Trouble : : 20

1.7K 223 215
                                    

Happy Reading....

_____________________________

Devan terbangun dari tidurnya, entah kenapa kepalanya langsung terasa sakit dan pusing. Mungkin saja akibat aksi mabuk semalam.

"Aahh..." Devan meringis. Cowok itu berusaha bangun dari kasurnya sembari memegang kepala yang terasa sakit.

Jujur saja, emosinya masih sedikit jengkel akibat kejadian kemarin. Raut wajahnya masih bersut, begitu juga dengan suasana hatinya yang tak terlalu bagus.

"Udah bangun, Van?" tanya Hendra yang sudah beranjak dari kursi dekat meja belajar kamar Devan dengan segelas air putih.

"A... Ayah?"

Hendra duduk di kasur Devan, pria paruh baya itu memberikan putranya segelas air. "Minum dulu..."

Devan melihat ke sekeliling, ia baru menyadari satu hal. Kenapa dirinya bisa berada di kamar? Bukankah kemarin ... ia berada di bar? Lalu mengapa Ayahnya berada di sana juga? Jangan bilang ... bahwa Ayahnya tahu kemarin Devan sedang mabuk.

"A... Ayah? Ayah tau kalau Devan-"

"Iya, Ayah tau. Ayah tau kamu mabuk kemarin." Hendra membelai rambut Devan.

"A... Ayah nggak marah? Bukannya kemarin di rumah sakit Ayah marahin Devan? Trus kemarin juga Devan mabuk, Ayah nggak marah?" tanya Devan langsung.

Hendra hanya menggeleng, tak lama setelah itu ia langsung memeluk putranya. "Ayah nggak marah..."

Devan membuka matanya lebar ketika Hendra memeluknya erat. Ia sedang tidak salah, kan? Ini benar-benar Ayahnya yang kemarin membentak di rumah sakit itu, kan? Devan merasakan sebuah kecupan hangat sampai di kepalanya, "Ayah udah maafin Devan?"

"Iya, Sayang... Iya..."

Devan langsung membalas erat dekapan Ayahnya. Air mata jatuh membasahi pipi begitu saja. "Devan emang anak bodoh, Yah..."

Hendra mengelus lembut rambut Devan, "Udah, Sayang... Jangan ngomong gitu..."

"Tapi itu emang bener. Devan dari kecil emang nggak pernah bisa jagain Devin. Kenapa, Yah? Kenapa?" Devan menangis dalam pelukan Ayahnya.

"Udah, Sayang..."

"Devan emang selalu nyusahin!" Devan menangis terisak, rasa bersalah itu kembali hadir mendatanginya. "Ayah... Ayah nggak benci sama Devan, kan?"

Hendra mencium kepala putranya, "Ayah nggak pernah benci sama kamu, Van. Nggak bakal pernah. Ayah itu ... sayang banget sama kamu. Begitu juga sama Devin. Ayah sayang kalian berdua."

Devan menangis, ia semakin mengeratkan pelukannya hingga rasa hangat dan nyaman itu dapat ia rasakan. Tak lama kemudian, Hendra melepas pelukannya. "Minum dulu... Biasanya orang habis mabuk, pasti bakal dehidrasi."

Devan menghapus air matanya, cowok itu meraih air minum dari tangan Ayahnya lalu meneguk air itu.

Hendra mengelus rambut Devan dengan penuh kasih sayang, "Siapa yang ngajarin kamu mabuk?"

Devan melirik Ayahnya sembari minum, lalu berhenti meneguk airnya beberapa saat kemudian. "Maaf... Devan nggak tau, tiba-tiba kepikiran aja buat ke sana."

"Besok-besok, jangan diulangi lagi." Hendra memperlihatkan senyumnya, "Minuman beralkohol itu bahaya buat tubuh. Ayah nggak mau liat kamu mabuk lagi, ya?"

Setelah satu helaan napas, Devan mengangguk. "Iya, Yah... Maaf," ucapnya lirih. Cowok itu kembali meneguk air dari gelas di tangannya.

Hendra menghela napasnya, "Ayah juga minta maaf karena kemarin udah kasar sama kamu. Maaf karena Ayah main kekerasan," ucap Hendra seraya menyentuh pipi Devan yang sempat ia tampar kemarin. "Sakit, ya?"

TROUBLE [TELAH TERBIT] ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang