14. Sebonggol Usil Di Antara Kita

84 15 1
                                    

Meong!

"Eh ayam! ayam!"

"Segitu jelas bentukannya kucing, malah dibilang ayam," Sergahan Ajun berubah jadi pertanyaan bingung, "Btw, kok ada kucing di sini?"

Gue ngangkat bahu sambil ngelus punggung buntelan bulu abu-abu itu, "Kayak pernah liat nih kucing deh."

"Bong-"

"Jeriko?"

Reflek Mayang juga suara yang kepotong itu bikin gue juga tiga cowok yang lagi berkutat dengan piringnya itu noleh.

Jeriko yang pake kaos oranye juga celana item di bawah lutut itu keliatan ngos-ngosan, "Buset gila, nyampe-nyampenya kamu kabur ke sini, Bongi."

"Lo katanya sakit?" Tanya gue.

"Siapa bilang?"

"Mayang."

Yang namanya terpanggil nyahut, "Gue 'kan bilangnya nggak masuk bukan sakit."

"Oh iya ya," Cengir gue, "Berarti bolos dong lo?"

"Enak aja, gue emang ada acara keluarga tadi pagi nyampe siangan."

"Nah, karena itu saya dan Bongi bekerja sama membawa kamu ke sini untuk menunaikan hukuman daripada kamu asyik berbagi cinta dengan kasur."

Suara itu dateng tanpa diduga dari belakang wastafel tempat gue dkk menjalani hukuman.
Seperti biasa, Pak Sigit Wonogiri nggak membiarkan kami lepas dari hukuman ini.

Agak jengkel sih sebenernya, sampe karena itu gue sering berpikir kalo seandainya gue mati aja sekarang, terus hidup lagi sebulan kemudian. Pasti batin gue tentram tanpa bayangan hukuman ini.

Jeriko yang tengah dalam keterkejutannya bahwa Bongi—kucing yang paling dimanjakan ternyata mengkhianatinya menoleh, "Kamu jahat Bongi!"

"Meong," Sahut Bongi yang nggak gue ngerti.

"Sudah-sudah, sekarang kalian lanjutkan dengan terbit ya, saya mau kencan dulu."

Hah?

Maksudnya gue harus nyuci piring nyampe matahari terbit?

typo itu

Kok nggak dibenerin?

Biar lucu doang hehe...

Maaf, tapi anda tidak lucu.

Oke, sorry.

Ck—

Kok gue malah ngomentarin narasi gini sih?!!

Oke, kita kembali lagi,

Zaenal melotot, "Kencan?!!"

Percaya atau enggak, piring yang dipegang Zaenal pecah seketika, tangannya tergores hingga menampakkan sedikit jaringan di bawah kulit juga titik-titik darah yang mulai merembes dari sana.

Laki-laki itu meratapi tangannya yang terasa amat perih, kemudian menoleh pada pria tua yang menjabat sebagai ayah—

ekhm,

Anjrit! Salah server mulu ngapa sih gue?!!

Tangan Zaenal nggak beneran berdarah, itu cuma noda saos yang nggak sengaja nempel dan piring yang dipegangnya juga masih gwenchanha gwenchanha do.

Sepinggan Tubir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang