26.

969 77 0
                                    

Yuk, di-vote dulu, jangan lupa komen ya 🥰💚

"Sayang, udahan berendamnya. Tadi kamu sudah renang. Nanti kedinginan."

"Kak Rendra jangan sembarangan buka pintu kamar mandi!" pekik Naya sambil menyilangkan tangan di depan dada.

Rendra berdecak. "Kalau nggak gini, kamu nggak bakal keluar-keluar dari kamar mandi."

Pria itu melangkah masuk tanpa ragu. Ia meraih satu handuk dan berjalan ke pinggir bathtub.

"Aku sudah lihat badan kamu, nggak perlu ditutupin lagi," ucap Rendra. Ia melebarkan handuk di kedua tangan. "Ayo sini, keluar dari bathtub."

"Aku bisa sendiri, Kak," ucap Naya dengan wajah memerah menahan malu.

"Beneran?"

"Iya! Makanya Kak Rendra keluar dulu!"

Rendra tersenyum tipis. Ia meletakkan handuk di area wastafel, dekat dengan bathtub. Pria itu merunduk dan mengecup puncak kepala Naya.

"Aku tunggu di luar."

Rendra kembali menutup pintu kamar mandi. Naya akhirnya bisa bernapas lega. Wanita itu segera membersihkan diri dan mengeringkan tubuhnya dengan handuk.

Tak mau membuat Rendra menunggu lama, Naya segera mengenakan dress tanpa lengan selutut bermotif floral. Pakaian pantai banget. Tangan Naya bergerak mengambil hairdryer dan mulai mengeringkan rambutnya.

"Sudah?"

Naya berjengit kaget ketika pintu kamar mandi kembali bergeser. Desain sekarang tuh macam-macam. Sekat ruangan hanya kaca, bikin mirip showroom. Pintu pun tanpa kunci. Naya ingin mengutuk kemajuan teknologi yang ada, eh atau kemunduran trend, ya?

"Kak, jangan suka bikin kaget," omel Naya sambil memegangi dada.

Rendra tertawa kecil. Dia berjalan menghampiri Naya. Tangannya mengambil alih hairdryer dan mulai mengeringkan rambut Naya, hal yang dulu sering Rendra lakukan untuk sang istri. Naya membiarkan.

"Senang nggak di Manado?" tanya Rendra membuka percakapan. Ia bertukar tatap dengan Naya melalui cermin.

Naya mengangguk. Kali ini ia mulai mengaplikasikan produk skincare di wajah. "Kulit aku juga makin gosong, nih. Sudah jadi anak pantai banget."

"Tetap cantik, kok," puji Rendra. Pria itu merunduk dan mencium bahu Naya yang tidak tertutup kain. Naya tersentak.

"Kamu nggak pakai bra ya?" tanya Rendra curiga. Tangannya meletakkan hairdryer di atas meja wastafel.

"Pakai, tapi yang nggak ada talinya."

Rendra kembali menegakkan tubuhnya. Kali ini ia memeluk pinggang Naya dari belakang. Dagunya ia sandarkan di bahu Naya.

"Jangan pakai baju yang terbuka lagi, aku nggak suka. Tubuh kamu cuma milik aku."

"Kalau bagian dari tubuh aku?" tanya Naya. Mereka bertukar tatap melalui cermin.

"Juga punya aku."

"Janin aku?"

Rendra menegakkan punggung. Dengan perlahan ia memutar tubuh Naya hingga menghadap ke arahnya. Tatapan mata sang istri mulai berkaca-kaca. Pasti Naya teringat dengan kejadian itu, pikir Rendra.

"Janin kamu, tentu saja anak kita, Sayang," jawab Rendra sambil tersenyum menenangkan.

"Tapi Kak Rendra benci dia."

Rendra kaget. "Siapa yang benci?"

"Kak Rendra," jawab Naya. Bibirnya bergetar. "Kak Rendra nggak terima kehadiran dia. Kak Rendra benci anak kita. Bahkan waktu aku keguguran, Kak Rendra nggak merasa kehilangan."

It's Good to be HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang