28. Terdampar Di Tak Terbatas Dan Melampauinya

22 7 0
                                    

Bagus.

Sekarang gue bingung double mampus. Berasa mau dipulangkan ke rahim ibunda aja.

Di sebelah gue ada dua Acan, dan yang jelas itu bukan dari dunia gue. Kok gue bisa tau? karena beda, diksi dari kata-kata mutiara mereka beda sehuruf dari Acan yang biasa.

Sekarang gua harus nyari ke mana kelompok gue yang asli? Ntar kalo gue ketuker dimensi apa jadinya? Ya ampunn.
Pusing pala berbih.

Tapi untungnya ada seorang Merpati yang asli narik gue ke rombongan yang bener. Di sana gue liat kelompok gue terbengong-bengong macam orang kesurupan, terutama Ajun yang entah kenapa jadi mendadak hilang otaknya.

"Sumpah gue enek denger bacotan diri gue sendiri," kata Ajun sambil ngeliatin langit siang penuh keceriaan, dan kegembiraan. Sayang banget, suasana nggak berpihak sama moodnya yang lagi sok-sokan melankolis.

"Makanya budayakan mulut anteng sejak dini, idup lo ngebacot sama ngarepin Syuhwa mulu sih!" ledek gue.

"Gue udah move on ya!" Ajun nggak terima.

"Mending lo satu pesawat isinya bacot semua," Zaenal nongol. "Lah gue isinya buaya semua, gue nggak suka mereka bisa punya taktik ngedeketin cewek yang jauh lebih mutakhir dari gue!"

Sobari juga Acan yang baru ngambil cemilan di salah satu tenda makanan duduk bersila di sebelah gue. Yang mulutnya penuh estetika nyeletuk,

"Anjay, adu nasib."

Seketika itu juga gue melting.

Uhuhuhuhu...

Garis miring, menangis dengan biasa aja.

T_T

"Kalo pesawatnya Merpati pasti yang paling 'kaya', soalnya berduit semua isinya," celetuk Jeriko.

Dan dibales dengan nada tersipu malu dari cewek itu, "A-ah enggak..."

Cie salting.

Gue nengok ke Zaenal.

Cie cembokur.

Gue nengok ke Pak Sigit.

Lah, ngapain gue nengok ke belio anjir?!

Gue nengok ke Mayang.

"Yang, lo bawa sabun cucinya nggak?" tanya gue ke topik yang jauh lebih berfaedah.

"Ya ampun, gue lupa!" pekik Mayang sambil megangin kepala gantengnya yang padahal nggak mau copot.

Semua orang mendadak panik.

"Lah, terus gimana dong?" tanya Ajun hilang harapan.

"Tenang semuanya!" teriak Dara yang entah muncul dari mana. Seketika cewek itu jadi pusat perhatian, dan ngebuat sejumlah pasang mata ini harap-harap cemas.

Gue juga pastinya. Jadi si Mayang teh udah sepakat jadi yang bawa sabun cucinya, karena ketentuan di sini cuma membawa sabun cuci piring dari dimensi sendiri-sendiri, entah PapaLemon, MoonLight, atau bahkan abu gosok sekalipun. Yang penting bisa digunain buat nyuci piring.

Merk nggak jadi pengaruh, yang penting kegigihan dan kerja keras dalam menggosok piringlah yang jadi fokus utama. Tapi kalo sabunnya aja nggak ada, kita harus gimana?

kudu eotteokhae?

Tapi sepertinya Dara punya solusi, tanpa basa-basi-busuk lagi, mari kita simak.

"Ada yang tau toilet di mana nggak?"

"Yeu ...." ---Semua manusia.

Salah berharap.

Sepinggan Tubir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang