19.

787 78 0
                                        

Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚

Naya tidur telentang menghadap langit-langit kamar. Pun begitu dengan Rendra. Keduanya sibuk dengan isi pikiran masing-masing.

"Baru tiga dari lima yang positif, Kak Rendra," ucap Naya. Ia menoleh ke samping. "Besok pagi periksa lagi."

Rendra masih diam saja. Dia bahkan tidak menoleh. Prediksi Rendra benar dan dia masih tidak mau mengakuinya.

"Kak?"

Rendra menghela napas. "Besok langsung ke dokter kandungan untuk USG. Kemarin kan haid nggak teratur, jadi nggak bisa kira-kira berapa usia kehamilannya."

Naya mengangguk. Ia mengelus perutnya yang masih rata. Tidak menyangka bahwa di dalam sana ada nyawa lain. Diam-diam dia tersenyum.

"Kamu beneran pakai KB suntik, kan? Nggak pernah lupa?"

Gerakan tangan Naya berhenti. Senyumnya memudar. Rendra bertanya dengan nada dingin. Seolah-olah kehamilan ini adalah kesalahan yang sengaja dibuat Naya.

"Aku selalu ke puskesmas tiap tiga bulan, Kak. Kalau nggak percaya, Kak Rendra bisa lihat kartu KB aku di dompet," ucap Naya dengan hati perih.

"Jangan kasih tahu siapa-siapa dulu."

Naya menoleh tak terima. "Maksudnya?"

"Jangan kasih tahu keluarga kita."

"Kak Rendra," suara Naya mulai bergetar. "Kakak nggak terima kehadiran anak kita?"

"Kamu sudah tahu jawaban aku, Naya," kata Rendra dengan nada serius. "Lagipula kamu sudah pakai alat kontrasepsi, kenapa bisa kebobolan?"

Sebutir air mata lolos. Naya langsung menyekanya. "Kak Rendra dokter, aku juga dokter. Nggak seharusnya Kakak bilang gitu. Kita sama-sama tahu, ada 1-3% kegagalan dari alat KB yang aku pakai sekarang."

Rendra menghela napas panjang. Dia berbaring memunggungi Naya. "Tidur. Sudah malam."

Naya memandangi punggung Rendra dengan tidak percaya. Perasaannya diinjak-injak. Ini sama menyakitkan dengan hamil di luar nikah dan dihujat oleh banyak orang.

Wanita itu berbaring miring, balik memunggungi Rendra. Isakannya perlahan terdengar. Naya sedih. Kehidupan di dalam perutnya tidak diterima oleh Rendra. Padahal Naya dan Rendra sudah berstatus sah sebagai suami istri selama satu tahun.

---

Naya membuka mata dan terburu-buru bangun. Perutnya lagi-lagi bergejolak. Tak tahan, Naya akhirnya muntah di sink dapur. Ia terus mengeluarkan isi perutnya hingga terasa pahit asam lambung di lidah.

"Kak Rendra?" panggil Naya. Tidak ada jawaban.

Naya membereskan kekacauan yang terjadi. Ia berkumur dan kembali ke kamar. Dicari ke toilet dan ruang tengah pun tidak ada tanda kehadiran Rendra. Naya mencari tas suaminya, sudah tidak ada. Padahal ini baru pukul lima pagi.

"Sudah berangkat," keluh Naya.

Sembari menghirup aroma minyak kayu putih, Naya duduk di sofa ruang tengah. Ia ingat percakapan semalam dengan sang suami. Naya menunduk. Tangannya mengelus perut.

"Ngapain sedih, sih? Toh rumah bakal jadi ramai kalau ada bayi," ucap Naya memberi sugesti pada dirinya sendiri.

Wanita itu akhirnya bangkit. Ia membuat sarapan untuk mengisi perutnya dan memenuhi kebutuhan si janin. Naya berniat pergi ke dokter kandungan untuk memastikannya secara langsung.

---

"Ibu Shavella Nayana."

Naya berdiri dan masuk ke dalam ruang pemeriksaan. Dia menuju salah satu meja yang ditunjukkan oleh perawat. Naya menyapa dokter residen yang sedang berjaga.

It's Good to be HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang