07. Konferensi Cuci Piring

93 26 1
                                    

"Hueee.... kalian jahat, kalian menghianati kisah cinta suciku!"

"Hiks, i-iya. Kenapa sih, Ayang mau sih ada di sebelah limbah obat pelancar beol kaya gini? Huhuhu... sedih akutu."

Gue melotot setelah dituding oleh salah satu ceciwi yang sekarang sesenggukkan gara-gara ide brainli–brilian yang gue temuin. Kali tadi otak gue cukup tangkas memilih jalan keluar sebelum mereka ngehancurin warnet itu. Awalnya gara-gara Si Pinter namun Tolil Ajun yang malah ngelongok ke jendela karena kepo, dan bikin semua atensi ceciwi itu ngarah ke tempat persembunyian yang nggak tersembunyi-sembunyi amat sebenernya itu.

Jadi ceritanya gini,

"HEI SEGENAP BETINA SEKALIAN!!" teriak gue sembari berkacak pinggang, "Lo semua tau—"

"SERANGG!!!" komando salah satubdari mereka.

Padahal belum apa-apa, tapi gue langsung diserbu.

"E-eh!! Woy, stop! Stop! Ah anjir, gue nggak bisa napas!"

Dengan sedikitnya kekuatan yang masih tersisa, gue teriak lagi, "NYAT, NYIT, NYET! YANG BERGERAK MIRIP MONYET!!"

Dalam hitungan sepersekian detik, kericuhan mendadak berhenti. Mereka semua otomatis jadi patung.

Huft,

Gue ngatur napas gue, untung aja gue nggak pingsan tadi.
Gila ya emang, tiba-tiba gue jadi bersolidarigas sama barang-barang diskonan yang kerap diperebutkan kelompok orang-oranh seberingas mereka, bahkan sampe cakar-cakaran. Apakah ini yang dinamakan pengalaman menjadi kaos oblong dua puluh ribu tiga?

Berarti banget hidup gue.

Karena rancangan D, alias dadakan itu berhasil. Gue ngerasa amat bangga, dan percaya diri kalau kelak bisa menyelamatkan seluruh umat manusia.

Tangan mengacung, memberi komando pada lima cowok yang udah berdiri di ambang pintu warnet. "Oke, anak-anak. Let's go!"

Sesuai rencana yang udah dirancang Ajun sebelum bolos, kami berenam balik ke sekolah di jam eskul yang sekiranya udah jarang dihuni guru-guru atau mahluk mortal lain. Buat ngambil tas secara aman.

Tapi nggak segampang itu ternyata.

Karena sekarang, gue, kelima cowok di samping gue, beserta ceciwi yang jumlahnya mungkin lebih dari jumlah personil NCT 2120 itu ngumpul di ruang ber-AC yang cocok banget buat tidur. Di hadapan kami, Pak Sigit, alias Bapak dari orang yang mengiming-imingi untuk bolos itu bersedekap dengan wajah tegas.

Beliau ngangguk-angguk sambil ngusap dagunya kala salah satu perwakilan anak cewek itu ngasih penjelasan yang penuh akan kedustaan.

Gue ngelirik jam dinding, seketika gue baru inget kalo Barney aka bunglon gue belum makan, apalagi waktu sarapan tadi dia malah tidur mulu nggak bangun-bangun. Karena udah bete banget di sini sekitar setengah jam, dan itu cuma ngedengerin penjelasan ceciwi yang males gue itung jumlahnya itu satu-persatu–yang bahkan belum ada setengah dari mereka yang udah selesai cerita, gue berdiri tegas.

"Pak, saya nggak mau basa basi kayak Hasan!" kata gue yang ngebuat Acan nengok sambil nuding mukanya sendiri.

"Lah kok gue?"

"Saya dan empat bocah ini yang salah satunya anak bapak ini bolos sejak tiga jam pelajaran terakhir. Terus Mayang kabur dari sekolah gara-gara dikejer sama anak-anak perempuan sampe katanya mecahin sejumlah aset sekolah."

"Jadi kesimpulannya...," gantung gue sok misterius.

"...Please kasih aja hukuman kalo emang perlu dan kita semua boleh pulang sekarang, saya laper, Pak!" ucap gue yang dianggukki kelima cowok yang sedari tadi mau unjuk bibir tapi kicep duluan, gara-gara pelototan maut Pak Sigit.

Sepinggan Tubir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang