RINI yang Menyamar

71 11 0
                                    

Bara Muzafran menerima permintaan pertemanan anda.

Uhuy!

Aku bersorak kegirangan. Akhirnya aku bisa memata-matai mereka berdua. Misi harus berjalan dengan sempurna, tidak boleh ada cela sedikitpun.

Snow White.

Itulah nama akun fake yang aku gunakan untuk memantau mereka. Aku pasang foto profil sesuai dengan ikon si putri salju cantik yang aku ambil di gugel. Semoga tidak ada yang akan curiga.

Aku tersenyum sendiri saat membayangkan akan mengerjai si ganjen itu. Widi Ayu bisa kejang-kejang kalau aku ikut berkomentar mesra di status Bara.

"Rin. Sarapan dulu, Nak."

Terdengar suara mama memanggil. Aku bergegas mengambil tas dan bersiap berangkat. Ada kuliah pagi hari ini, jam sembilan nanti. Pas saja, sama dengan Bara, jadi aku bisa bertemu dengannya dan makan siang bersama. Setelah itu, aku berencana meminta dia menemaniku jalan-jalan sebentar.

Aku menatap diri di depan cermin. Memastikan penampilanku berulang kali. Mengambil karet rambut dan menguncirnya. Menyisir ulang supaya terlihat rapi. Seperti biasa, parfum tidak boleh ketinggalan, biar harum mewangi sepanjang hari.

Sudah cantik.

Aku berjalan keluar.

Mama dan papa sudah menunggu. Aroma nasi goreng langsung terhirup di indera penciuman saat aku masuk ke ruang makan.

"Lama banget dandannya. Mau ketemu Bara, ya?" Mama menggoda sambil mengedipkan mata.

"Mama, ih," jawabku manja. Sedangkan papa hanya tersenyum mendengarkan. Dua orang ini sudah merestui hubungan kami, karena selama ini Bara memang berniat serius kepadaku.

Aku mengambil tempat duduk di sebelah papa. Menyendok nasi banyak-banyak hingga piring penuh. Mulai menyuap dan menikmati lezatnya masakan mama.

"Nanti pulang diantar Bara, kan?" tanya papa.

"Iwyya, Puuah," jawabku sambil mengunyah nasi yang masih penuh di dalam mulut. Mama menggelengkan kepala melihat kelakuanku.

"Habiskan dulu makannya, baru bicara," tegur mama.

Memang kebiasaan jelek sih, tapi aku suka. Tapi kalau sedang makan berdua sama Bara tidak begitu. Jaim dong, bisa ilfeel dia.

"Ayo buruan, nanti telat."

Aku berpamitan dan bersalaman dengan mama. Papa sudah menunggu di depan.

Cus, berangkat!
.
.

[Kantin. 15 menit lagi]

Send.

Aku bergegas menuju kantin belakang, tempat biasa kami bertemu. Tanganku bergerak meraih ponsel di dalam tas. Belum ada balasan dari dia. Mungkin masih di kelas. Akhir-akhir ini Bara memang sibuk dengan skripsinya. Dia bilang ingin menyelesaikan semuanya dengan cepat, setelah itu dia berjanji akan ... melamarku.

Sambil berjalan, aku membuka akun Facebook. Melihat status Bara hari ini.

"Udah di up. Belum approve. Tunggu ajeh."

Begitulah status terbarunya. Aku mengernyitkan dahi, sebenarnya tidak terlalu suka atas pilihannya menjadi seorang penulis. Tapi juga tidak bisa melarang, itu hobi yang sudah dia tekuni sejak lama.

Dalam sekejap, muncul berbagai macam komentar yang bertaburan bagai bintang-bintang di langit. Begitu juga dengan like dan aneka react pada status Bara.

Aku cemburu.

"Aw aw ga sabar deh akyu."

"Penasaran endingnya nanti kayak apa ya, Bang?"

Baper Queen [Terbit Buku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang