13. BARA Bertemu Widi

86 10 1
                                    

Cewek galak itu menatapku tak berkedip. Sorot matanya tajam seolah ingin menerkam.

Apa sebenarnya maunya? Dia tak memberiku celah untuk berbicara. Penampilan sama sekali tidak mencerminkan sifatnya.

"Ya, terus ... maunya gimana?"

Aku berusaha mencairkan suasana. Meski emosi masih menyisakan asap di ubun-ubun karena ulah Rini yang membuat layar ponselku retak. Juga dosen killer yang tak kutemukan setelah menyusuri separuh ruangan.

"Kipasin gue!" ucapnya setelah sejenak berpikir.

"Pake apa?" tanyaku bingung.

"Pake daun pisang!" ujarnya dengan nada yang masih tak bersahabat.

Hari ini memang sungguh sial! Belum juga selesai satu masalah, muncul lagi masalah baru.

Jika disuruh memilih, aku lebih baik berhadapan dengan pak Bronson yang kejam, tapi ia bisa membawaku menuju satu harapan. Dari pada berurusan dengan gadis ini, hanya pembawa sial.

Sejak kehadirannya saat di kantin tadi, Rini menjadi marah.

Lalu, sekarang ia tiba-tiba muncul di hadapanku, setelah aku gagal bertemu pak Bronson.

Kupungut ransel yang tergeletak persis di dekat kakinya. Ia mengekori langkahku dan ikut duduk---satu anak tangga di bawahku.

Aku merogoh ransel. Tak kutemukan sesuatu yang bisa dipakai untuk mengipas. Dalam keadaan darurat begini, terpaksa proposal yang hendak kuajukan, beralih fungsi menjadi kipas.

Kuubah posisi dudukku ke bawah. Berjongkok di hadapannya sembari mengayunkan lembaran berjilid itu dengan sangat hati-hati, takut jadi kucel.

"Bukan kaki! Muka gue yang dikipasin!" hardiknya, membuat jantungku terasa bergeser seperti mengalami gempa sepersekian skala richter.

Aneh memang, kakinya yang terkena ransel namun memintaku mengipasi wajahnya.

Dengan pasrah, aku kembali ke posisi semula. Menuruti perintahnya bukan karena takut, hanya saja aku malas ribut dengan makhluk yang bernama perempuan.

Saat aku mengipasinya, ia malah asyik bermain ponsel. Kami seperti pembantu dan majikan. Nasib!

Drtttt!

Ponselku bergetar. Layar retak menampilkan sebuah pesan yang sulit terbaca. Aku berusaha mengejanya, sampai harus memicingkan mata.

[Abwaaang ... kok belum update?]

Si troublemaker itu lagi. Membosankan!

"Heh! kipasin cepet!" titah si cewek galak.

Ia tampak kelelahan entah karena apa. Sedikit berkeringat, namun terlihat begitu ... manis.

Manis? Ah, skip!

Mana mungkin aku memujinya, sementara tak pernah kulihat senyum di wajahnya. Dia tak lebih dari seorang gadis galak dan kejam.

Lihat saja tingkahnya dari awal bertemu di kantin. Judes dan sama sekali tak ramah pada siapa pun.

Sekarang, ia malah memanfaatkan keadaan. Memperalatku untuk mengikuti keinginannya hanya karena kesalahan yang tak berarti.

Baru saja hendak mengipas kembali, ponselku kembali bergetar.

[Abwaaaang, sibuk ya? Yodah, cemunguddd ya Abwaaang ❤]

Ada sesuatu dari dalam perutku yang terdesak hendak keluar. Rasa mual tiba-tiba saja menjalar setelah membaca chat-nya.

Kuperhatikan cewek galak yang ada di hadapanku masih saja memainkan ponsel. Ia terlihat begitu sangat serius dan asyik dengan satu tampilan pada layar.

Baper Queen [Terbit Buku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang