Let's stop it

1K 112 18
                                    

Irene baru sampai di agency. Dengan langkah berat ia memasuki ruangan CEO mereka. Sebenarnya hari itu bukan hanya meeting sederhana, mereka akan membahas bagaimana Red Velvet untuk kedepannya. Mengingat masa promosi mereka hampir berakhir, tapi mereka sama sekali tidak melakukan promosi. Alasanya sederhana, Red Velvet meminta agar kasus Wendy benar-benar di usut hingga tuntas, tapi sepertinya Agency tidak mau melakukan itu. Sehingga tindakan ini dianggap sebagai pelanggaran kontrak dan pemberontakan.

"Oh kau disini? Bagaiamana keadaan Wendy?" Tanya CEO mereka sambil duduk di hadapan Irene.

"Jika seonsongnim sangat ingin tahu kenapa tidak datang ke rumah sakit dan melihatnya langsung. Aku tidak pernah melihatmu berkunjung, ini sudah hampir seminggu." Sakartis Irene.

"Apa kau akan terus seperti ini?" Tanya CEO itu sambil menyeruput teh nya.

"Karena itulah kau harus ke rumah sakit dan lihat betapa menderitanya Wendy. Aku tidak bisa membiarkan kasus ini begitu saja."

"Lalu kau ingin apa?" Ia bertanya sambil meletakkan kembali cangkir teh itu dengan tenang.

"Bukankah dari awal sudah aku katakan, tuntut mereka atas kelalaian atau apapun itu, ayo selesaikan ini secara hukum. Mereka tidak akan meminta maaf, kalaupun mereka meminta maaf mereka tidak akan merasa bersalah."

"Kau gila! Mereka stasiun tv besar bahkan mereka dapat menghambat promosi grup. Apalagi kalian baru lima tahun, promosi itu sangat penting."

"Lalu apakah Wendy tidak penting?!"

"Irene-a!"

"Kenapa? Aku hanya bertanya apa Wendy tidak penting. Apa kami hanya harus mesin pencetak uang bagimu, kau bilang kau adalah guru bagi kami, apakah kau hanya guru jika kami bisa memberimu uang. Kau bahkan tidak memperlakukan kami dengan baik, kami debut untuk menutupi skandal senior, tapi tidak memiliki stylist yang baik hingga kalian harus di hujat dulu baru menggantinya. Bahkan kami tidak memiliki ruang untuk bicara dengan fans kecuali jika itu berbayar dan menghasilkan keuntungan."

"Irene-a!" Teriak CEO sangat marah hingga menggebrak meja. Irene adalah orang yang sangat mudah terkejut, tapi kali ini ia berusaha keras mengepal tangannya agar tidak bereaksi terhadap suara keras itu. CEO itu tampak menglonggarkan dasi yang mengekang lehernya. Ia meninum tehnya dalam sekali teguk. Mecoba untuk tenang.

"Sepertinya aku sudah selesai bicara seonsongnim." Ujar Irene sambil berdiri.

"Lalu kau ingin aku bagaimana?" Irene berhenti.

"Bukankah sudah jelas......"

"Kau ingin aku menuntut mereka! Baik akan tuntut bajingan itu, tapi jangan salahkan aku jika setelah ini semakin banyak rumor tentang kalian. Mereka adalah para bajingan yang menggunakan segala cara, mereka media Irene-a mereka media! Kau tahu betapa berkuasanya mereka, mereka bisa merubah cara pandang orang hanya dari artikel yang mereka terbitkan. Mereka punya banyak senjata yang kau bahkan aku saja tidak tahu dan tidak akan bisa menghadapinya. Itu yang kau inginkan?"

"Kau takut sonsongnim?" Tanya Irene tidak percaya.

Ia terlihat mengepal erat cangkirnya karena pertanyaan itu. "Benar! Kau benar! Aku takut." Ia melepas kacamatanya dan menatap mata Irene secara langsung. "Kau tidak tahu seperti buruk aku terlihat dengan skandal para seniormu, jika ini juga terjadi padamu, pada Red Velvet aku tidak dapat menahannya lagi. Kau benar, kalian adalah penghasil uang bagiku, tapi....." Ia kembali melonggarkan dasinya.

"Aku tidak bisa kehilangan uang, tapi aku lebih tidak mampu lagi melihat anak-anakku, murid-muridku terus saja kehilangan mimpi mereka. Aku tidak dapat lagi menyaksikan hal itu, aku tidak bisa lagi membiarkan skandal terus bergulir dan tertutupi oleh skandal lainnya."

New RuleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang