WIDI Bertemu Danis

73 11 0
                                    

Aku tengah menyematkan riasan natural pada wajah. Cheer pink compact powder, ditepuk-tepuk tipis ke seluruh permukaan wajah dan leher. Aku memoles sedikit rose liptint, mengatup-ngatupkan bibir agar merata. Tak lupa menyisir rambut yang tergerai hingga rapi.

Pagi ini ada kelas penting yang tak boleh kulewatkan, mengingat kelulusan hanya tinggal beberapa bulan lagi. Aku berencana berangkat lebih awal agar bisa bersantai sedikit, lalu makan seporsi batagor dan es jeruk di kantin.

Tiba-tiba ponselku berdering. Panggilan masuk dari Bram. Sebenarnya malas berbicara degannya, karena tak ada jadwal photo shoot hari ini. Namun aku segera mengusap gambar telepon berwarna hijau.

"Ya?" jawabku enggan.

"Lu di mana?" tanya Bram di seberang.

"Mau ke kampus," ucapku seraya menepuk-nepuk sepon bedak sekali lagi.

"Gue anter, ya?" tawarnya.

"Ogwah! Gue dikira dianter sama om-om ntar!"

"Ya bodo amat kan, ya ...," jawabnya enteng.

"Lu ih!"

"Pokoknya sepuluh menit lagi gue nyampe."

Sambungan telepon terputus. Dasar, tukang foto nggak ada akhlak! Selain tampangnya memang seperti om-om CEO platform--tumbuh rambut tipis di area rahang--dia juga selalu memaksa. Itu salah satu minus yang ada pada dirinya.

Kalau bukan karena kebaikannya, aku ingin menolak. Tapi, selalu berujung dengan rasa tak nyaman saat melihat raut kecewa yang terpancar dari wajahnya. Dia memang pandai berakting memelas, demi mendapatkan perhatianku.

Aku segera mengenakan sweter berwarna putih gading, yang cocok dipadukan dengan celana jeans biru terang. Setidaknya, aku harus berpakaian sopan saat pergi ke kampus. Tak lupa menyelempangkan tas di bahu. Dan memakai sneakers keluaran terbaru.

Sekali lagi aku memperhatikan pantulan di cermin. Pakaian sesimpel ini bila aku yang memakainya, tetap terlihat menarik. Apalagi jika aku mengenakan pakaian yang mewah. Sangat terlihat pantas melekat di tubuh.

Benar saja, tak berapa lama kemudian, pintu kost-an ada yang mengetuk. Aku segera membukanya. Bram, sedang berdiri dengan wajah annoying. Asli, pengen tabok!

"Ayo, cepetan!" kataku setelah mengunci pintu. Lalu, segera masuk ke dalam mobil mendahuluinya.

"Lu nggak sopan! Ajak gue masuk dulu kek!" sergahnya setelah duduk di balik kemudi.

Aku mendelik. "Nggak penting! Lu bukan anak Sultan!"

"Gue emang bukan anak Sultan, tapi anak tampan!" jawabnya dengan penuh percaya diri.

Mual.

Selalu seperti itu saat kata-kata yang ke luar dari mulutnya. Dia menganggap dirinya tampan. Padahal, dia memang tampan. Tapi jika dilihat menggunakan sedotan dari Monas.

Bram menyalakan music player sambil terus menyetir. Aku mulai terlarut dalam lantunan lagu yang mengalun indah di dalam mobil. Bram sangat hafal lagu kesukaanku. Sial!

A whole new world
A new fantastic point a view
No one to tell us, no
Or where to go
Or say we're only dreaming

A whole new world
A dazzling place I never knew
But when I'm way up here
It's crystal here
That now I'm in a whole new world with you

A Whole New World - Zayn Malik & Zhavia Ward

***

Banyak tatapan sinis saat aku turun dari mobil Bram. Sudah biasa, sebenarnya. Bisa saja aku menganggap mereka sedang iri. Tapi kali ini, berbeda. Karena Bram ikut turun. Aku sedikit risih.

Baper Queen [Terbit Buku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang