10. Rencana yang Disusun RINI

62 11 0
                                    

Bara menarikku meninggalkan tempat itu. Cekalan tangannya begitu kuat sampai rasanya lenganku sakit, bekasnya juga memerah.

Padahal tadi aku sudah berusaha romantis dengan mengecup pipinya, kenapa sekarang dia malah kasar?

Semua ini gara-gara perempuan di kantin tadi. Seenaknya saja duduk di depan kami tanpa permisi. Mentang-mentang wajahnya cantik, sesuka hatinya saja memperlakukan orang lain. Dasar sableng!

"Pokoknya aku gak suka kalau kamu masih berteman dengan dia. Aku capek, Bar!" Nada suaraku meninggi. Tanganku bergerak merebut ponselnya. Maksud hati ingin menghapus pertemanan Bara dengan perempuan bernama Widi Ayu itu, tapi dia menolak.

"Jangan marah kayak gitu. Kita lagi di kampus," katanya berusaha menenangkan.

Aku tak perduli, mau di kampus, di pasar atau di mana saja, kalau aku mau marah ya marah saja. "Bodo'!" ucapku. Lalu ....

Prang!

Dalam sepersekian detik, ponsel yang ada di genggamanku sudah terlempar ke lantai. Retak dan pastinya sudah tidak bisa dipakai lagi.

"Rini!" Bara membentakku.

Aku terkejut dan hanya bisa terdiam. Kenapa Bara jadi begini? Mataku sudah berkaca-kaca, rasanya ingin menangis saat ini juga, tapi aku menahannya.

Mama, Bara jahat!

Biasanya dia akan dengan senang hati membujuk rayu supaya aku tidak marah lagi, tapi kali ini tidak. Aku hanya terdiam saat dia berjalan menjauh.

Aku juga tidak mau mengejarnya, memangnya ini adegan di film India apa?

Aku berjalan menuju kelas dengan menghentak-hentakkan kaki. Kesal setengah mati. Harusnya hari ini aku bisa berduaan dengan kekasihku. Tapi semuanya jadi kacau. Kacau!

Aku melihat sekeliling sambil menyaksikan berbagai macam kelakuan mahasiswa lain. Dari yang normal sampai yang absurd.

Waktu break seperti ini, segala rupa bermunculan dari ruang kelas. Dari yang culun sampai yang glamour ala sosialita. Ada yang rapi dan formal, juga ada yang tampil sembarangan seperti gembel.

Mataku silau saat melihat seorang mahasiswi yang berpenampilan seronok dengan memakai rok mini.

Jadi teringat si model ganjen yang selalu berpakaian terbuka. Aku menggelengkan kepala, ngeri melihatnya.

Bruk!

Ya ampun, aku menabrak orang lagi. Seharian ini, kenapa hidupku jadi riweuh begini?

"Kamu?" Teriakku saat melihat siapa dia.

Tukang palak?!" pekiknya.

Ternyata si dekil yang kupalak tadi. Ya Tuhan, kenapa harus bertemu dengan orang ini lagi sih?

Kulihat dia sudah bersiap siaga dengan memasang kuda-kuda seperti si Po di film Kungfu Panda.

Aku juga tak mau kalah, bersiap mengeluarkan jurus andalan seperti Master Shifu untuk mengimbanginya.

Dan pertempuran pun dimulai ....

"Ngapain kamu ngikutin aku?!" tanyaku galak. Sengaja ku pasang wajah begitu, biar dia tak usah mendekat.

"Dih! Siapa juga yang ngikutin lo? Geer!" katanya.

Mataku mendelik.

"Lagian ngapain dua kali nabrak gue sambil cemberut gitu? Dasar labil!" Dia memegang saku belakang celananya. Sepertinya berjaga-jaga, takut lembaran merah yang lain berkurang dan berpindah ke dompetku lagi.

Dia mengumpatku?

Eh? Kurang asem ini anak.

"Biar labil juga aku punya pacar. Ganteng, penulis terkenal lagi," jawabku.

Baper Queen [Terbit Buku]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang