13. Pencerahan Kedua Makna Sebuah Morfem

74 13 0
                                    

*nB. Jawa : Susuk : Kembalian; uang lebih. (Sudut pandang Siti)

*n : Susuk : Implan; jarum emas, intan dan sebagainya yang disertai mantra agar tampak lebih cantik atau menarik.

•••





Aneh.

Kata yang tepat setelah gue dijemput ke sekolah dengan selamat pakek kereta kencana yang dikelilingin kuda-kuda gagah di belakang dan depannya.

"Pertemuan kursus susuk kita mulai hari ini abis pulang sekolah ya, Sit, gue harap lo udah siapin materi yang ampuh sekalian tujuan tour kita ke warung yang lo maksud," Kata cewek yang namanya Dara.

"Untuk biaya biar kami semua yang tanggung," Sambung Merpati yang duduk di depan bersama bodyguard sekaligus saisnya.

Gue yang dalam catatan nggak ngerti apa yang mereka omongin dari mulai cara mendapatkan susuk, juga seberapa sering dan dimana aja gue dapet susuk gue jawab apa adanya. Mereka kayak mahluk dari dimensi lain yang nggak pernah belajar ekonomi, atau sekurang-kurangnya mah nggak pernah beli permen terus dapet kembalian gitu?

Biarpun gitu, gue ambil kesimpulan sendiri kayak gini.

Mereka itu spesies manusia yang nggak pernah dapet susuk karena setiap beli barang atau apapun langsung didonasiin kayak, 'Ambil aja kembaliannya,' gitu.

Dan mereka minta gue ajarin gimana caranya nerima susuk dengan baik dan benar.

Hm, pinter 'kan gue?
Dengan begini gue jadi merasa sedikit berguna bagi kemajuan nusa dan bangsa.

Walaupun masih dalam keanehan yang kayaknya kesempatan gue jadi berguna bagi orang-orang sekitar itu nggak tentu satu detik sekali, jadi seenggaknya gue bisa dan harus tulus ikhlas buat ngebantu.
Tapi kalo dapet pamrih juga gue nggak bakal nolak kok.

Mereka tipe sultan yang empat belas turunan juga nggak bakal bokek sekalipun beli oryeo superem buat 7,7 miliar populasi manusia sekarang.

Di dunia ini nggak ada yang gratis, kesampingkan masalah toilet umum.

Ada yang lebih sederhana dari itu, contohya,

Lo napas pake oksigen aja, lo bayar pake karbon dioksida.
Sesederhana kiasan atmosfir sebagai tempat pemberlakuan kegiatan ekonomi yang tak mengijinkan segalanya menjadi gratis, termasuk perasaan.

Ups.

Tapi sebelum gue nyetujuin gue keinget sesuatu, "Eh, tapi gue kudu jalanin hukuman dulu hari ini."

Dara juga Merpati tengok-tengokan.

"Yaudah selesainya aja, nggak lama 'kan?" Kata si—Hm, lupa gue, yang Dara yang mana, yang Merpati yang mana, yang Ayam yang mana, yang—

"Oy, Sitijen!"

Mayang?

Gue nengok waktu manusia kembaran jeruk yang kayaknya mulai sekarang gue panggil Annoyang Oren itu manggil gue.
Balasan atas semrawutnya doi manggil gue 'Sitijen'-iandra.

Dua cewek di depan gue sekarang lagi kipas-kipas pake duit merah sambil nutup mulut nahan teriak.

Huft, daripada klien gue harus modar di sini dan gagal buat tau rasanya dapet susuk nyampe jadi arwah penasaran gara-gara Si Annoyang Oren ini, gue cepet ngusir doi, "Mending lo minggat cepet deh, dua anak sultan ini mau mati."

"Dih, ngusir gue lo? lagian cepet lah ke kelas, gue mau nyontek PR lo," Katanya yang malah jalan ngedeket.

Gue saksiin sendiri gimana dua cewek unggas berbulu emas (Dara dan Merpati, holkay) itu dibopong bodyguard-nya sambil pake selang oksigen.
Hm, gue jadi mikir, semoga waktu nanti gue kasih tutorial cara dapet susuknya bukan Acan yang jual—doi bisa aja nongol dimanapun kapanpun iya 'kan.

Sepinggan Tubir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang