6.

809 84 0
                                    

Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚

Rendra duduk berdampingan dengan Naya di ruang tengah. Sejak menyambut di depan pintu hingga sekarang, gadis itu tidak buka suara. Matanya sembab. Pasti Naya menangis semalaman.

Dari kemarin Rendra tidak konsentrasi belajar untuk maju ilmiah. Apalagi setelah tahu bahwa Naya sampai menginap di kosan Ghina, Rendra jadi makin merasa bersalah. Percayalah clique Naya itu menyeramkan. Kalau sudah sampai salah satu dari teman Naya yang bicara, berarti Rendra telah melakukan kesalahan besar.

"Mau makan malam dulu atau mau bicara dulu?" tanya Rendra. Tadi dia membawakan pizza sebagai sogokan.

"Makan dulu. Takut keburu nggak nafsu makan," jawab Naya.

Rendra turun duduk lesehan di lantai. Dia membuka kotak berisi pizza meat lovers kesukaan Naya. Rendra juga menyiapkan satu cup kecil garlic sauce.

"Ayo makan," ajak Rendra.

Naya turun dari sofa. Dia ikut melantai di samping Rendra. Gadis itu diam saja ketika Rendra sudah memakan satu suap.

"Kenapa? Kan aku nggak tuang saos," ucap Rendra heran.

"Suapin."

Kening Rendra berkerut. "Tangan kamu sakit?"

Naya melengos. "Ya sudah, aku mau tidur."

"Tunggu," cegah Rendra sambil menahan pergelangan tangan Naya. Ia menghela napas panjang. "Sini aku suapin."

Naya tersenyum lebar. Gadis itu duduk bersila menghadap Rendra. Matanya berbinar ketika cowok di depannya mengambil satu potong pizza dan mencelupkan di saos bawang putih.

Tanpa diminta Naya sudah membuka mulut. Rendra geleng-geleng. Ia menyuapi gadisnya dengan otak tak habis pikir. Naya manja banget.

"Makin enak karena Kak Rendra yang nyuapin."

"Itu mitos," jawab Rendra tak terpengaruh.

Naya merengut. Dia akhirnya makan dengan tenang. Naya menikmati tiap gigitan yang melumer di dalam mulutnya.

Dua potong pizza habis oleh Naya. Ketika Rendra akan menyuapi potongan ketiga, Naya menolak. Sudah kenyang, begitu katanya.

Rendra menghabiskan pizza bagiannya dengan cepat. Ia menyisakan dua potong terakhir untuk Mark. Setelah itu, Rendra berlalu ke dapur untuk cuci tangan. Dia kembali ke ruang tengah dengan dua gelas air putih di masing-masing tangannya.

"Makasih, Kak."

Rendra mengangguk. Dia membersihkan kerongkongannya dengan air minum.

"Gimana presentasinya hari ini?"

"Lumayan," jawab Rendra. "Kena omel konsulen, tapi juga dapat pujian."

"Karena aku ya?" Naya terlihat khawatir.

"Iya."

"Maaf," sesal Naya.

Rendra tersenyum. Ia menepuk puncak kepala Naya tiga kali. Tangannya kembali berada di pangkuan.

"Mau belajar sampai otak panas pun, bakal tetap kena semprot kok. Takdir residen. Tidak pernah seratus persen benar," jelas Rendra menenangkan.

"Justru, aku yang harusnya minta maaf," lanjut Rendra. "Sudah bikin kamu kesel. Sampai nangis kan pasti?"

Naya mengangguk. Gadis itu cemberut.

"Maaf ya, Naya. Aku jadi kurang perhatian. Aku malah melimpahkan semua tugas ini ke kamu. Capek ya?"

It's Good to be HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang