21

809 79 2
                                    

Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚

Naya naik ke atas kasur. Seperti biasa Rendra sedang fokus membaca e-book di tabletnya. Wanita itu duduk tepat di samping Rendra, bahu mereka bahkan bersentuhan. Rendra sempat melirik sekilas, tapi Naya hanya meringis. Pasangan itu kembali fokus pada gawainya masing-masing.

Lima belas menit, Naya sudah bosan dengan Webtoon yang sedang ia baca. Ia menoleh ke samping, Rendra masih serius membaca dengan posisi dua tangan memegang tablet di hadapannya. Bibirnya berkomat-kamit menghapal materi.

Naya tersenyum jahil. Tangan kanannya berusaha masuk ke celah tangan kiri Rendra yang memegang gawai. Naya tidak memaksa. Jari telunjuknya bergerak menggelitik telapak tangan sang suami agar terbuka.

Rendra menanggapi. Ia menautkan jemarinya dengan tangan kanan Naya. Rendra membawa genggaman tangan mereka mendekati bibir, ia mencium punggung tangan sang istri. Tatapannya masih bergerak membaca deretan kalimat di layar tablet.

"Sudah siap tidur?" tanya Rendra. Ia mengunci layar tablet dan menyingkirkan dari hadapannya.

Naya mengangguk. "Mau bobo."

"Ya sudah, ayo bobo," ucap Rendra. Pria itu melepaskan tautan tangan mereka dan turun dari kasur untuk mematikan lampu. Ia juga mengambil gawai miliknya dan milik sang istri, meletakkannya di atas meja, dan kembali berbaring di samping Naya.

Naya melingkarkan sebelah tangannya di atas perut Rendra. Sebagai ganti, Rendra mengusap kepala Naya. Pasangan itu selalu menyempatkan diri untuk pillow talk. Mengganti waktu yang terpakai oleh kesibukan masing-masing di siang hari, hanya saat-saat sebelum tidur seperti ini lah keduanya punya waktu untuk bertukar pikiran.

"Kemarin jalan kemana saja sama Gladis?"

Naya menjawab sambil tersenyum lebar. "Kita pergi ke tempat yang jual peralatan bayi. Gladis nemenin aku lihat-lihat. Ternyata lumayan mahal ya, padahal ukuran bajunya paling cuma seperempat pakaian dewasa, tapi harganya sama aja."

Rendra tersenyum. "Jadinya cuma bisa lihat-lihat?"

"Nggak dong. Aku beli sarung tangan bayi, sepaket sama kaos kakinya," ucap Naya senang. "Aku taruh di atas meja belajar tuh. Belum lihat ya?"

Rendra diam saja. Gerakan tangannya berhenti di kepala Naya.

Tak kunjung mendapat respon, Naya mendongak. "Kenapa? Nggak suka ya?"

Rendra kembali tersenyum. Ia menggeleng. "Hal yang kamu suka, aku juga suka kok."

"Kak Rendra masih belum bisa terima anak kita? Ini sudah sebulan lho," ucap Naya. Nada bicaranya lebih terdengar sedih ketimbang marah.

"Aku berdoa semoga kamu sehat-sehat aja."

Naya menghela napas panjang. Ia kenal Rendra. Untuk membujuknya, membutuhkan waktu yang lama. Gampang-gampang susah.

"Nggak mau pegang perut aku?" tawar Naya, setengah berharap. "Dari awal tahu kabar ini, Kak Rendra nggak pernah nyapa anak kita."

Rendra membalas tatapan mata Naya. Tak ada suara, pria itu hanya mencium kening sang istri lama.

Naya menghela napas lagi. Dia tidak mau memaksa. Suaminya sangat penuh dengan perencanaan. Kalau ada hal yang tidak sesuai dengan keinginan, bagaikan ada duri yang menancap di kulitnya. Bikin gatal, perih, dan tidak nyaman.

"Aku masih belajar untuk memproses ini semua. Tunggu ya."

Naya memaksakan senyum. "It's okay. Take your time."

"Maaf."

Naya berpaling. Dia lebih memilih membenamkan wajahnya di tubuh Rendra.

"Kapan-kapan kita jalan yuk, Kak. Kita belum honeymoon lho."

It's Good to be HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang