nyari selimut doang." Devan kembali membuka selimut yang menutupi seluruh tubuh adiknya. "Bangun!"
Devin tak menggubris hal itu. Ia hanya membenarkan posisi tidur lalu kembali tertidur lelap seperti berusaha melanjutkan dunia mimpinya.
Devan menggoyang-goyangkan tubuh Devin agar terbangun. "Vin... Bunda minta gue buat beliin dia jus."
Devin yang tampak kesal, langsung menepis tangan Devan. "Ya udah, Bunda kan suruh lo yang beli. Kenapa gue dibangunin?"
"Ya ... biar gue ada temen ngobrol di jalan. Lagian tempat jual jusnya agak jauh, biar gue nggak ngantuk sendirian di jalan. Ayolah..." Devan kini menggoyangkan tubuh Devin lebih keras, hingga berhasil membuat cowok itu bangun.
Devin bangkit dan terduduk di kasurnya. Ia mengucek mata berkali-kali lalu menguap. Rambutnya sungguh berantakan, apalagi dengan muka khas bangun tidur yang membuat Devin semakin tampak lucu.
Devan tertawa, "Muka lo lucu, Vin."
Devin tak menggubris hal itu. Setelah menambah waktu malasnya, ia bangkit dan langsung menghampiri Devan. "Ya udah, cepet! Gue mau tidur di mobil."
KAMU SEDANG MEMBACA
TROUBLE [TELAH TERBIT] ✅
Fiksi Remaja[BEBERAPA PART TELAH DIHAPUS UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] Tempat yang paling hangat itu, dalam pelukan lembut Bunda. Tempat yang paling aman itu, dalam dekapan lengan lebar Ayah. Saat-saat yang paling menyenangkan adalah saat aku masih bisa menggen...