20. DANIS Nembak

152 18 10
                                    

Cinta tak harus memiliki?

Itu hanya untuk para pengecut.

Bagiku, cinta, ya dikejar. Pepet! Tikung!

Pokoknya, harus diperjuangkan hingga tetes darah penghabisan!

***

Sejak makan malam nasi goreng waktu itu, aku dan Rini makin dekat. Bahkan, kami sering saling mengirim pesan ketika bosan.

[Oi, Little Pony. Di deket lo ada nyamuk, nggak?]

[Ada. Kenapa?]

[Bilangin, ada salam dari nyamuk di deket gue]

Lalu, chat akan terus berlanjut hingga salah satu dari kami mulai mengantuk.

Rini juga tak segan mengirim chat duluan ketika gusar pacarnya dikerubuti banyak fans online. Curhat colongan.

[Hari ini panas banget ya, Mbel]

Entah sejak kapan, cewek cengeng itu memanggilku gembel, tapi demi menghibur hatinya yang luka, aku pasrah.

[Sepanas hati aku liat Bara bales komentar di Facebook, tapi chat aku gak dibaca] Lanjutnya.

Setelah itu, bisa dipastikan Rini akan curhat sepanjang malam. Membahas betapa dia mencintai Bara apa adanya.

Bahkan, rela hubungannya digantung tanpa status.

"Lo nggak mau cari pacar baru?" tanyaku saat kami berjalan ke luar bioskop. Rini mengajak nonton film horror dengan alasan agar dia puas teriak saat scene seram.

"Males."

"Ya, lo nggak usah nembak. Tinggal buka hati aja."

"Buat?"

"Orang baru," jawabku. "Kata orang, obat sakit hati paling mujarab, ya, jatuh cinta lagi." Lanjutku.

"Pendekar jomlo nasihatin soal cinta? Mbelgedes!" Rini mencebik.

"Bentar lagi, gue bakal ngelepas mahkota sebagai The King Of Jomlo."

Aku menyisir rambut ke belakang dengan jari. Lalu, menepuk dada dengan tangan terkepal.

Rini melirikku, sambil menghisap bubble dari sedotan.

"Emang, ada yang mau sama kamu?"

"Sekarang belom. Nggak tau kalo besok."

***

Belakangan ini aku fokus kuliah, menekuni bidang yang kupilih. Meskipun dulu semua ini dilakukan demi seseorang, tapi kesuksesan tetap harus diraih.

Hubunganku dengan papa juga berangsur membaik. Lelaki pekerja keras itu akhirnya mendukung jurusan yang kupilih. Dengan syarat, jika profesiku sebagai fotografer tak berhasil dalam lima tahun, aku harus rela meneruskan usahanya.

[Di mana?]

[Kantin. Baris ketoprak ujung. Buruaaan!]

Rini membalas secepat kilat. Bocah ini pasti sedang men-stalking akun Bara.

Selesai bimbingan, aku memang janjian dengannya. Gadis itu minta dibantu membuat angket untuk kuisioner data makalahnya.

Sebelum ke kantin, aku mengambil beberapa foto gedung yang hampir empat tahun menjadi rumah ke dua.

Kuarahkan lensa pada tiap sudut area, saat kutemukan satu raut tertangkap kamera.

Widi Ayu.

Dia yang menjadi alasanku masuk jurusan fotografi. Gadis yang senyumnya mampu membuatku menatap layar hape berlama-lama. Duduk sendirian di bangku kosong di pinggir taman yang ramai dengan wajah yang ... entah.

Baper Queen [Terbit Buku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang