16. Ganjaran Pedih Beserta Temuannya

53 14 0
                                    

Habis terang terbitlah gelap.

Di balik perkiraan mentah-mentah kami bahwa Pak Sigit nggak bakalan buka telinga, dan nggak bakal ada yang lapor kalo pembolosan kemaren terjalankan dengan bidang miring yang licin. Terdapat realita menyakitkan bahwa kami harus menanggung sanksi yang tak main-main dari Pak Sigit.

Hm, mungkin nggak main-mainnya cuma buat gue doang sih.

Soalnya, dari tujuh bilik+sepanjang koridor toilet perempuan jadi tanggung jawab gue selama satu jam pelajaran kedepan. Sendirian.

Sedangkan anak cowok bisa bagi tugas dengan mudahnya. Sedangkan gue? Ngejomblo!

Kalah jumlah gue!

Dan,

Ekhm.

Waktu di bilik ke lima gue nemuin harta karun yang menggeleparkan seluruh penduduk di indra penciuman gue.

Gue ngelus dada, bisa-bisanya toilet cewek ada isi beginiannya. Yah, kalo diliat sih emang bak airnya kering, ditambah kerannya yang disumpel pake plastik yang udah robek, dan dengan gitu aja udah menerangkan kalo bilik ini jangan jadi tempat BUANG AIR!

Sekarang gue kudu gimana coba? ngelamar Mayang?

Mau nangis aja gue, tapi kurang backsound.

Daripada menyiksa diri gue---selain mencintainya yang tak pasti, lebih baik dan lebih gampang gue skip aja itu bilik, biar deh itu urusan yang berurusan.

Selesai dari bilik ke enam yang gue kosek lumayan bersih, gue pindah ke bilik tujuh. Dan di sana gue nemuin harta karun lagi.
No, no, no.

Ini harta karun beneran.

Inu kartu kredit platinum yang baru pertama kali gue liat wujudnya selain di animasi Boboiboy, yang yakni punya Adudu dari emaknya.

Tapi nggak mungkin 'kan kalo Adudu ada di mari? Karena mahluk paling asing nan misterius ala animasi yang pernah gue kenal di sini cuma Mayang. Itu pun masih utuh berbentuk manusia yang tampan, dan kepalanya nggak kotak. Terlebih juga, doi bukan kaum hawa yang memungkinkan pake toilet ini.

Bodo amat deh, yang jelas waktu setengah bagian toilet udah gue kosek, dan itu pegelnya minta ampun, gue langsung meninggalkan toilet serta segala kenangan buruk gue selama empat puluh lima menit full di dalemnya.

Di tangga gue nemuin lima cowok nggak asing yang lagi jalan sambil main game di HP masing-masing, ketebak sih, mereka paling ngebersihin toilet bentaran abis itu sisa waktunya buat mabar. Tuh 'kan, sungguh perkara yang nggak adil.

Eh, tapi gue keinget satu perkara lagi.

Gue panggil aja yang paling gampang gue mintain tolong, "Zaenal!"

"Oit," Matanya masih ngarah ke HP.

"Laporin ya, tolong," Kata gue sambil nyodorin kartu berwarna segelap malam mingguku tanpa kuota, tepat di depan layar hapenya, yang otomatis bikin doi ngegas.

"SAUS TARTAR! Nanti gue mat---" Keluh doi, "Anjrit!! Siti lo dapet black card dari mana ini?!!"

"Tadi gue---"

"Lo nggak nyopet 'kan?!" Samber Acan.

Yang, ah,

Astaga, kata-kata puitisnya itu seketika ngebius gue.

"Gue---"

"Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh," Buka sebiji suara yang asalnya dari speaker di belakang gue, beneran di belakang gue persis, dan itu bikin kuping gue berdetak jauh lebih cepat. Kuping gue terkena serangan jantung!

eh.

Baru gue mau jawab salam, keadaan sekitar gue mendadak rame.

"Uyeeyyy pulangg!!"

"Balik woy, balik!!!!"

"Alhamdulillah, nggak jadi ulangan!"

"Warnet lah, serang!"

"PARDI, MAKAN-MAKANNYA SEKARANG AJA LAH, GASS!!"

Hampir seluruh kelas di koridor yang gue lewatin langsung berhamburan penghuninya, udah siap bawa tas masing-masing yang warna warni bagai gulali.

Gue yang terlahir lola, masih nggak mudeng. Suara pengumuman tadi perasaan baru bilang salam doang deh, apa mereka mulai pake bahasa yang cuma bisa didenger mereka, dan gue lagi bolos ke kantin waktu pelajarannya?

Hm,

"YANG NYURUH PULANG SIAPA WOY?! BALIK KE KELAS MASING-MASING!"

Pekikan suara yang awalnya kedengeran amat berwibawa itu ngebuat mesin pengeras suara di belakang gue berdengung, dan sumpah, tanpa digombalin, indra pendengaran gue sanggup meleleh karenanya.

"Kuping ganteng gue...," Lirih salah satu dari kelima cogan di depan gue.

"Emang ada apaan sih?"

Gue ngangkat bahu.

"BARANG SIAPA YANG MENEMUKAN KARTU BERWARNA HITAM, DI MANA MANA HATIKU SENANG, HARAP SEGERA DATANG KE SUMBER SUARA, TERIMA KASIH."

"Nah, sono lu kasihin," Kata Zaenal, nyodorin balik kartu yang gue kasihin ke doi tadi.

"Lo aja deh, gue mau langsung balik ke kelas. Lagian 'kan kelas lo deket sama TU."

Cowok itu berdecak, "Gue mau ke kantin ini, lo aja deh."

Anjir, malah jadi lempar-lemparan.

"Gue aja sini," Ujar salah satu suara yang ngebuat gue sama Zaenal yang nggak mau ngalah nengok. Jeriko.

"Nah gitu dong, thanks ya."

Waktu gue mau jalan, gue langsung ditarik.

"Lo temenin gue lah, nanti kalo satu sekolahan gempar gegara aura gue, gue juga yang kena."

Yeh, percuma kalo gitu.

"Sama Mayang ae tuh, gue mau bocan, pegel tau nggak berjuang sendirian?" Tunjuk gue ke bocah yang masih fokus nge-game.

"Bentaran doang si elah, gue bawa itu anak yang ada ancur seisi sekolah," Kata Jeriko.

Ck, ini cuma gue aja atau emang ya keadaan di sini kadang normal kadang di luar nalar? Kayaknya semua keadaan diposisikan sedemikian rupa biar gue tertimpa kesialan sekaligus keberuntungan gitu?

Terus--- ohh, oke. Abaikan.

Orang bilang, bagaimanapun keadaanmu, syukuri itu!

Pada akhirnya gue ngintilin Jeriko juga Zaenal yang emang searah tujuan kelasnya sama kantor TU yang jadi sumber suara pengumuman itu, padahal tadi bilangnya mau ngantin, tapi langsung puter balik waktu liat bapaknya lagi bertamasya ria di setiap sudut sekolah.

"Ngapain lo masih ngintil?" Tanya gue waktu Zaenal ikut nyelonong, bukannya langsung ke kelasnya yang pas banget di sebelah.

"Ngadem bentaran."

Gue ber-'o' ria.

"Permisi, Bu. Tadi temen saya nemuin kartu ini waktu di kamer mandi." Jeriko nyodorin kartu itu ke salah satu staf yang kacamatanya agak melorot.

Ibu itu nolehin kepalanya, "Langsung kasihin ke yang punyanya aja, tuh!"

Jeriko ngangguk, gue nimpalin, "Makasih, Bu."

Waktu OTW ngangkat kaki Zaenal tiba-tiba nongol di garis terdepan, ngerapihin seragamnya, juga nata rambutnya sesuai feeling.

Tangannya ngerebut kartu kinclong berbau layaknya pembersih lantai itu dan nengok ke gue tanpa ngubah posisi kerennya.

"Siti, asingkan dia ke luar pulau!" Titah sang Paduka Wonogiri itu.




























Adakah yang kangen dengan saya? xixixi...

See you when i see you❤

Sepinggan Tubir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang