David mengepal tangannya dengan erat, rahangnya menegang menampakkan urat-urat di wajahnya. Kepalan itu lalu digerakkan menghantam wajah seorang lelaki yang tengah berdiri dihadapannya hingga tersungkur ke pinggir aspal.
Satu bogeman tepat mendarat diwajah Justin membuat bibir lelaki itu sobek hingga mengeluarkan darah segar di ujung bibir itu dan menghadirkan rasa nyeri disana.
Justin menyeka cairan kental berwarna merah tersebut lalu tersenyum miring menatap mata elang milik David yang sudah tampak berapi-api.
"Hebat juga pukulan lo" Ujarnya setelah melihat darah yang diseka tadi pada ibu jarinya seraya berdiri.
"Engga ada yang bisa tau soal taruhan ini selain kita berempat, itu aturan yang lo buat sendiri dalam permainan kita, terus kenapa lo ngasih tau ke orang lain brengsek!!?"David murka
Justin menyeringai. "David, David sepertinya lo belum sadar juga kalau lo udah ngelanggar aturan dengan jatuh cinta sama tuh cewek" Ujarnya.
David bergeming.
"Ck, lo engga berubah, diam selalu menjadi cara lo untuk mengatakan iya" Lanjutnya.
"Lo salah, gue cuman engga mau Anisa terlibat jauh dalam permainan ini" sangkal David.
Justin berdecak sembari melempar pandanganya kesekitar memperhatikan jalan yang tampak sunyi malam itu hanya ada beberapa pengendara yang lalu lalang.
David berbohong. Dia tahu itu. Hubungan pertemanan mereka tidak bisa dikatakan singkat sehingga tidak tahu dengan kebiasaan lelaki itu.
"Gue pikir lo temen gue" Sindir David.
Justin kembali berdecak menatap dingin lawan bicaranya itu. Dia lalu meraih kera jaket kulit milik David, menariknya dengan kasar.
"Lo berubah!" Bentak Justin tepat di wajah David. "Itu yang buat gue kesal sama lo Vid, Semenjak lo kenal sama cewek itu, lo bukan David yang dulu gue kenal" lanjutnya lalu mendorong tubuh David dengan kasar hingga tubuh lelaki itu sedikit bergeser darinya.
David menautkan alisnya, bingung.
"Bukannya lo yang nyuruh gue buat deketin dia?" Tanyanya lalu berdecak kesal.
"Engga dengan cara seperti ini!" Bentak Justin
"Ini pilihan gue Jas, bukan karena Anisa, gue yang memilih untuk merubah jalan hidup gue"
"Dengan memutus persahabatan lo sama anak-anak?"
"Gue engga mutus persahabatan gue" Jawab David cepat. "Gue hanya butuh ruang sendiri Jas, karena kita engga searah"
Justin lagi-lagi berdecak.
"Jadi karena itu lo berusaha menjauh?"
"Untuk sementara waktu" Jawab David dengan cepat.
"Sampai kapan lo akan bersikap seperti ini, hah?"
"Gue engga tau sampai kapan gue akan tetap seperti ini, gue bahagia Jas dengan apa yang gue lakuin sekarang, gue ngerasa ketenangan yang engga pernah gue dapatin dimanapun" David menjeda kalimatnya "Gue harap lo sama anak-anak mau ngerti" Harap David.
Justin memutar bola matanya jengah.
"Lo bego yah? mau aja di pengaruhin sama tuh cewek" Sindir Justin.
"Gue engga peduli lo mau ngomong apa, gue akan tetap pada pilihan ini Jas, yang gue mau, kasih gue waktu untuk menjauh sejenak" Tegas David.
"Gue engga perlu ngasih lo waktu, gue cuman ngasih lo pilihan, persahabatan kita atau cewek itu?" Ucap Justin berhasil membuat David kebingungan.
David menggeleng, tidak mengerti dengan sikap Justin. Baiklah, David berubah karena dia sudah enggan untuk bergabung dengan ke tiga sohibnya itu. Tapi bukan berarti dia berniat untuk melupakan persahabatan mereka, dia hanya takut terpengaruh dengan ajakan mereka yang masih sering ketempat hiburan malam, meminum khamar, memanjakan mata dengan pemandangan wanita tanpa hijab bahkan bisa dibilang hampir tak berpakaian, menari dilantai dansa hingga tak kenal waktu.
Akh, David menggeleng, dia tidak mau lagi terjerumus dalam dosa itu. Sudah cukup selama ini masa remajanya dia habiskan dengan menumpuk dosa.
Diapun sadar keimanan dalam hatinya belum begitu kuat untuk menolak, jika saja ketiga sohibnya itu mempengaruhinya untuk melakukan hiburan-hiburan dunia yang memuaskan nafsunya itu.
"Gue engga perlu memilih karena gue engga akan ninggalin ke duanya, lo, Dirga, Guntur, dan apa yang gue lakuin sekarang"
"Ok, kalau lo engga mau, biar gue yang mengakhirinya" Justin menjeda Ucapnya "Lo, BUKAN salah satu dari kita lagi" Ucap Justin memberikan penegasan pada kata bukan.
David tersenyum getir.
"Semudah itu lo bilang hal itu ke gue?" David merasakan sesak didadanya.
Tidak berarti apa-apakah dirinya dimata lelaki itu sebagai sahabatnya? Sehingga dengan mudah memutus persahabatan mereka yang sudah terjalin selama 7 tahun itu.
"Ayolah Justin gue cuma butuh ruang" David terlihat membujuk lelaki keras kepala itu.
"Lo enggan akan pernah tau seberapa berarti seseorang di hidup lo, sampai mereka menjauh dari lo" Sindir Justin "Terimakasih untuk pukulannya, setidaknya ini menjadi jawaban betapah pentingnya cewek itu buat lo ketimbang sahabat lo sendiri" kemudian ia berlalu dengan mobil Lamborghininya.
David mengerang kasar.
Tidak cukupkah dengan Anisa yang memintanya untuk tidak saling mengenal lagi, Justin sahabatnyapun turut mengakhiri persahabatan mereka.
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You and I'm Sorry
RomanceBagaimana jadinya jika bad boy bertemu dengan seorang wanita muslimah? Edwar David Indrawan, lelaki tampan dengan segala kekuasaannya mampu menaklukkan wanita manapun yang dia jadikan sebagai barang taruhannya. Lantas bagaimana jika David ditantang...