15. WIDI Terlalu Banyak Berharap

54 9 0
                                    

Tak ada lagi kesenangan saat ini selain dekat dengan dia. Jika dulu hanyalah sebuah aksara, kini menjadi nyata. Ketika pencapaian yang telah lalu menjadi nyata, hadir pencapaian lainnya.

Memilikinya.

Bara.

Kehadiranku selalu diinginkan lelaki itu. Begitupun sebaliknya. Bagai candu, tak mampu untuk berkata tidak. Aku semakin yakin, bahwa dia juga menyukaiku.

Setelah hari itu--di mana aku tak menyadari bahwa itu Bara--dia mengajakku bertemu. Untuk pertama kali, aku melihat jari-jemarinya yang selalu merangkai kata-kata puitis. Kata-kata yang diramu sedemikian rupa, membawaku terbang menembus cakrawala.

Kini, dia sedang tersenyum manis di hadapan. Benar dugaanku, dia semanis tulisannya. Aku jadi teringat, bagaimana jika mereka mengetahui wajah asli Bara? Yakin, perempuan-perempuan itu pasti akan mengejarnya.

"Udah siap?" tanyanya lembut.

"Udah. Yuk!"

Malam ini, Bara menawari untuk mengantarku photo shoot. Sejak seminggu terakhir, kedekatan kami semakin intens. Bahkan, seringkali Bara mengirimkan chat romantis. Membuatku semakin dibuat mabuk kepayang olehnya.

Ah, Bara ... dia belum menyatakan perasaannya saja, hatiku selalu berdebar tak biasa. Terlebih, dia tak menolak ketika aku bergelayut manja pada lengannya.

"Di lantai berapa?" tanyanya setelah kami sampai di sebuah mall besar yang baru diresmikan beberapa bulan terakhir.

"Lantai dua," jawabku.

Kami berjalan beriringan ke dalam mall. Sesekali Bara merangkulkan sebelah lengannya pada bahuku. Begitu saja, aku sudah meleleh, hampir menggelepar karena debaran terkutuk itu.

Tak lupa update status malam minggu, dan menandai lokasi studio foto.

'Ditemenin someone special.'

Sesampainya di studio foto lantai dua, Bara ikut masuk ke dalam. Sudah ada Bram dan seorang laki-laki. Saat menatapku, laki-laki itu sedikit terkejut. Terlihat dari raut wajahnya.

"Kenalin. Ini Gian, anak magang baru di agensi kita," jelas Bram.

"Widi Ayu?" Belum sempat aku memperkenalkan diri, laki-laki bernama Gian itu menebak namaku dengan tepat.

"Iya," jawabku singkat.

"Gue Gian," ucapnya. Lalu menoleh pada Bara yang sedang berdiri di belakangku. Dia menaikkan sebelah alisnya. Aneh.

"Malem ini, Gian yang motret lu. Gue ada kerjaan bentar," ucap Bram sebelum akhirnya melangkah pergi.

Aku mengajak Bara untuk duduk di sebuah sofa di sudut ruangan. "Kamu tunggu di sini ya. Aku ganti baju dulu."

"Oke."

***

Bara tersenyum manis dan melambaikan tangannya saat aku selesai melakukan sesi pemotretan. Aku menghampirinya yang tengah duduk di sofa. Melingkarkan kedua tangan di atas bahunya. Dia menatapku. Mesra.

Di sudut mata, aku menangkap sosok Gian tengah menatap serius ke arahku dan Bara. Namun kuabaikan.

"Pulang?" tanyanya.

Aku menggeleng. "Aku mau dinner dulu sama kamu."

"Boleh. Kamu mau makan di restoran mana?"

"Aku mau makan seafood."

"Oke, yuk!"

"Aku ganti baju dulu ya," ucapku seraya bangkit dan melangkah.

Ting!

Baper Queen [Terbit Buku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang