Anisa tersenyum menatap anak laki-laki berumur dua tahun yang sedang duduk disampingnya, anak itu terlihat bersemangat menghabiskan ice cream-nya dari paper cup. Sesekali terdengar ocehan keluar dari bibirnya yang tipis dan merah tanpa Anisa pahami maknanya.
"Apa es krimnya enak?" Tanya Anisa dan di sambut anggukan mantap oleh balita itu." Habiskan sayang" Anisa mengelus lembut rambut hitam dan lebat anak itu sebelum kembali menyesap hot chocolate nya.
Dia lalu membuang jauh pandangnya keluar menebus kaca besar yang ada dihadapannya saat ini. Langit kota Surabaya terlihat mendung hari ini.
Ya. Anisa tengah berada di salah satu cafe yang berada di kota Surabaya. Sudah dua tahun dia tinggal dikota ini bersama Ibu dan kedua adiknya Alila dan Ghazi yang sengaja dia bopong ikut bersamanya.
Ayahnya meninggal setahun setelah dia menyelesaikan kuliahnya. Hal paling menyedihkan yang pernah ia rasakan dalam hidupnya. Diapun memilih untuk meninggalkan kota kelahirannya, meninggalkan segala kenangan indah bersama pria yang sangat berarti dalam hidupnya tersebut, kenangan yang begitu sulit terlupakan olehnya terlebih lagi ibunya.
Disinilah kehidupan barunya dimulai, bekerja membanting tulang demi memenuhi kebutuhan sehari-hari dan juga biaya sekolah kedua adiknya. Sebagai anak tertua, beban kepala rumah tangga kini beralih dipundaknya.
Anisa menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya pelan, menyeka setitik air yang berhasil jatuh membasahi pipinya. Ingatan tentang ayahnya seperti gas air mata yang selalu siap membuat matanya berair.
Pandangannya kemudian beralih menatap anak laki-laki itu lagi yang masih asyik dengan es krimnya membuat senyumnya kembali mengembang.
"Apa kamu menunggu lama?" Anisa mengangkat pandangannya melihat seseorang ikut bergabung dimejanya. Nafasnya terdengar berburuh dan wajahnya terlihat memerah, mungkin karena cuaca yang terasa panas meskipun mendung.
Anisa menggeleng sambil membantu mengibas-ngibaskan tangannya didepan wajah orang itu.
"Untukku?" Tanyanya sebelum meminum fruit tea yang sengaja Anisa pesan untuknya bersama sepiring pasta.
Dia segera menyedot minuman itu dengan sedotan setelah Anisa mengangguk. Rasanya tenggorokannya kering.
"Apa dia rewel?" Tanyanya lagi setelah berhasil menghabiskan setengah dari isi gelasnya seraya melirik anak laki-laki yang duduk disamping Anisa.
"Tidak sama sekali, dia tidak banyak bicara, berbeda dengan kamu" Ledek Anisa.
"Dia memang tidak mirip sama aku padahal dia lebih sering bersamaku sepanjang hari" Protesnya lalu terkekeh.
Anisa ikut terkekeh."Belanja bulanannya udah selesai?" Tanyanya setelah mengakhiri kekehannya.
"Sudah, semua udah ada dimobil" Jawab orang tersebut.
"Repot yah Git jadi ibu rumah tangga?" Tanya Anisa pada Gita, Orang yang sedari tadi berbicara dengannya.
Yah, itu Gita, gadis itu menikah setelah lulus kuliah lalu ikut berasama suaminya ke Surabaya karena pria yang dia menikahinya itu bekerja dikota tersebut. Setahun kemudian Anisapun diterima kerja di kota yang sama dan kebetulan satu kantor dengan pria yang kini menjadi suami Gita. Takdir sepertinya tidak ingin memisahkan mereka berdua.
"Hm, tapi aku menikmatinya" Jawab Gita lalu melirik Anisa dengan senyum jahil. "Makanya nikah, biar kamu bisa ngerasainnya sendiri" Ledeknya membuat Anisa memutar bola matanya malas.
Setiap bertemu, Gita selalu saja membahas masalah pernikahan.
"Iya, kalau aku sudah bertemu jodohku" Jawab Anisa cuek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Thank You and I'm Sorry
RomanceBagaimana jadinya jika bad boy bertemu dengan seorang wanita muslimah? Edwar David Indrawan, lelaki tampan dengan segala kekuasaannya mampu menaklukkan wanita manapun yang dia jadikan sebagai barang taruhannya. Lantas bagaimana jika David ditantang...